Bersihkan Laut dari Sampah
Komunitas Divers Clean Action atau DCA mengajak masyarakat, khususnya generasi muda, untuk peduli masalah sampah laut. Tak hanya rutin menggelar aksi bersih laut lewat kegiatan menyelam, DCA juga menggaungkan ajakan untuk pengelolaan sampah di daratan. Dengan demikian, laut pun bersih dari sampah.
Wajah Swietenia Puspa Lestari, inisiator dan Direktur Eksekutif Divers Clean Action (DCA), tidak menunjukkan rasa lelah meski harus bangun pagi-pagi untuk terbang dari Jakarta menuju Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada 16 Agustus 2019. Dia mengawal program #KFCGoodJourney.
Swietenia atau akrab disapa Tenia gembira bisa menyaksikan kehadiran anak muda alumnus program Indonesian Youth Marine Debris Summit (IYDMS) yang digagas DCA. Hal itu menjadi bukti kontribusi nyata program tersebut di daerah.
Mata Tenia menyaksikan sejumlah pemuda yang tergabung di Komunitas Nusantraksi, yang ikut dalam program IYMDS pertama kali tahun 2017, mampu menyosialisasikan pentingnya mengelola sampah bagi siswa di SD Neger 47 Ampenan, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Lokasi sekolah berada di kawasan perkampungan nelayan dan pantai. Bahkan, Nusantraksi membantu kegiatan ekstrakurikuler untuk mengolah sampah menjadi barang berguna lewat kegiatan ”Save Our Paper and Plastic”.
Ketika rombongan DCA bersama KFC tiba, puluhan siswa berkumpul di ruangan kelas yang dibuka sekatnya. Para siswa menunjukkan kebolehan mereka memainkan lakon wayang dari plastik yang didampingi Sekolah Pedalangan Wayang Sasak.
Sejumlah lakon wayang dibuat dari sampah plastik yang menceritakan tentang buruknya membuang sampah plastik. Anak SD yang membuang sampah plastik sembarangan ditakuti wayang plastik raksasa yang badan dan kepalanya penuh sampah plastik.
”Apakah kita sanggup bersama-sama menjaga lingkungan dengan mendaur ulang sampah? Kita enggak mau dihantui sampah yang bisa membuat kita sakit. Jadi, adik-adik jangan buang sampah sembarangan, ya,” pesan Tenia kepada anak- anak.
Inisiatif DCA itu merangkul anak muda berusia 18-25 tahun dari 34 provinsi untuk ikut mengatasi masalah sampah laut. Dua tahun sekali IYMDS digelar, puluhan anak muda diundang ke Jakarta untuk mendapatkan pemantapan agar panggilan hati mereka peduli pada masalah sampah laut semakin berbuah aksi nyata.
Dalam program itu, mereka bertemu dengan aktivis lingkungan hidup sehingga mereka kian semangat untuk mengembangkan inisiatif pengelolaan sampah di daerah. Ada pula kunjungan ke Kepulauan Seribu yang merupakan markas DCA dalam mengelola sampah laut. Kegiatan yang dilakukan antara lain mengunjungi bank sampah yang dikelola masyarakat, memanfaatkan sampah plastik jadi ecobrick, hingga menyelam sambil membersihkan laut.
Menurut Tenia, IYMDS merupakan salah satu program penting untuk mengembangkan komunitas yang luas. Dengan demikian, DCA tidak terbatas buat penyelam.
IYMDS juga menjadi wadah bagi para pemuda inisiator perubahan di daerah masing-masing. ”Mereka datang dengan ide-ide terbaik. Pemuda Indonesia bersemangat serta berkomitmen mewujudkan aksi mengurangi masalah sampah di Indonesia sejalan dengan Kebijakan Strategi Daerah untuk mengurangi 70 persen sampah laut bersama,” ujar Tenia.
