Pelanggaran Etik Berulang Bisa Mendelegitimasi Integritas KPK
Perjuangan KPK dalam memberantas korupsi adalah perjuangan etika. Oleh karena itu, pimpinan dan insan KPK tidak boleh lemah dan permisif terhadap perilaku koruptif.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai lembaga penegak hukum, pimpinan dan insan Komisi Pemberantasan Korupsi harus menjunjung tinggi penegakan kode etik dalam bekerja. Apabila aturan etik tak dipatuhi, marwah KPK sebagai lembaga penegak hukum yang independen akan semakin terdelegitimasi.
Persoalan kian lazimnya pelanggaran kode etik di tubuh pimpinan KPK itu menjadi perhatian serius masyarakat sipil dalam diskusi daring ”Penegakan Etik dan Pemberantasan Korupsi” yang diadakan oleh IM57+ Institute, Sabtu (12/3/2022). Diskusi dihadiri oleh narasumber pimpinan KPK 2010-2014, M Busyro Muqoddas; hakim ad hoc Tipikor Pengadilan Negeri Palangkaraya, Muji Kartika Rahayu; dan mantan penyidik senior KPK, Rizka Anungnata.
Senior Investigator IM57+ Institute, Rizka Anungnata, mengatakan, dilanggarnya aturan etik oleh Ketua KPK Firli Bahuri dan komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar, mengoyak integritas dan independensi lembaga antirasuah itu. Seperti diketahui, Ketua KPK dinyatakan melanggar kode etik oleh Dewan Pengawas KPK karena menggunakan helikopter milik perusahaan swasta dalam perjalanan pribadi dari Palembang ke Baturaja. Firli mendapatkan sanksi ringan atas perbuatannya itu.
Kemudian, komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar, juga diketahui terlibat pelanggaran kode etik karena menginformasikan pemeriksaan perkara kepada terdakwa kasus korupsi Wali Kota Tanjung Balai. Saat itu, Rizka, yang masih aktif sebagai penyidik KPK sebelum dinonaktifkan sebagai pegawai KPK karena masuk dalam daftar pegawai yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK), berinisiatif melaporkan temuan itu kepada atasan.
Atas laporan tersebut, Dewas KPK melakukan pemeriksaan dan menjatuhkan sanksi kepada Lili berupa pemotongan gaji pokok selama 40 persen selama 12 bulan. Selain melanggar kode etik, memberitahukan penyidikan terhadap pihak yang berperkara juga merupakan tindak pidana yang melanggar Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
”Sehari sebelum saya dinonaktifkan (sebagai pegawai KPK), saya diperiksa sebagai saksi kunci (dugaan pelanggaran etik Lili). Di situ terkuak jelas dan nyata bahwa Lili membantu keluarganya mendapatkan kemewahan atau hak dari Wali Kota Tanjung Balai. Namun, materi itu tidak dimunculkan oleh jaksa KPK dalam pengadilan perkara tersebut,” kata Rizka.
Rizka juga menyebut bahwa, penegakan sanksi etik di KPK belum efektif. Sebab, pihaknya menemukan ada pengulangan perbuatan melanggar etik yang dilakukan Lili di wilayah berbeda. Di Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara, Rizka menemukan ada perbuatan Lili yang dianggap ekstrem, berbahaya, dan mencoreng pimpinan KPK.
”Di Labuhan Batu Utara, ibu Lili terlibat politik, beliau memerintahkan penyidik melakukan penahanan tersangka yang kebetulan Bupati Labuhan Batu Utara. Dengan harapan, penahanan akan menjatuhkan suara anaknya. Adapun lawan politik bupati itu adalah kerabat yang telah berbuat sesuatu kepada keluarga Lili Pintauli Siregar,” terang Rizka.
Penegakan sanksi etik di KPK belum efektif. Sebab, pihaknya menemukan ada pengulangan perbuatan melanggar etik yang dilakukan Lili di wilayah berbeda. (Rizka Anungnata)
Terhadap temuan itu, Rizka dan sejumlah pegawai KPK sudah beberapa kali menyampaikan laporan ke Dewas KPK. Namun, sanksi yang dijatuhkan seolah melindungi pimpinan. Oleh karena itu, Rizka mengingatkan bahwa masyarakat akan tetap melaporkan pelanggaran kode etik itu. Tujuannya agar pelanggaran kode etik tidak dimaklumi sehingga menjadi kebiasaan.
Busyro Muqoddas berpandangan, aturan etik adalah kristalisasi hati nurani. Perjuangan KPK dalam memberantas korupsi adalah perjuangan etika. Oleh karena itu, pimpinan dan insan KPK tidak boleh lemah dan permisif terhadap perilaku koruptif. Etika politik tidak boleh dilanggar. Jangan sampai pimpinan KPK justru menjadi pelaku neonepotisme, neofeodalisme yang mencederai demokrasi.
”Pelanggaran terus-menerus terhadap kode etik akan menyerang kredibilitas KPK sebagai lembaga penegak hukum. KPK harus memiliki dan mau merawat sense of ethics tadi. Jika perilaku serupa terus terjadi, sulit untuk tidak dikatakan bahwa itu adalah bagian dari proses pembusukan lembaga KPK,” kata Busyro.
Menurut Busyro, sebelum UU KPK direvisi, KPK adalah lembaga yang independen, terbebas dari kekuasaan eksekutif yang bersekutu dan terjerat utang budi dengan oligarki bisnis. Jika misi etik pemberantasan korupsi tidak terbentuk, marwah KPK akan semakin rusak. Taat dan patuh pada perilaku etik sangat penting untuk membangun independensi KPK.
Sementara itu, Muji Kartika Rahayu menambahkan, sebagai pimpinan lembaga antirasuah, seluruh gerakan Ketua KPK akan dimonitor oleh publik. Sebagai lembaga penegak hukum sudah otomatis jika standar integritas tinggi diminta publik kepada lembaga penegak hukum. Idealnya, standar integritas seluruh penegak hukum sama. Semuanya harus memiliki standar etika yang sama tingginya.
Masyarakat sipil harus terus bersuara ketika demoralisasi terus menyerang lembaga penegak hukum. Walaupun, konsekuensinya, orang-orang yang berintegritas ini akan diserang. ( Muji Kartika Rahayu)
”Ketika menjalankan standar etik yang tertulis di aturan, tentu ini adalah standar untuk menjaga integritas aparat penegak hukum. Penegakan aturan itu tentu akan berhadapan dengan berbagai macam situasi. Jangan sampai, penegakan aturan itu mengendur,” kata Muji.
Muji juga berpendapat bahwa masyarakat sipil harus terus bersuara ketika demoralisasi terus menyerang lembaga penegak hukum. Walaupun, konsekuensinya, orang-orang yang berintegritas ini akan diserang. Namun, jika masih bisa bersuara kritis, kritik harus terus dilayangkan. Agar KPK terus menjadi lembaga antirasuah yang independen dan berintegritas.