Ulum Mengaku Sempat Diminta Tidak Beberkan Aliran Dana Ke BPK dan Kejagung
Asisten pribadi bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum mengaku pernah diminta pengacara seorang terdakwa penyuap Imam, untuk tidak mengatakan keterkaitan Kejagung dan BPK dalam kasus tersebut.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Asisten pribadi bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum mengaku pernah ditekan untuk tidak membongkar aliran dana ke Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksaan Keuangan. Ulum juga mengaku sempat diminta berhati-hati dalam memberikan keterangan.
Pernyataan tersebut diungkapkan Ulum yang menjadi saksi dalam persidangan dugaan suap pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dengan terdakwa Imam Nahrawi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/5/2020). Sidang dipimpin hakim Rosmina dan diikuti oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi serta penasihat hukum Imam Nahrawi di ruang sidang. Sementara itu, Ulum dan Imam mengikuti persidangan secara telekonferensi di Gedung KPK.
Dalam persidangan tersebut, Imam menanyakan kepada Ulum apa yang terjadi setelah memberikan kesaksian pada Jumat (15/5). Dalam sidang saat itu Ulum menyebutkan bahwa ada dana Rp 7 miliar diberikan kepada Kejaksaan Agung dan Rp 3 miliar untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara sisa uang dari Rp 11,5 miliar yang di dakwaan telah diterima Imam tidak diketahui Ulum diberikan kepada siapa.
Menjawab pertanyaan Imam, Ulum kemudian menceritakan bahwa setelah persidangan ia diperiksa oleh Kejaksaan Agung. Adapun, pada 19 Mei 2020, Ulum diperiksa Kejaksaan Agung di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, dari pukul 09.30 sampai dengan 15.00. Pemeriksaan disebut terkait penyidikan dugaan korupsi proposal Rp 25 miliar yang dicairkan Desember 2017.
Dalam pemeriksaan tersebut, Ulum mengakui diminta pihak Kejaksaan Agung untuk berhati-hati dalam berkomentar. Sebab, kasus tersebut sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Dalam pemeriksaan tersebut, Ulum mengakui diminta pihak Kejaksaan Agung untuk berhati-hati dalam berkomentar. Sebab, kasus tersebut sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung.
Imam kemudian bertanya kembali kepada Ulum, apakah ia pernah diancam. Ulum kemudian menceritakan, bahwa ketika akan menjadi saksi dari terdakwa penyuap Imam, Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy, ia mengaku bertemu dengan orang suruhan penasihat hukum Hamidy yang bernama Wahyu. Ulum mengatakan, Wahyu memintanya untuk diam ketika ada pertanyaan terkait Hamidy.
“Kamu honorer, kamu tidak akan kena dalam jeratan uang karena kamu adalah wiraswasta. Kalau kamu mengakui atau berkomentar akan masuk penjara,” ujar Ulum menirukan perkataan Wahyu.
Ia mengaku juga diminta Wahyu untuk tidak mengatakan keterkaitan Kejaksaan Agung dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus ini. Ulum merasa ditekan sampai dengan menjadi saksi untuk Deputi IV Kemenpora Mulyana.
Imam kemudian juga sempat bertanya apakah Ulum diancam oleh Kejaksaan Agung. Ulum menjawab tidak ada ancaman dari Kejaksaan Agung. Salah satu pertanyaan dalam pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung yang diungkapkan oleh Ulum, yakni ia ditanyakan alasan mengapa mengatakan terkait aliran dana sebesar Rp 7 miliar ke Kejaksaan Agung. Ulum pun menjawab pertanyaan tersebut dengan akan menjelaskan alasannya pada persidangan.
Salah satu pertanyaan dalam pemeriksaan oleh Kejaksaan Agung yang diungkapkan oleh Ulum, yakni ia ditanyakan alasan mengapa mengatakan terkait aliran dana sebesar Rp 7 miliar ke Kejaksaan Agung. Ulum pun menjawab pertanyaan tersebut dengan akan menjelaskan alasannya pada persidangan.
Ketika Ulum akan menjelaskan terkait aliran dana ke Kejaksaan Agung, hakim Rosmina memintanya untuk tidak melanjutkan agar perkara ini tidak melebar. Rosmina meminta agar Ulum membuat laporan dalam perkara lain dan tidak dalam persidangan ini agar tidak tumpang tindih.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, Kamis (21/5), mengatakan, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah memerintahkan agar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk membentuk tim jaksa penyelidik. Mereka ditugaskan untuk mengusut tuntas dan meminta keterangan kepada pihak-pihak terkait sebagaimana keterangan dari Miftahul Ulum.