Menteri Kesehatan Tunda Aturan Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
Penundaan pemberlakuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit karena isinya tak selaras dengan napas pelayanan kesehatan. Kementerian Kesehatan akan mengkaji ulang.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memutuskan untuk menunda pemberlakuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tahun 2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Pasalnya, aturan tersebut tidak selaras dengan napas pelayanan kesehatan.
“Permenkes No 30/2019 di-pending (ditunda) dulu karena itu belum cocok dengan napas pelayanan kesehatan. Kemudian kita akan mendengarkan semua aspirasi dari sektor terkait, seperti PERSI (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) dan juga masyarakat. Kalau belum cocok dan harus dilihat kembali, kenapa tidak kita tunda dulu dan nanti kita buat yang lebih cocok dengan melibatkan semua komponen masyarakat,” kata Terawan saat ditemui di Kantor Kementerian Kesehatan di Jakarta, Senin (4/11/2019).
Keputusan penundaan tertuang dalam Surat Edaran NOMOR HK.02.01 /MENKES/606/2019 tentang Penundaan Pemberlakuan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2019 Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
Pada surat yang ditandatangani Menteri Kesehatan pada 4 November 2019 itu tertulis pemberlakuan peraturan tersebut ditunda sampai dengan adanya kajian untuk penyempurnaan. Penyesuaian waktu peralihan dilakukan untuk tetap menjaga kesinambungan penyelenggaraan rumah sakit dan pemenuhan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Ketua Kompartemen Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) PERSI, Daniel Wibowo berpendapat, penundaan pemberlakuan Permenkes Nomor 30/2019 perlu dilakukan. Hal ini karena ketentuan klasifikasi dan perizinan rumah sakit dalam peraturan itu tak bisa diterapkan di seluruh Indonesia.
“Perlu dilakukan terlebih dahulu pemetaan kebutuhan fasilitas dan SDM (sumber daya manusia) di setiap kabupaten ataupun kota. Pemetaan juga harus dilakukan terkait ketersediaan SDM dokter dan rumah sakit yang ada. Jadi diperlukan kajian lebih lanjut untuk diatur kembali sambil mendengarkan masukan dari lebih banyak pemangku kepentingan,” ujarnya.
Untuk diketahui, Permenkes Nomor 30/2019 mulai diberlakukan pada 26 September 2019. Dalam peraturan tersebut, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan kriteria bangunan dan prasarana, kemampuan pelayanan, sumber daya manusia, dan peralatan.
Rumah sakit umum kelas A dan kelas B memiliki kemampuan pelayanan medik spesialis dan subspesialis. Adapun rumah sakit umum kelas C dan kelas D memiliki kemampuan pelayanan medik spesialis.
Aturan ini, khususnya ketentuan rumah sakit umum kelas C, menuai polemik karena mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat spesialis dasar dan empat penunjang medik spesialis.
Empat spesialis dasar yang ditentukan yakni spesialis kandungan, spesialis anak, spesialis penyakit dalam, dan spesialis bedah. Untuk penunjang spesialis tambahan yakni spesialis ortopedi, spesialis mata, dan spesialis paru.
Dengan begitu, pelayanan lain seperti cuci darah atau hemodialisa tidak lagi bisa dilakukan di rumah sakit tipe C dan tipe D.
Kondisi yang dinilai bakal memberatkan pasien Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) karena harus mengakses rumah sakit tipe A dan tipe B untuk mendapatkan layanan tersebut. Padahal, akses ke rumah sakit tipe A dan tipe B di beberapa daerah, masih terbatas.