Enam Terdakwa Kasus Jiwasraya Didakwa Rugikan Negara hingga Rp 16,807 Triliun
Enam terdakwa kasus Jiwasraya didakwa memperkaya diri sendiri hingga merugikan negara sampai Rp 16,8 triliun. Khusus dua terdakwa, Beny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat, didakwa pula dengan pasal pencucian uang.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Enam terdakwa kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya didakwa memperkaya diri sendiri hingga mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp 16,807 triliun. Khusus dua terdakwa, Komisaris PT Hanson Internasional Beny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, didakwa pula dengan pasal pencucian uang.
Selain Beny dan Heru, empat terdakwa lainnya adalah mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, mantan Kepala Divisi Investasi Jiwasraya Syahmirwan, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto.
Dalam surat dakwaan Heru Hidayat yang dibacakan jaksa pada sidang perdana kasus Jiwasraya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (3/6/2020), nilai kerugian negara itu mengacu pada Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif
dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara atas Pengelolaan Keuangan dan Dana Investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dalam rentang waktu tahun 2008 hingga 2018.
Kerugian itu terjadi dalam pembelian empat saham senilai Rp 4,65 triliun serta pembelian 21 reksa dana senilai Rp 12,157 triliun pada 13 manajer investasi.
Pengelolaan investasi saham dan reksa dana dilakukan tanpa analisis berdasarkan data obyektif dan profesional. Analisis yang ada hanya dibuat formalitas belaka. Demikian pula saham yang dibeli merupakan saham berisiko atau tidak likuid yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan bagi Asuransi Jiwasraya.
Keenam terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Ayat (1) Huruf b, Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001 tentang perubahan atas UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pencucian uang
Namun, khusus terdakwa Beny dan Heru didakwa pula dengan Pasal 4 UU No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian. Ini karena keduanya dianggap menyembunyikan atau menyamarkan uang hasil korupsi.
Untuk Heru, modus pencucian uang dengan menempatkan uang hasil kejahatan ke rekening atas nama dirinya dan orang lain yang tersebar di sejumlah bank. Ia juga menyamarkan uang hasil korupsi dengan membeli tanah dan bangunan, kendaraan bermotor, saham, dan reksa dana. Kemudian menukarkannya dalam valuta asing. Selain itu, dengan cara mengakuisisi sejumlah perseroan.
Ia juga disebut memberikan sejumlah uang kepada anaknya yang kemudian digunakan untuk membeli dua unit apartemen.
Adapun untuk Beny, ia disebut menyamarkan uang hasil korupsi di antaranya untuk membayar utang, membeli tanah, membeli properti, dan menukar dalam bentuk mata uang asing.
Ketua Majelis Hakim Rosmina mengatakan, agenda persidangan selanjutnya adalah mendengarkan eksepsi dari terdakwa. Persidangan berikutnya dijadwalkan digelar pekan depan, 10 Juni 2020.
Penasihat hukum terdakwa Beny Tjokrosaputro, Muchtar Arifin, akan menyiapkan eksepsi untuk persidangan berikutnya. Menurut Muchtar, peran Beny dalam perkara tersebut tidak jelas dan dipaksakan. ”Aneh-aneh saja dakwaannya. Saya akan beberkan panjang lebar bahwa dakwaan-dakwaan itu tidak jelas pada eksepsi minggu depan,” kata Muchtar.
Demikian pula penasihat hukum terdakwa Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto, Soesilo Aribowo, yang akan segera menyiapkan eksepsi bagi kedua kliennya untuk dibacakan pada persidangan berikutnya.