Perayaan Imlek Tingkat Nasional yang digelar Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia membawa pesan agar persatuan di Indonesia terus dijaga demi kemajuan bangsa.
Oleh
Insan Alfajri
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perayaan Tahun Baru Imlek Tingkat Nasional yang digelar Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia membawa pesan agar persatuan di Indonesia terus dijaga demi kemajuan bangsa. Indonesia yang beragam dan kaya sumber daya alamnya menjadi bukti cinta Tuhan akan negeri ini dan seisinya.
Ketua Umum Dewan Rohaniwan Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Xs Budi S Tanuwibowo dalam sambuatan pada Perayaan Hari Raya Tahun Baru Imlek 2571 Kongzili Tingkat Nasional Matakin, Minggu (2/2/2020), di Jakarta, mengatakan, Indonesia adalah negeri yang paling dicintai Tuhan.
”Indonesia adalah negeri yang paling dicintai Tuhan. Tidak ada satu pun negeri di dunia ini yang lebih indah dari Indonesia. Tetapi, mengapa Indonesia belum semaju negara lain? Karena kita sibuk bermusuhan antarsesama anak bangsa,” katanya.
Menurut Budi, ada tiga syarat negara maju. Pertama, negara itu mempunyai letak geografis yang strategis. Kemudian, mempunyai kesempatan untuk maju. Indonesia dinilainya sudah mempunyai kedua hal itu.
”Akan tetapi, meskipun dua hal itu tak ada, masih ada satu yang tak boleh hilang: persatuan di antara rakyatnya,” ujarnya.
Pesan persatuan itu juga muncul di dalam acara. Selain atraksi barongsai yang pemainnya berasal dari berbagai agama, ada pula penampilan tarian Nusantara dari berbagai wilayah. Lagu-lagu nasional pun turut berkumandang di aula Jakarta Convention Center.
Dalam kesempatan ini pula, ia menekankan tentang pentingnya berbuat kebajikan. Umat Khonghucu meyakini bahwa kebajikan adalah jalan menuju Tuhan.
Oleh sebab itu, elite politik dan para pemimpin harus menjadi contoh bagi rakyat. Kebajikan tidak bisa ditanamkan dengan modal wibawa dan kekuasaan. Namun, pemimpin harus menjadikan dirinya sebagai teladan.
Tuhan sengaja menciptakan manusia berbeda-beda untuk sebuah tujuan: supaya kita saling mengenal. Kalau ada memaknai perbedaan untuk memusuhi orang lain, pasti dia salah menafsirkan agama.
Dengan demikian, masyarakat akan mengikuti pemimpin itu. Masyarakat tidak akan melanggar peraturan. Negara pun aman. ”Masyarakat bukan semata-mata karena takut hukum, tetapi karena merasa malu kalau berbuat tidak baik,” katanya.
Bulan Februari ini begitu emosional bagi Budi. Sebab, tepat pada bulan yang sama pada 20 tahun lalu, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid membolehkan perayaan Imlek. Masyarakat Tionghoa yang sebelumnya sulit mengekspresikan identitasnya, mulai mendapat tempat.
Dia berharap, masyarakat Tionghoa kian diterima oleh seluruh anak bangsa. Jangan lagi ada istilah ”asing dan aseng” karena sejatinya seluruh anak bangsa bersaudara.
Sejumlah elite politik menghadiri perayaan itu. Mereka, antara lain, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD; Menteri Agama Fachrul Razi; serta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Fachrul Razi menekankan tentang perlunya mencari titik tengah moderasi agama. Umat konservatif diajak untuk berpikir terbuka. Sementara umat yang terlampau moderat diajak untuk memahami pentingnya nilai religiositas.
Dia menyatakan bahwa keberagaman di Indonesia menjadi modal untuk saling mengenal. ”Tuhan sengaja menciptakan manusia berbeda-beda untuk sebuah tujuan: supaya kita saling mengenal. Kalau ada memaknai perbedaan untuk memusuhi orang lain, pasti dia salah menafsirkan agama,” katanya.