Langgar Aturan Normal Baru Bisa Dijerat Sanksi Pidana
Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis menerbitkan surat telegram soal skenario normal baru. Upaya mendisiplinkan masyarakat agar menerapkan protokol Covid-19 diutamakan dengan cara persuasif. Namun, sanksi tetap disiapkan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia tetap mengedepankan upaya persuasif dalam mendisiplinkan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Akan tetapi, jika ada yang melanggar aturan, apalagi melawan petugas, polisi bisa menjatuhkan sanksi pidana.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) Komisaris Besar Ahmad Ramadhan dalam jumpa pers, Kamis (28/5/2020), mengatakan, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis telah menerbitkan Surat Telegram Nomor 249 Tanggal 28 Mei 2020 untuk penerapan skenario kehidupan normal baru.
Dalam surat itu, Kapolri memerintahkan para kepala satuan wilayah (kasatwil) untuk berkoordinasi dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan pemangku kepentingan lain untuk bersama-sama mendisiplinkan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Selain itu, Kapolri juga meminta para kasatwil untuk membuat pengaturan pencegahan penularan Covid-19 bagi pengelola tempat kerja, pelaku usaha, pekerja, pelanggan atau konsumen, dan masyarakat agar menyesuaikan diri.
Hal tersebut sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 328 Tanggal 20 Mei 2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Kemudian Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor 335 Tanggal 20 Mei 2020 tentang Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Tempat Kerja Sektor Jasa dan Perdagangan (Area Publik) dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha.
”Upaya pendisiplinan masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan sesuai ketentuan di tempat keramaian, pariwisata, tempat kerumunan massa, sentra ekonomi, pasar, mal, dan area publik lainnya melalui imbauan dan peringatan secara humanis,” kata Ahmad.
Meskipun tetap mengedepankan upaya persuasif, Ahmad melanjutkan, akan ada sanksi bagi masyarakat yang melanggar aturan atau melawan petugas. Mereka akan dikenai Pasal 212 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan dan denda paling banyak Rp 4.500.
Pasal 212 KUHP berbunyi, barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah, atau orang yang menurut kewajiban undang-undang atau atas permintaan pejabat memberi pertolongan kepadanya, diancam karena melawan pejabat, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
Namun, anggota Ombudsman Republik Indonesia Adrianus Eliasta Meliala mengingatkan, kepolisian berhati-hati dalam menerapkan Pasal 212 KUHP. Sebab, penindakan dengan pasal itu harus didahului adanya kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap petugas.
”Saya malah melihat bahwa kepolisian malah akan menambah beban berat bagi mereka sendiri dengan memberikan sanksi pidana tersebut karena itu berarti polisi harus memproses hukum sampai nanti diputus di pengadilan,” katanya.
Di sisi lain, Adrianus melanjutkan, penerapan kebiasaan atau tatanan normal baru sesuai protokol kesehatan kepada masyarakat bukan hal mudah. Sebab, hal itu memerlukan program yang fokus dan terencana sedari awal. Sementara yang dinilainya selama ini, masyarakat dihadapkan pada kebijakan pemerintah yang berubah-ubah atau tidak konsisten.