KLHK Buka Diri Kerja Sama Baru dengan WWF Indonesia
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuka diri untuk mulai menyusun kerja sama baru dengan Yayasan WWF Indonesia. Titik temu diharapkan terjadi dan bermanfaat bagi kemajuan kerja-kerja konservasi di Indonesia.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuka diri untuk mulai menyusun kerja sama baru dengan Yayasan WWF Indonesia. Ini menjadi kabar baik bagi keberlangsungan kerja-kerja konservasi dan perlindungan lingkungan Indonesia di masa mendatang.
Dalam kerja sama baru mendatang, KLHK menginginkan agar ruang kerja sama tak hanya berkutat pada program-program konservasi. Di masa mendatang, kerja sama agar diperluas pada isu-isu lingkungan lain seperti perubahan iklim dan sampah.
Pada Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 32 Tahun 2020 tentang Akhir Kerja Sama Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Yayasan WWF Indonesia pun disebutkan, WWF Indonesia memperluas ruang lingkupnya dari sekadar program konservasi, yaitu dalam hal penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan, perubahan iklim, serta sampah.
”Yang penting (bagi WWF Indonesia melakukan) self evaluation. Itu tidak mudah, tetapi harus dilakukan. Kami di lapangan juga kerja. Harapan kami WWF Indonesia juga begitu dan ajukan (kerja sama) baru lagi dengan format baru,” kata Wiratno, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Jumat (31/1/2020), di Jakarta, seusai menjadi pembicara dalam diskusi Interfaith Rainforest Initiative Indonesia (IRI).
Cakupan dalam nota kesepahaman yang dibangun sejak tahun 1998 terlalu sempit.
Ditanya terkait pokok permasalahan sehingga KLHK mengambil langkah memutuskan kerja sama dengan WWF Indonesia, Wiratno menyebutkan cakupan dalam nota kesepahaman yang dibangun sejak tahun 1998 terlalu sempit. Saat itu, kerja sama WWF Indonesia dilakukan antara Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Soemarsono dengan Danudirdjo Ashari, Ketua Badan Pengurus Yayasan WWF Indonesia, 13 Maret 1998 di Jakarta. Kerja sama ini seharusnya berakhir pada tahun 2023.
Departemen Kehutanan berubah menjadi Kementerian Kehutanan dan sejak 2014, Kementerian Kehutanan dilebur dengan Kementerian Lingkungan Hidup menjadi KLHK. Nama Ditjen PHKA kemudian berubah menjadi Ditjen KSDAE.
Wiratno mengatakan, apabila dilakukan kerja sama baru, WWF Indonesia agar menyesuaikannya dan sekaligus dilakukan kerja sama lintas ditjen, seperti Ditjen Perubahan Iklim, Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3, ataupun ditjen lain terkait.
Alasan lain yang menjadi pertimbangan KLHK dalam memutus kerja sama dengan WWF Indonesia, kata Wiratno, adalah kejadian kebakaran di areal konsesi PT Alam Bukit Tigapuluh di Jambi. Perusahaan pemegang konsesi restorasi ekosistem (RE) seluas 38.000 hektar tersebut dimiliki oleh WWF Indonesia.
Dalam konferensi pers beberapa waktu lalu, WWF Indonesia menyebutkan kebakaran seluas 100 ha terjadi pada tapak yang sejak jauh sebelum izin konsesi RE diberikan menjadi sasaran pembalakan liar/perambahan serta kebakaran. WWF Indonesia terpanggil bekerja di situ untuk menghutankan kembali demi memulihkan habitat fauna ikonik Sumatera, yaitu harimau, gajah, dan orangutan sumatera.
”Kami juga berusaha memadamkan, tapi kalau kita dianggap tidak sempurna memadamkan, silakan tengok tempat lain lah, jadi kami tidak ingin mengatakan yang lainnya tidak berhasil, tidak. Tapi kami sudah berupaya sebaik mungkin, kalau tidak sempurna padamnya, ya, minta maaf,” kata Kuntoro Mangkusubroto, Ketua Badan Pembina Yayasan WWF Indonesia, 28 Januari 2020.
Hindari pencitraan
Wiratno mengatakan, WWF Indonesia agar membangun edukasi publik, bukan pencitraan pada publik. Ini dipicu saat memanasnya kasus kebakaran hutan dan lahan 2019, sejumlah artis pendukung WWF Indonesia memposting ”narasi” seragam. Ini membuat sejumlah pejabat KLHK meradang karena seolah-olah pemerintah tidak berbuat sesuatu untuk memadamkan kebakaran tersebut dan berselang lima hari dari kejadian kematian anggota Manggala Agni saat memadamkan api di Jambi.
”Kita kerja di lapangan itu lebih keren daripada kerja di medsos (media sosial),” kata mantan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Leuser tersebut.
Dia pun menyebutkan agar WWF Indonesia memperbaiki komunikasi. ”Komunikasi harus ditingkatkan. Komunikasi di bawah bisa saja baik, (tapi) di Jakarta bisa saja tidak konek (nyambung). Saya kira bottom up planning menjadi kunci dan perbaikan tata kelola bersama,” kata Wiratno.
Komunikasi harus ditingkatkan. Komunikasi di bawah bisa saja baik, (tapi) di Jakarta bisa saja tidak konek (nyambung).
Ditanya alasan penghentian kerja sama ini terkesan mendadak, ia mengatakan KLHK telah memberikan teguran. ”Mak bedunduk itu mungkin karena semuanya serba mendadak karena ada kebakaran kemarin dan macam-macam,” katanya.
Wiratno berulang kali menyarankan agar WWF Indonesia melakukan evaluasi diri setelah penghentian kerja sama ini. Pihaknya tetap membuka diri jika organisasi lingkungan yang memiliki jejaring WWF internasional di 100 negara tersebut ingin mengajukan kerja sama baru dengan KLHK. Apakah bisa tahun ini? ”Terserah WWF,” ucapnya.
Ditanya terkait kemungkinan mengajukan kerja sama baru dengan KLHK, pihak WWF Indonesia belum memberikan jawaban. Dalam pernyataan sikapnya menyikapi pemutusan hubungan kerja dengan KLHK pada 28 Januari 2020, WWF Indonesia menyatakan siap menjadi mitra kerja KLHK selama masa transisi dan seterusnya jika diminta.
WWF Indonesia pun berulang kali mengucapkan kata maaf meski mengaku tidak mengetahui kesalahan yang diperbuat sehingga menyebabkan pemutusan secara sepihak tersebut. Organisasi yang bekerja di Indonesia sejak tahun 1962 tersebut memastikan akan mematuhi dan menjalankan Surat Keputusan Menteri LHK Nomor 32 Tahun 2020.