JAKARTA, KOMPAS —Nani Soedarsono, Menteri Sosial pada 1983-1988, meninggal, Sabtu (16/2/2019) di RS Medistra, Jakarta. Menurut rencana, jenazah Nani dimakamkan Minggu (17/2) pukul 10.00 di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
”Mami meninggal karena infeksi paru-paru sejak sebulan lalu,” ujar Danny Soedarsono, putri kedua Nani, ditemui Kompas di rumah duka di Duren Tiga, Jakarta.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengenang Nani sebagai menteri yang peka terhadap urusan sosial dan politik.
Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial Hartono Laras mengatakan, ”Langkah aktif beliau di berbagai organisasi sosial mempercepat jangkauan pelayanan sosial.”
Berdasarkan arsip Kompas, Nani dilahirkan dari keluarga pamong praja pada 28 Maret 1928 di Purwodadi, Jawa Tengah. ”Dalam hitungan penanggalan China, saya shio Naga. Bukan sembarang naga, tetapi menurut kalender, naga istimewa yang hanya datang ke bumi sekali setiap 60 tahun,” ujarnya (Kompas, 2 April 1998).
Ketika sekolah di Salatiga, Nani gadis bergabung dengan pasukan Tentara Pelajar Batalyon 200 saat berlangsung perang kemerdekaan.
Kemudian, setelah menjadi gerilyawan, Nani menjalani berbagai pekerjaan. Mulai dari perias kecantikan hingga guru dan dosen; mulai dari penyiar RRI Yogyakarta (1955-1962) hingga menjadi pegawai negeri sipil di Departemen Perhubungan.
Ketika menjadi PNS, tahun 1964, Nani mulai terjun ke politik dengan bergabung pada Sekber Golkar. Kemudian, tahun 1973 ia menjadi Sekretaris Bidang Wanita DPP Golkar, Sekjen Kowani, dan pada 1978 menjadi Wakil Ketua DPP Golkar. Pada Pemilu 1982, Nani juga terpilih sebagai anggota DPR/MPR mewakili Golkar di Jawa Timur.
Sabtu (19/3/1983), Nani, lulusan FH UGM, dilantik menjadi Menteri Sosial pada Kabinet Pembangunan IV. Nani yang kemudian dijuluki ”singa betina” itu merupakan perempuan pertama di era Orde Baru yang ditugasi memimpin sebuah departemen.
Setelah tidak menjadi menteri, Nani jadi pengusaha mutiara, sebuah bisnis yang dulu dirintis almarhum suaminya.
”Kekayaan lautan Indonesia nyaris tak ada batasnya. Masak kita biarkan saja orang asing secara leluasa mengeruk kekayaan alam kita?” ujar Nani, yang juga pengampu Sanggar Tari Sekar Budaya Nusantara. (RYO/E12/E20)