JAKARTA, KOMPAS – Almarhum Didi Petet amat dikenal dengan petuah-petuahnya tentang seni peran yang dalam dan sederhana, baik dalam dunia akting profesional maupun kehidupan sehari-hari. Bahkan, ia pernah dipercaya untuk mengajar seni peran di Komisi Pemberantasan Korupsi sejak 2004.
Yayu Unru, aktor sekaligus pelatih akting Indonesia mengungkapkan, ia banyak belajar akting dari Didi Petet. Lebih kurang selama 33 tahun, ia telah menemani perjalanan Didi Petet hingga menghembuskan nafas terakhir pada 2015.
“Saya pernah bertanya pada Mas Didi, tentang kapan orang bisa berakting dengan bagus. Ia menjawab saat beribadah. Saat itu orang menyampaikan kejujurannya. Semua panca indera juga akan bekerja,” kata Yayu dalam peluncuran “Buku Aktingnya Didi Petet” di Jakarta, Selasa (31/7/2018).
Yayu menambahkan, petuah-petuah dari Didi Petet sangat sederhana, sehingga juga relevan dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu yang ia contohkan adalah ajaran mengenai cara mengatur nafas. “Mas Didi pernah bilang, salah satu cara untuk rileks adalah mengatur nafas. Kita terhubung dengan Tuhan melalui nafas. Coba tutup saluran pernafasan 15 menit saja, kita akan bertemu dengan Tuhan. Jadi kalau kita rileks, kita dijaga Tuhan,” kisah Yayu tentang nasehat Didi Petet.
Menurut Yayu, Didi Petet pernah dipercaya mengajar di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat pertama kali didirikan. “Tujuannya lebih pada meningkatkan kepercayaan diri dan pembawaan karakter para penyidik. Termasuk juga bagaimana cara membaca akting dan penyamaran,” tambah Yayu.
Yayu mengungkapakan, Didi Petet menganggap akting adalah sebuah ibadah. Hal itu pernah disampaikan Didi Petet saat menyembuhkan istri Yayu yang sakit selama 8 bulan. “Mas Didi datang ke rumah dan berdoa di sebelah istri saya. Istri saya kemudian sembuh. Saat saya minta diajari, Mas Didi bilang itu tadi adalah akting. Puncak tertinggi dari ilmu ya Akting,” ungkap Yayu.
13 tahun
Amato Assagaf, penulis “Buku Aktingnya Didi Petet”, mengatakan, butuh waktu 13 tahun untuk meluncurkan buku tentang Didi Petet. Salah satu hambatan adalah keraguannya untuk menuangkan ungkapan Didi Petet dalam satu buku.
“Saya harap ini bukan menjadi buku terakhir. Karena ini hanya sebuah langkah kecil untuk memancing orang lain berbicara tentang Mas Didi. Dengan begitu Pemikiran Mas Didi bisa terus diwariskan,” ungkap Amato.
Selain berisi tentang ajaran, petuah, dan pemikiran, buku ini juga berisi mengenai teknik-teknik mendasar seputar akting. Amato menambahkan, yang menarik adalah tentang pendekatan Didi Petet yang berbeda soal teknik akting yang sudah baku. “Ajaran teknik Mas Didi itu unik. Pandangannya soal nafas, konsentrasi, dan imajinasi, sangat khas. Tentunya semua itu disampaikan tanpa menggurui,” kata Amato.
Peluncuran "Buku Aktingnya Didi Petet" juga merupakan rangkaian acara dari Festival Pascasarjana atau Post Fest Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang berlangsung pada 21 Juli – 5 Agustus 2015. Koordinator program Festival Pascasarjana IKJ, Yola Yulfianti, mengungkapkan, salah satu ajaran Didi Petet tentang pentingnya mengatur pernafasan disampaikan cukup singkat tapi dalam. “Buku ini cocok dengan orang Indonesia yang kurang begitu suka membaca. Keseluruhan isi juga dikemas sangat sederhana,” katanya.