Tenia menambahkan, melihat semangat peserta IYMDS, masih ada harapan generasi muda dapat menikmati kelestarian laut pada masa depan. Peserta bersama sukarelawan juga mengumpulkan data sampah pesisir yang diunggah ke www.marinedebris.id untuk mematahkan prediksi dunia yang menyatakan Indonesia adalah penyumbang sampah plastik ke lautan terbesar nomor dua di dunia.
”Saatnya kita bangga dan menunjukkan sumbangsih pemuda dalam memecahkan masalah sampah laut ke dunia,” ujar Tenia.
Salah satu peserta IYMDS, Rayasa Puringgar, mahasiswa Universitas Nusa Cendana di Mataram, tertarik terlibat isu sampah karena merasa harus membangun kepedulian diri sendiri. Setelah selesai mengikuti program, Rayasa dan teman-temannya menggandeng anak muda dari Nusa Tenggara Timur dan NTB untuk bergabung di Nusantraksi.
”Saya terlibat di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di Mataram. Jadi, sekalian saja pengelolaan sampah dan isu sampah laut disosialisasikan kepada anak-anak sekolah yang tergabung di LPA,” ujar Rayasa.
Hobi menyelam
Pembentukan komunitas DCA diawali oleh Tenia bersama teman-temannya yang mempunyai hobi menyelam. Mereka memahami betul, keindahan laut tak seperti yang dibayangkannya.
Di bawah permukaan laut, sampah-sampah plastik mengancam kehidupan penghuni laut. Salah satu kawasan yang terlihat menyedihkan bagi Tenia adalah Kepulauan Seribu, yang pesisir dan bawah lautnya sudah tercemar sampah.
Saat menyelam pun dimanfaatkan Tenia dan rekan sesama penyelam untuk mengumpulkan sampah di bawah laut. Namun, inisiatif sendiri-sendiri itu dirasa tidak cukup untuk mengatasi pencemaran laut, utamanya akibat sampah.
Ide membuat komunitas para penyelam yang peduli pada pencemaran laut muncul tahun 2015. Tenia dan beberapa penyelam membentuk komunitas DCA yang menggandeng anak-anak muda untuk peduli pada isu sampah laut.
Tenia mengatakan, DCA menggelar kegiatan tiap bulan di Jabodetabek. Ada kesempatan untuk menjadi sukarelawan dalam kegiatan bersih-bersih pantai di Kepulauan Seribu. Beberapa tempat yang menjadi tujuan untuk kegiatan bersih sampah laut di antaranya Pulau Untung Jawa, Pulau Harapan, dan Pulau Pramuka.
Selain itu, ada tawaran Ecotrip tiap bulan untuk ikut membersihkan sampah laut. Biaya kegiatan mulai dari Rp 500.000 sampai Rp 1,5 juta. Ecotrip mengajak peserta datang ke pulau untuk trip zero waste. Kegiatannya antara lain menemui masyarakat binaan, makan dengan katering zero waste, menghubungkan dengan bank sampah dan ibu-ibu PKK soal pemilahan sampah dan membuat kerajinan ecobrick.
Bagi yang mau menjadi sukarelawan, ada pilihan empat pilar, yakni riset, pengembangan masyarakat, kerja sama perusahaan, dan edukasi. ”Biasanya enggak bayar. Tinggal kirim CV, sebutkan alasan mau bergabung, dan tertarik di bidang apa. Bisa mendapat kesempatan untuk ikut kegiatan. Sukarelawan bisa memperoleh sertifikat. Ada laporan mereka sudah bantu dalam berapa jam,” ujar Tenia.
Dari data DCA, sekitar 1.500 volunter terlibat, tersebar dari Indonesia dan Asia Tenggara. Kebanyakan pemuda berusia 18-35 tahun.
Ada yang tertarik karena melakukan riset sampah laut, ada pula yang tertarik diving. Apabila sudah berkomitmen untuk mengikuti kegiatan DCA, siapa pun harus membiasakan diri dengan gaya hidup minim sampah.