KPK Tetapkan Satu Tersangka Baru Kasus Korupsi Proyek Infrastruktur Tulungagung
Wakil Ketua KPK Alex Marwata dalam jumpa pers yang disiarkan secara daring, Jumat, mengatakan, KPK tetapkan satu lagi tersangka kasus dugaan korupsi di Tulungagung, Jawa Timur. Tersangka tersebut adalah TP, pihak swasta.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan satu tersangka baru dari pihak swasta, yaitu TP, dalam dugaan korupsi proyek infrastruktur di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, kurun 2013-2018. Pengungkapan kasus lama yang ditangani KPK sejak 2018 itu diklaim sebagai komitmen untuk menuntaskan perkara korupsi sampai ke akar-akarnya.
Wakil Ketua KPK Alex Marwata dalam jumpa pers yang disiarkan secara daring, Jumat (11/3/2022), di Jakarta, mengatakan, penyidik mengumpulkan berbagai informasi, keterangan, dan fakta-fakta selama proses persidangan terkait dugaan tindak pidana korupsi itu. KPK kemudian menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan perkara dari tahap penyelidikan ke penyidikan. Tersangka TP adalah pihak swasta yang terlibat dalam berbagai proyek infrastruktur di Tulungagung sepanjang 2013-2018.
”TP selaku Direktur PT KP sebagai salah satu kontraktor yang banyak mengerjakan berbagai proyek di Dinas PUPR Pemkab Tulungagung. Agar tetap dapat memenangi kembali beberapa proyek, diduga memberikan suap atau gratifikasi kepada bekas Bupati Tulungagung Syahri Mulyo,” kata Alex.
TP selaku Direktur PT KP sebagai salah satu kontraktor yang banyak mengerjakan berbagai proyek di Dinas PUPR Pemkab Tulungagung. Agar tetap dapat memenangi kembali beberapa proyek, diduga memberikan suap atau gratifikasi kepada bekas Bupati Tulungagung Syahri Mulyo.
Alex menerangkan, sebagai bentuk komitmen atas dimenangkannya tersangka dalam beberapa proyek, TP memberikan uang kepada Syahri Mulyo dengan besaran bervariasi. Pada tahun 2016, proyek yang dikerjakan TP bernilai Rp 64 miliar dan fee yang diberikan sekitar Rp 8,6 miliar. Kemudian, berlanjut di tahun 2017, TP kembali mengerjakan proyek dengan total nilai proyek Rp 26 miliar. Dia memberikan fee kepada eks bupati sekitar Rp 3,9 miliar. Terakhir, pada tahun 2018, dia mengerjakan proyek dengan nilai proyek sekitar Rp 24 miliar dan memberikan fee sekitar Rp 2 miliar.
Sebelumnya, KPK telah mengembangkan perkara operasi tangkap tangan (OTT) pada tahun 2018 dan menetapkan tersangka eks Bupati Tulungagung periode 2013-2018 Syahri Mulyo, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung Sutrisno, pihak swasta Agung Prayitno, dan Susilo Prabowo. Adapun, Bupati Tulungagung sudah divonis 10 tahun penjara pada tahun 2019.
Tersangka TP dijerat Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atas perbuatannya itu, tersangka TP dijerat Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tak ada strategi mengulur waktu
Ketika menahan orang, KPK harus memperhitungkan berapa waktu yang dibutuhkan untuk berkas perkara lengkap dan siap dilimpahkan ke pengadilan (P21). Apakah 60 hari, 90 hari, atau 120 hari. Ketika sudah terbatas pada 60 hari, kami akan menguji atau berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meminta kapan penghitungan kerugian negara selesai.
Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menambahkan, tidak ada strategi mengulur waktu dalam penanganan perkara suap proyek prasarana di Tulungagung. Contoh lain, dalam perkara di Bengkalis, Riau, KPK belum melakukan penahanan sekalipun kasus sudah mulai diselidiki sejak tahun 2018. Hal itu terkait dengan penghitungan kerugian negara yang belum muncul.
”Ketika menahan orang, KPK harus memperhitungkan berapa waktu yang dibutuhkan untuk berkas perkara lengkap dan siap dilimpahkan ke pengadilan (P21). Apakah 60 hari, 90 hari, atau 120 hari. Ketika sudah terbatas pada 60 hari, kami akan menguji atau berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk meminta kapan penghitungan kerugian negara selesai,” kata Karyoto.
Lebih lanjut, Karyoto juga menyebut bahwa penyidik KPK kelebihan beban kerja (overload) karena kebijakan pimpinan KPK saat ini adalah melanjutkan utang kasus yang belum terselesaikan. KPK tidak ingin lagi ada kesan menghukum orang tetapi kasus dibiarkan berlama-lama. Dalam tindak lanjut kasus lama, KPK tetap mengerjakan penyelidikan dan penyidikan setelah penangkapan dilakukan.
Untuk mempercepat kinerja penyelidikan dan penyidikan, KPK juga telah menambah hampir 50 lebih jaksa, dan 30 orang penyidik untuk akselerasi kasus-kasus lama. Kasus yang bisa dipercepat akan segera dituntaskan untuk memberikan kepastian hukum.
”Tidak ada strategi khusus, kasus tetap dikerjakan setelah OTT. Kami mohon pemakluman,” kata Karyoto.