Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memastikan kebijakan penghentian pemberian izin di hutan alam primer dan gambut secara permanen ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Oleh
Ichwan Susanto
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar memastikan kebijakan penghentian pemberian izin di hutan alam primer dan gambut secara permanen ditandatangani Presiden Joko Widodo. Penghentian dilakukan setelah kebijakan tersebut diperpanjang setiap dua tahun sejak 2011.
”Sudah ditandatangani kemarin,” kata Siti Nurbaya, seusai meninjau stan pada Hari Konservasi Alam Nasional 2019 di Batam, Kepulauan Riau.
Kini regulasi itu diproses penomoran dan perundangannya. Informasi tersebut setelah aktif mencari tahu draf kebijakan moratorium. Hal itu mengingat Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penundaan dan Penyempurnaan Tata kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Hutan Gambut berakhir 17 Juli 2019.
Siti Nurbaya menyatakan, penghentian permanen pemberian izin di hutan alam primer dan gambut merupakan pembaruan dari Inpres Nomor 6 Tahun 2017. Penghentian pemberian izin tersebut diputuskan setelah mengevaluasi pelaksanaan moratorium selama delapan tahun terakhir.
Penghentian permanen pemberian izin di hutan alam primer dan gambut merupakan pembaruan dari Inpres Nomor 6 Tahun 2017.
Ia menyebutkan, areal penundaan pemberian izin itu digambarkan secara spasial dalam Peta Indikatif Penundaan Pemberian Ijin Baru (PIPPIB) yang diperbarui Kementerian Kehutanan (kini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/KLHK) tiap enam bulan sekali telah stabil. Areal PIPPIB sudah mempunyai luasan relatif stabil atau agak konstan atau tetap di angka sekitar 66 juta hektar (ha).
Dipertanyakan
Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Muhammad Teguh Surya mempertanyakan evaluasi tersebut. Sebab, tak ada penguatan dari substansi dan dasar hukum setelah delapan tahun pelaksanaan inpres moratorium. Kondisi di lapangan membutuhkan perlindungan hutan alam menyeluruh, peninjauan ulang perizinan, penegakan hukum dan pengawasan, serta penyelesaian konflik.
Berdasarkan draf terakhir inpres, ujarnya, kebijakan moratorium masih mengakomodasi pengecualian yang rentan melanggengkan penguasaan korporasi yang mengatasnamakan kepentingan obyek vital nasional. Hal itu dievaluasi pemerintah dan menjadi penguatan dalam penyusunan kebijakan penghentian izin di hutan alam primer dan gambut.
Teguh Surya mengatakan, dalam penyusunan PIPPIB, luasan berkurang seluas 3 juta ha. Ia menyayangkan, penurunan luasan amat besar itu tak dijelaskan secara transparan penyebabnya oleh kementerian.
”Tidak ada penjelasan di mana wilayah pengurangan tersebut dan untuk kepentingan apa/siapa, serta mekanismenya tidak jelas dan tidak mumpuni bagi publik untuk berpartisipasi (proses tertutup),” ucapnya.
Lebih lanjut, terkait angka 66 juta ha luas areal PIPPIB yang dikatakan KLHK telah stabil, ia mempertanyakan nasib hutan di luar luasan tersebut. Ia menyebutkan, Status Hutan dan Kehutanan Indonesia yang disusun KLHK (2018) menunjukkan luas hutan alam Indonesia 89,4 juta ha yang 6,9 juta ha berstatus area penggunaan lain. Artinya, ada 23,4 juta ha hutan alam yang tak terlindungi dari sasaran lokasi pemberian izin.
Tidak ada penjelasan di mana wilayah pengurangan tersebut dan untuk kepentingan apa/siapa, serta mekanismenya tidak jelas dan tidak mumpuni bagi publik untuk berpartisipasi (proses tertutup).
Di sisi lain, Teguh Surya menunjukkan sejumlah angka dan kebijakan yang membutuhkan penjelasan pemerintah. Di antaranya, pada rancangan teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), akan dipertahankan tutupan hutan Indonesia seluas 94 juta ha pada 2025. Pada Rencana Kehutanan Tingkat Nasional (RKTN) 2011-2030, diagendakan ekspansi izin usaha pemanfaatan hasil hutan-hutan tanaman atau hutan tanaman industri seluas 5 juta ha.
”Apakah inpres tersebut telah disinkronisasi RPJMN dan RKTN? Jika tidak, situasi ini semakin membingungkan dan berpotensi menjadi loophole mendeforestasi dan mengancam keberhasilan pencapaian komitmen Iklim,” ucap Teguh Surya.