Peran filantropi dalam upaya mendukung peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia makin kuat. Kolaborasi antarfilantropi yang berfokus pada bidang pendidikan telah dibentuk. Harapannya, sumber daya yang dimiliki saling terintegrasi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran filantropi dalam upaya mendukung peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia semakin kuat. Kolaborasi antarfilantropi yang berfokus pada bidang pendidikan telah dibentuk. Harapannya, sumber daya yang dimiliki bisa saling terintegrasi sehingga dampak perubahan yang dihasilkan pun bisa semakin besar.
Penyelarasan kegiatan filantropi di bidang pendidikan secara resmi ditandai dengan peresmian piagam kluster pendidikan yang berada di bawah naungan Filantropi Indonesia pada Kamis (20/6/2019) di Jakarta. Tanoto Foundation ditunjuk sebagai penggerak pertama adanya kluster pendidikan. Selain kluster pendidikan, ada pula kluster pendidikan dan nutrisi, lingkungan dan konservasi, seni dan budaya, serta zakat on SDGs.
Adapun anggota yang tergabung dalam kluster pendidikan ini antara lain Tanoto Foundation, Yayasan Bakti Barito, Yappika Action-Aid, Sampoerna Foundation, Yayasan Arsitek 86 Peduli, dan Yayasan Indocement. Selain itu, tergabung juga Wahana Visi Indonesia, William and Lily Foundation, Unicef, Ancora Foundation, Yayasan Cinta Anak Bangsa, dan Dompet Dhuafa.
Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Hamid Abidin menyampaikan, pengembangan kluster pendidikan dilakukan agar program yang dilakukan gerakan lembaga filantropi bisa lebih fokus. Selama ini, gerakan filantropi masih berjalan sendiri-sendiri dan belum ada kolaborasi yang terstruktur.
”Setelah inisiasi ini dibentuk, identifikasi kebutuhan dan persoalan pendidikan bisa segera dilakukan. Dari persoalan yang sudah dipetakan bersama, setiap lembaga filantropi yang tergabung bisa saling berbagi, berkolaborasi, serta membangun kapasitas bersama dalam mencapai tujuan bersama, yakni perbaikan pendidikan,” ujar Hamid.
Menurut dia, kolaborasi yang dibentuk juga dapat mendorong adanya pemberdayaan masyarakat untuk jangka panjang. Filantropi jangan sekadar membantu masyarakat miskin dengan cara memberikan uang dan barang, tetapi juga membantu persoalan dasar dalam pengentasan warga dari kemiskinan. Untuk itu, kegiatan filantropi harus dilakukan secara terus-menerus dengan komitmen yang kuat.
Filantropi jangan sekadar membantu masyarakat miskin dengan cara memberikan uang dan barang, tetapi juga membantu persoalan dasar dalam pengentasan warga dari kemiskinan.
CEO Global Tanoto Foundation Satrijo Tanudjojo menyebutkan, kemitraan menjadi kunci dalam melakukan perubahan yang lebih baik. Perubahan tersebut termasuk menjadikan pendidikan di Indonesia lebih berkualitas dan berdaya saing di tingkat global.
”Selain mendorong kolaborasi dan kemitraan antarpegiat pendidikan, kami juga ingin memaksimalkan dampak filantropi pada pendidikan Indonesia. Kapasitas filantropi dan diseminasi praktik baik bisa ditingkatkan, advokasi kebijakan pun bisa semakin kuat dengan kolaborasi,” tuturnya.
Satrijo menambahkan, kinerja kluster pendidikan akan dimulai dengan pembahasan dan kesepakatan rencana kerja tahunan serta pembentukan kelompok kerja. Rencana kerja ini dibuat berdasarkan pemetaan kekuatan dan fokus setiap organisasi filantropi, seperti peningkatan kualitas guru, kepemimpinan dan manajemen sekolah, pendidikan anak usia dini (PAUD), serta pendidikan vokasi.
Pemetaan ini bertujuan agar pelaksanaan kerja bisa dilakukan secara lebih terarah dan saling melengkapi. Dengan begitu, hasil kinerja anggota kluster pendidikan dapat dirasakan banyak masyarakat Indonesia secara lebih efektif.
Insentif
Hamid mengungkapkan, insentif pajak perlu lebih didorong agar semakin banyak pihak yang terlibat dalam pemberdayaan untuk tujuan sosial ini. Menurut dia, insentif yang ada saat ini tidak sepadan dengan kesulitan yang ditempuh dalam mengklaim insentif pajak tersebut. Angka yang ditawarkan pun sangat kecil.
Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 93/2010 menyatakan, besarnya nilai sumbangan dan atau biaya pembangunan infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk satu tahun dibatasi tidak melebihi 5 persen dari penghasilan neto fiskal tahun pajak sebelumnya.
”Kami mengusulkan persentase dari nilai sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan neto dinaikkan besarannya. Insentif ini dibutuhkan agar semakin banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan filantropi,” ucap Hamid.