Masyarakat Agar Baca Utuh Fatwa MUI soal Vaksin MR
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
Karena kondisi darurat, MUI akhirnya mengeluarkan fatwa yang membolehkan vaksin MR diberikan kepada masyarakat. Meski begitu pemerintah harus terus mengupayakan vaksin yang suci dan halal.
JAKARTA, KOMPAS – Masyarakat perlu membaca utuh fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang vaksin campak-rubela yang dipakai pemerintah agar mendapatkan pesan utamanya. Fatwa tersebut menyatakan bahwa MUI membolehkan vaksin campak-rubela yang dipakai sekarang diberikan pada masyarakat.
Komisi Fatwa MUI melalui Fatwa Nomor 33 Tahun 2018 akhirnya membolehkan penggunaan vaksin MR dalam program kampanye nasional imunisasi MR. Dalam fatwa yang dikeluarkan pada tanggal 20 Agustus 2018 itu dinyatakan bahwa proses pembuatan vaksin MR oleh produksi Serum Institute of India (SII) menggunakan bahan yang berasal dari babi.
Meski begitu, karena kondisi yang darurat, belum adanya vaksin MR yang halal dan suci, dan dampak jika imunisasi tidak dilakukan dari ahli yang berkompeten, MUI memutuskan vaksin MR produksi SII yang dipakai dalam program kampanye nasional imunisasi MR oleh pemerintah Indonesia boleh diberikan. Apabila di kemudian hari terdapat vaksin MR yang halal dan suci maka penggunaan vaksin MR yang mengandung bahan yang berasal dari babi tidak diperkenankan lagi.
Saat dikonfirmasi, Selasa (21/8/2018), Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh, membenarkan fatwa tersebut (Kompas.id, Selasa, 21/8/2018).
Meskipun begitu, masih ada masyarakat yang hanya membaca sebagian fatwa tersebut terutama pada bagian bahwa vaksin tersebut bersinggungan dengan bahan berasal dari babi dan menyebarkannya melalui media sosial. Pesan inti fatwa yang membolehkan vaksin MR justru luput, padahal keputusan ini akan meyakinkan masyarakat untuk mengizinkan anaknya diimunisasi.
“Fatwa itu adalah bentuk dukungan MUI terhadap pelaksanaan imunisasi campak-rubela (measles-rubella/ MR) saat ini,” kata dokter anak di RSUD Pasar Rebo, Jakata yang juga penulis buku Pro Kontra Imunisasi, Arifianto, Rabu (22/8/2018).
Fatwa itu adalah bentuk dukungan MUI terhadap pelaksanaan imunisasi campak-rubela saat ini.
Fatwa MUI tersebut juga menyatakan bahwa MUI mendukung program imunisasi nasional. Untuk itu, pemerintah wajib menjamin ketersediaan vaksin halal bagi masyarakat Indonesia. Selain itu, produsen vaksin juga mengusahakan vaksin halal dan menempuh sertifikasi halal sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
Beban penyakit campak-rubela
Indonesia masih menghadapi beban penyakit campak dan rubela yang besar. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, memperlihatkan, Indonesia termasuk 10 negara dengan kasus campak terbesar di dunia. Data Kemenkes mencatat, jumlah kasus terduga campak dan rubela dalam lima tahun terakhir, sejak 2014 hingga Juli 2018, adalah 57.056 kasus. Dari jumlah tersebut 8.964 positif campak dan 5.737 positif rubela.
Indonesia termasuk 10 negara dengan kasus campak terbesar di dunia.
Arifianto menambahkan, imunisasi campak yang dilakukan sejak tahun 1982 telah membuat kasus campak berkurang. Saat ini, dalam praktik sehari-hari Arifianto sudah jarang menemukan kasus campak.
Itu berbeda dengan rubela. Arifianto masih menemukan ada anak dengan cacat bawaan akibat infeksi rubela pada ibunya saat hamil. ”Vaksin MR diberikan pada anak-anak karena memang kelompok umur itu yang banyak terinfeksi. Tapi di saat yang sama memberikan perlindungan tidak langsung pada ibu hamil,” kata Arifianto.
Salah seorang pendiri Rumah Ramah Rubela, Yunelia, mengatakan, imunisasi merupakan upaya pencegahan yang sangat efektif dari penyakit tertentu seperti campak dan rubela. Jika sudah terinfeksi maka biaya pengobatan yang harus dikeluarkan sangat besar. Belum lagi risiko penyebaran penyakit pada orang-orang sekitar.
Pada awal kehamilan anak keduanya, Yunelia terinfeksi rubela sehingga ketika lahir anaknya memiliki sejumlah cacat bawaan mulai dari bocor jantung, katarak, hingga tuli berat. “Bisa jadi sekarang tidak terasa kalau ada risiko rubela. Tapi, di kemudian hari ketika hamil atau anak kita hamil, saudara kita hamil akan menghadapi risiko terinfeksi rubela kalau imunisasi tidak dilakukan,” katanya.