JAKARTA, KOMPAS — Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres memuji langkah Indonesia dalam penanganan pascagempa dan tsunami yang menerpa Sulawesi Tengah pada 28 September 2018. PBB siap mendukung Pemerintah Indonesia dalam penyelamatan dan pemulihan wilayah yang terkena bencana itu.
Pesan tersebut disampaikan Antonio saat mengunjungi Kota Palu, Sulteng, beserta dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei pada Jumat (12/10/2018). Mereka mengunjungi warga di rumah sakit lapangan, pos penampungan, dan lokasi lain yang terdampak bencana.
”Di Palu, saya melihat langsung kehancuran yang disebabkan oleh gempa bumi dan tsunami baru-baru ini. Ketika bertemu dan berbincang dengan beberapa orang, mereka menunjukkan kekuatan dan ketangguhan yang luar biasa. PBB bersama Anda untuk mendukung pemerintah dalam upaya penyelamatan dan pemulihan,” tutur Antonio seperti dikutip dari keterangan pers yang disampaikan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, Jumat.
Terkait dengan bantuan internasional, BNPB bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance (AHA Centre). Bantuan telah diterima dari negara-negara ASEAN dan 16 negara lain berupa pesawat, makanan, dan non-makanan.
Sebelumnya The Guardian memberitakan, sejumlah lembaga bantuan internasional diminta meninggalkan Indonesia oleh Pemerintah Indonesia. Menanggapi hal itu, Sutopo menyebutkan, pihak bantuan dari luar negeri perlu kerja sama dengan mitra lokal demi memastikan koordinasi yang baik dengan tim Indonesia.
Selain itu, bantuan asing juga harus sesuai dengan empat kebutuhan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia, yaitu transportasi udara, genset, tenda, dan water treatment.
Hingga Jumat, 12 Oktober, gempa bermagnitudo 7,4 yang mengguncang Sulteng pada 28 September itu telah mengakibatkan 2.090 jiwa meninggal, 10.679 orang luka berat, dan lebih dari 87.000 orang mengungsi.
Pemerintah Provinsi Sulteng memperpanjang status tanggap darurat hingga 26 Oktober 2018. Saat ini, pemerintah daerah setempat dengan dukungan kementerian atau lembaga melakukan survei lokasi untuk pembangunan hunian sementara.