Persoalan keuangan itu terkait pembayaran hak siar Liga Inggris kepada Mola TV. LPP TVRI sudah mengalokasikan anggaran untuk pembayaran hak siar dan akan dibayarkan pada awal tahun ini.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pemeriksa Keuangan memastikan temuan persoalan keuangan di Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia sudah selesai. Untuk itu, konflik antara Dewan Pengawas TVRI dan Direktur Utama TVRI Helmy Yahya tidak perlu berlarut.
Dewan Pengawas (Dewas) TVRI melalui surat Nomor 8/Dewas/TVRI/2020 memberhentikan Helmy sebagai Dirut LPP TVRI periode 2017-2022. Keputusan itu ditetapkan setelah pembelaan diri Helmy melalui surat tanggal 17 Desember 2019 tidak diterima Dewas LPP TVRI. Keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.
Dalam surat itu, Ketua Dewas memaparkan lima butir pertimbangan, yaitu pertama, Helmy dinilai tidak menjawab atau memberi penjelasan mengenai pembelian program siaran berbiaya besar, antara lain Liga Inggris dari pelaksanaan tertib administrasi anggaran TVRI. Kedua, terdapat ketidaksesuaian antara pelaksanaan rebranding TVRI dan rencana kerja yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan Tahun 2019 LPP TVRI. Hal ini mengakibatkan pembayaran honor satuan kerja karyawan tidak tepat waktu.
Ketiga, Dewas juga melihat adanya mutasi pejabat struktural di LPP TVRI yang tidak sesuai norma, prosedur, dan kriteria manajemen aparatur sipil negara. Keempat, Dirut dinilai melanggar beberapa asas umum pemerintahan yang baik (AUPB), terutama terkait penunjukan/pengadaan Kuis Siapa Berani. Kelima, Dewas menilai adanya inkoordinasi Dirut dengan kebijakan Dewas serta pengabaian keputusan dan/atau tindakan Dewas.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, di Jakarta, Jumat (17/1/2020), mengatakan, BPK sudah menjalankan tugas dan kewenangannya untuk memeriksa persoalan keuangan di TVRI. ”Ada temuan persoalan keuangan. Direksi sudah menindaklanjuti. Artinya, sudah dikoreksi dan dianggap selesai,” tambahnya.
Persoalan keuangan itu terkait pembayaran hak siar Liga Inggris kepada Mola TV. LPP TVRI belum membayar hak siar karena menjelang akhir tahun harus menutup buku laporan keuangan.
Kendati demikian, kata Achsanul, LPP TVRI sudah mengalokasikan anggaran untuk pembayaran hak siar dan akan dibayarkan pada awal tahun ini. Bahkan, sudah terjalin kesepakatan dan Mola TV tidak keberatan dengan penundaan pembayaran itu.
”Masalah teknis saja. Uang negara tidak seperti swasta yang bisa langsung keluar. Anggaran harus masuk ke Kementerian Keuangan, lalu cair untuk dibayarkan. Kalau piutang macet dan tidak bisa dibayarkan, tentu LPP TVRI bermasalah,” ujarnya.
BPK pun sudah bertemu Dewas TVRI pada Kamis (16/1/2019). Dalam pertemuan itu, hanya empat dari lima anggota Dewas yang hadir. Di antara yang hadir, salah satunya menyatakan menolak pemberhentian Helmy, yaitu Supra Wimbarti. Menurut Achsanul, Supra menolak karena tuduhan pada Helmy tidak benar.
Dalam pertemuan itu pula, Achsanul meminta agar Dewas juga memperbaiki kinerjanya dan menjalin komunikasi yang lebih baik dengan direksi. Adapun hasil pertemuan dengan Dewas akan dikeluarkan pekan depan.
LPP TVRI sedang mengalami tren positif karena hadirnya program siaran, seperti Liga Inggris, Discovery, dan Kuis Siapa Berani. Bahkan, mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Semua itu tidak lepas dari perbaikan selama dua tahun terakhir.
Kondisi seperti itu, lanjut Achsanul, harus dipertahankan. ”Sebelumnya, aset tidak ketemu, piutang tidak jelas, ada yang fiktif. Sekarang sudah lebih transparan sehingga dapat WTP. Itu (WTP) kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya.
Mosi tidak percaya
Karyawan LPP TVRI menyayangkan pemberhentian Helmy. Puncaknya, mereka mengeluarkan mosi tidak percaya dan menyegel ruang Dewas.
Aksi itu dilakukan secara spontan seusai keluarnya surat pemberhentian Helmy pada Kamis (16/1/2020) sore. Para karyawan juga menyurati dan bertemu Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyampaikan penolakan terhadap keputusan Dewas.
”Karyawan kecewa, sudah tidak percaya kepada Dewas. TVRI sedang bagus-bagusnya, diapresiasi banyak pihak, tetapi malah seperti ini,” kata Agil Samal, karyawan yang bekerja sejak tahun 1992.
Karyawan mengakui pemberhentian merupakan wewenang Dewas sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI. Akan tetapi, pemberhentian harus sesuai aturan, seperti tidak melaksanakan tugas dengan baik, tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terlibat dalam tindakan yang merugikan TVRI, serta dipidana dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sementara Helmy Yahya tidak melanggar satu pun aturan yang ada. Menurut Agil, Dewas tidak bisa mengimbangi direksi yang berlari kencang untuk pembenahan LPP TVRI.
Sementara itu, operasional dan produksi LPP TVRI tetap berjalan normal. Sebab, layanan dan produksi kepada masyarakat harus terus berjalan. ”Intinya, kegiatan produksi tetap berjalan seperti biasa meskipun ada konflik antara Dewas dan Direktur Utama,” kata Imam Priyono, karyawan LPP TVRI.