Mahkamah Agung Diminta Mempercepat Proses Sengketa Pencalonan Pilkada
Menkopolhukam Mahfud MD, Mendagri Tito Karnavian, dan penyelenggara pemilu menemui pimpinan Mahkamah Agung, meminta sengketa terkait pencalonan Pilkada 2020 bisa dipercepat. Ini agar tak melampaui hari pemungutan suara.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perwakilan penyelenggara pemilu, pemerintah, dan pimpinan Mahkamah Agung membahas kemungkinan mempercepat persidangan sengketa terkait proses pencalonan Pilkada 2020. Sebab, berdasarkan simulasi, apabila persidangan dijalankan maksimal sesuai ketentuan Undang-Undang Pilkada, putusan berpotensi melampaui hari pemungutan suara.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman, Ketua Badan Pengawas Pemilu Abhan, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bertemu dengan Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin, Rabu (10/6/2020) petang.
Mahfud MD, Rabu malam, mengatakan, pihaknya meminta agar sengketa persyaratan calon tersebut dipercepat agar sesuai dengan jadwal waktu pelaksanaan pilkada. Dalam keterangannya kepada media, dia mengatakan, pertemuan dengan Ketua MA mendiskusikan tentang proses peradilan yang cepat, murah, dan sederhana selama pilkada serentak 2020.
Selama penyelenggaraan pilkada, biasanya ada sengketa persyaratan calon yang mengikuti kontestasi, seperti keabsahan ijazah. Terkadang, sengketa persyaratan itu memakan waktu lama sehingga menunda pelaksanaan hari pemungutan suara. Karena itu, Mahfud meminta agar MA dapat menyesuaikan regulasi agar sidang sengketa persyaratan tersebut dapat dilaksanakan dengan sederhana dan cepat. Kapan sengketa masuk, dan diputus di pengadilan akan disesuaikan dengan aturan perundang-undangan.
Berdasarkan informasi yang Kompas himpun, dalam simulasi penyelenggara pemilu dengan memperhitungkan tahapan sengketa pencalonan dari Bawaslu, kemudian dilanjutkan pada upaya hukum ke PTTUN, hingga kasasi ke MA, ada potensi putusan berkekuatan hukum tetap baru keluar pada 18 Desember 2020. Ini dengan perhitungan setiap waktu yang disediakan oleh UU Pilkada dimaksimalkan di tiap tahapan sengketa pencalonan. Padahal, pemungutan suara dijadwalkan 9 Desember 2020.
MA sedang menyiapkan jadwal waktu soal itu, dan menyesuaikan dengan regulasi yang ada supaya sengketa persyaratan pilkada ini dapat diproses dengan cepat.
”MA sedang menyiapkan jadwal waktu soal itu, dan menyesuaikan dengan regulasi yang ada supaya sengketa persyaratan pilkada ini dapat diproses dengan cepat,” ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan, sesuai kesepakatan antara pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu, pilkada serentak akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Keputusan itu sesuai dengan Perppu Nomor 2/2020 tentang Penundaan Pemilu Kepala Daerah Serentak.
Menurut Mahfud, alasan pilkada tetap dilaksanakan tahun ini di antaranya tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi Covid-19 selesai. Pemerintah perlu bekerja efektif untuk menangani Covid-19. Namun, jika pilkada ditunda hingga 2021, banyak pemda yang harus diisi dengan pelaksana tugas kepala daerah definitif. Kewenangan pelaksana tugas kepala daerah definitif terbatas dan tidak bisa mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pemerintahan sehari-hari.
”Dengan pertimbangan itu, pilkada akan tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020 sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama,” kata Mahfud.
Mahfud menyebut mayoritas dari 270 daerah sudah siap melaksanakan pilkada 9 Desember 2020. Di sisi lain, pelaksanaan pilkada serentak ini juga mendapatkan resistensi dari masyarakat sipil. Kontrovesi itu, lanjut Mahfud, merupakan hal biasa dalam negara demokrasi.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Agung M Syarifuddin belum bersedia berkomentar terkait penyesuaian regulasi sengketa persyaratan pilkada tersebut. Saat dikonfirmasi melalui telepon ataupun pesan singkat, Syarifuddin tidak merespons.