Upaya mempercepat program pemberdayaan perempuan untuk mengejar ketertinggalan perempuan dari laki-laki, hingga kini masih terhambat dengan budaya patriarki yang begitu kuat mempengaruhi kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut bahkan mempengaruhi Indeks Pemberdayaan Gender dan Indeks Pembangunan Gender di Indonesia.
Meskipun selama empat tahun terakhir Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dan Indeks Pembangunan Gender (IPG) meningkat, angka peningkatannya masih dinilai rendah atau bergerak lambat.
Melihat kondisi tersebut, berbagai upaya terus dilakukan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk mewujudkan kesetaraan jender di Tanah Air. Selain mengedukasi masyarakat dan perempuan, KPPPA terus menggalakkan kampanye 3ends atau tiga akhir yakni akhir kekerasan terhadap perempuan dan anak, akhiri perdagangan perempuan dan anak, dan akhiri ketidakadilan akses ekonomi bagi perempuan.
“Menghapus budaya patriarki masih menjadi tantangan sampai saat ini. Kekuatan laki-laki masih mendominasi berbagai bidang,” ujar Menteri PPPA Yohana Susana Yembise ketika memaparkan Capaian Kinerja 4 Tahun Pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla dari KPPPA, Rabu (31/10/2018)
Menurut Yohana, selama kurun waktu tiga tahun yakni 2015-2017, peningkatan IDG Indonesia hanya meningkat 1 poin. Tahun 2015, angka IDG 70.83, tahun 2016 hanya naik sedikit menjadi 71.39 dan tahun 2017 hanya 71.74. “Ini merupakan tantangan bagi pemerintah Indonesia,” katanya.
Berbagai kemajuan dan terobosan
Yohana bersama Sekretaris Menteri PPPA Pribudiarta Nur Sitepu, Deputi Tumbuh Kembang Anak Lenny N Rosalin, Deputi Perlindungan Hak Perempuan Vennetia R Danes, Pelaksana Tugas Deputi Perlindungan Anak Sri Danti Anwar, dan Deputi Partisipasi Masyarakat Agustina Erni, mengungkapkan berbagai kemajuan yang dicapai KPPPA selama empat tahun terakhir.
Menurut Yohana ada banyak kemajuan yang dicapai pemerintah, mulai dari regulasi yang melindungi perempuan dan anak hingga membangun jaringan dengan lembaga masyarakat hingga tingkat paling bawah.
Dari sisi regulasi, sudah ada sejumlah aturan yang diterbitkan Undang-Undang (UU) No.17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, UU No.18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Peraturan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan No.2 Tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Pemberantasan TPPO 2015-2019, Peraturan Kepala BKN No.24 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Cuti Pegawai Negeri Sipil.
Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana. PP No.44 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak, dan Perpres No 61 Tahun 2016 tentang KPAI.
Untuk melindungi anak, selama empat tahun Kementerian PPPA telah membangun ruang-ruang untuk memfasilitasi tumbuh kembang anak agar semakin baik dan merata di Indonesia. Hingga 2017 sudah ada 343 kabupaten/kota yang menyatakan komitmen untuk menuju kabupaten/kota layak anak. Di daerah sudah terbentuk 466 forum anak, 87 unit pusat kreativitas anak, 719 unit Puskesmas Ramah Anak, 81 Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), dan 10.210 unit sekolah ramah anak.
“Hingga April 2018, pemerintah telah menyediakan 263 tempat pengaduan dan pelaporan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan atau P2TP2A. Di 32 provinsi dan 192 kabupaten/kota sudah terbentuk Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang,” papar Yohana.
Tak hanya itu, menurut Yohana sampai saat ini KPPPA telah memberikan 418 mobil perlindungan (molin) dan 406 motor perlindungan (molin) di 34 provinsi dan 213 kabupaten/kota.
“Itulah terobosan-terobosan yang KPPPA lakukan selama empat tahun terakhir,” katanya.
KDRT masih tinggi
Vennetia menambahkan kedeputian PHP memberikan perhatian terhadap sejumlah isu, seperti kasus kekerasan dalam rumah tangga yang masih tinggi dan penanganan korban yang belum maksimal. Begitu juga dengan kasus kekerasan berbasis jender pada situasi darurat dan kondisi khusus (konflik, bencana, lanjut usia, dan penyandang disabilitas) yang masih tinggi.
“Kasus pelanggaran hak tenaga pekerja juga masih tinggi, termasuk kasus tenaga kerja Indonesia. Pembentukan kelompok bina keluarga TKI dari tahun ke tahun terus kita tingkatkan,” kata Vennetia.
Terkait perlindungan anak, Lenny menambakan pemerintah juga memberi perhatian terhadap hak sipil dan informasi layak anak.Misalnya mensosialisasikan pentingnya akta lahir, untuk memudahkan anak mendapat hak-haknya seperti pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial lainnya, termasuk mencegah perkawinan anak, perdagangan anak, dan pengangkatan anak ilegal.
Dengan program-program tersebut, menurut Yohana, KPPPA terus berupaya semaksimal mungkin, kendatipun fungsi lembaganya hanya sebatas kementerian koordinatif.