Di mana pun berada, terpidana perkara ”cessie” Bank Bali Joko Tjandra yang sudah buron sejak 2009 bakal ditangkap Kejaksaan Agung. ”Saya harapkan bisa segera dan tak ada halangan apa-apa,” kata Jaksa Agung Burhanuddin.
Oleh
Suhartono dan Dian Dewi Purnamasari
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berjanji menangkap terpidana perkara pengalihan hak tagih utang atau cessie Bank Bali, Joko Tjandra, yang buron sejak 2009, di mana pun dia berada. Kejaksaan tidak hanya menunggu kedatangan Joko di persidangan peninjauan kembali perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tetapi juga menelusuri tempat-tempat yang diduga menjadi persembunyiannya.
”Joko Tjandra itu sudah terpidana sehingga tinggal eksekusinya yang tertunda. Jadi, kejaksaan akan mengeksekusi segera di mana (pun) ia ditangkap, selain ditunggu di sidang PK. Saya sudah mendapat dukungan untuk menangkap dan mengeksekusinya. Saya harapkan bisa segera dan tidak ada halangan apa-apa,” tutur Burhanuddin kepada Kompas di ruang kerjanya, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (2/7/2020).
Joko Tjandra kabur dari Indonesia pada 10 Juni 2009 malam, sehari sebelum Mahkamah Agung memvonisnya 2 tahun penjara pada 11 Juni 2009. Dia disebut oleh kuasa hukumnya datang ke PN Jakarta Selatan pada 8 Juni lalu untuk mendaftarkan peninjauan kembali (PK) atas putusan perkaranya. Pada sidang perdana 29 Juni, ia tak hadir dengan alasan sakit. Persidangan bakal kembali digelar pada 6 Juli.
Terkait hal itu, Burhanuddin menuturkan, karena Joko Tjandra terpidana, walaupun dia mengaku sakit, tidak ada alasan pengadilan untuk mengizinkan sidang PK tanpa kehadiran terpidana, apalagi hanya lewat video konferensi. Hal itu dinilai bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan.
Burhanuddin menyebut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD sudah meneleponnya dan memerintahkannya segera menangkap Joko Tjandra di mana pun ia berada.
Secara terpisah, Mahfud mengatakan, tak ada alasan orang yang memiliki hak melakukan PK dibiarkan bebas berkeliaran. Apalagi, Joko adalah buronan yang masuk daftar pencarian orang (DPO) Interpol. Selain itu, menurut dia, sesuai aturan perundang-undangan, orang yang mengajukan PK harus hadir langsung di pengadilan. Jika tidak, PK tak bisa dilakukan. Mahfud meminta kepolisian dan kejaksaan menangkap Joko saat proses PK tersebut.
”Tak ada penundaan hukum bagi orang yang sudah meminta PK. Dia harus tetap dihukum sesuai putusan pengadilan yang telah inkrah demi kepastian hukum dan komitmen melawan korupsi,” katanya.
Mempermalukan
Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Herman Hery mengingatkan, semakin lama Joko Tjandra tak ditangkap, hal itu akan membuat negara dipermalukan.
”Jika buronan tidak bisa ditangkap, negara dipermalukan. Biar rakyat yang menilai karena publik sangat paham bagaimana institusi negara harus bekerja. Teroris saja bisa ditangkap, kok, hanya seorang buronan tak bisa ditangkap. Apakah karena nama yang bersangkutan Joko Tjandra?” ujar Herman.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengungkapkan, menurut informasi Interpol, Joko tak lagi masuk red notice sejak 2014. ”Jadi, seandainya masuk dengan benar (ke Indonesia), ia tak bisa kami halangi karena tidak masuk dalam red notice,” kata Yasonna.
Yasonna menambahkan, saat ini Kemenkumham membentuk tim dengan Kejagung. Ia mengaku sudah mengecek semua data perlintasan. Namun, tidak ada sama sekali nama Joko Tjandra.
Sementara itu, ditanya tentang ketiadaan nama Joko Tjandra dalam red notice di Interpol, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Ali Mukartono mengaku tidak tahu. Dia menyarankan hal itu ditanyakan ke Polri.
Saat dikonfirmasi terkait hal itu, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte hingga Kamis malam tak merespons pesan singkat Kompas.
Ali Mukartono mengatakan, meski keberadaan Joko Tjandra di Indonesia belum diketahui pasti, dia telah memerintahkan tim eksekutor memantau tempat-tempat yang diduga menjadi lokasi persembunyian Joko Tjandra. Selain itu, pihaknya akan meminta bantuan Polri ataupun Interpol.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pihaknya belum menerima permintaan bantuan dari Kejagung untuk mencari Joko Tjandra. (REK/NAD/PDS)