Kisah Generasi Muda Saat Pacaran
Generasi muda cenderung lebih terbuka. Hal ini perlu dibarengi dengan pendidikan seksual yang memadai.
Lima mahasiswi duduk melingkar di taman salah satu universitas negeri di Jakarta, Rabu (19/2/2020) sore. Mereka asyik berbincang satu sama lain. Kepada Kompas, mereka berlima mengaku memiliki pacar. Mereka adalah Se (19), Na (19), Ce (20), Ha (20), dan Me (19).
Se (19) sudah pacaran selama tiga tahun. Pada awal pacaran, mereka intens berhubungan intim. Belakangan, Se dan pacarnya yang juga masih mahasiswa itu berhubungan badan sekali dalam sebulan. Se dan pasangan memastikan bahwa aktivitas seksual itu dilakukan di tempat yang bersih. Ia mengaku jarang menggunakan pengaman saat berhubungan intim.
Untuk mengantisipasi kehamilan, Se menggunakan Flo, aplikasi yang memungkinkan penggunanya mengetahui jadwal menstruasi dan masa subur. Jika sedang subur, Se menghindari untuk berhubungan badan.
Se tidak mengonsumsi pil KB. Ia takut hal itu akan berpengaruh terhadap kesehatannya.
Adakalanya ia khawatir aktivitas seksual ini berujung pada kehamilan di luar nikah. Akan tetapi, hal ini jarang dibahas bersama pasangan. Ia merasa takut membayangkan mengalami kehamilan pada usia mudanya.
”Ya kalau, misalnya, amit-amit jadi, ya digugurin. Saya tidak siap (jadi orangtua). Apalagi orangtua saya keras soal ini. Jangan sampai isi deh,” kata perempuan berkulit terang ini.
Baca juga: Tersangka Klinik Aborsi Ilegal Bisa Bertambah
Na satu pandangan dengan Se terkait dengan kehamilan yang tidak diinginkan. Ia juga akan melakukan aborsi jika aktivitas seksualnya bersama pasangan berujung pada kehamilan. Kendati demikian, ia belum mengetahui tempat praktik aborsi di Jakarta.
Na dan pacarnya yang juga mahasiswa rutin berhubungan intim sekali seminggu bahkan bisa dua kali sepekan. ”Kecuali saat menstruasi,” kata perempuan yang pertama kali berhubungan badan saat kelas 2 SMA ini.
Na dan pacar menggunakan pengaman tatkala sudah merencanakan akan tidur bersama. Biasanya mereka akan menyewa penginapan dan membawa serta pengaman. Akan tetapi, apabila keinginan untuk berhubungan intim itu datang tiba-tiba, mereka tidak menggunakan pengaman.
Pernah suatu kali NA dan pacarnya tidur bersama tatkala NA dalam masa subur. Ia panik dan memutuskan untuk mengonsumsi morning after pill atau pil KB darurat. Menurut Na, obat ini diminum dalam rentang 24 jam sesudah berhubungan badan.
Lain lagi cerita Ha. Dia dan pasangannya hanya menggunakan pengaman pada sesi pertama saja. Ketika sesi kedua dan selanjutnya, pengaman itu dilepas. Sering kali pengaman itu dilepas ketika mereka berdua dalam pengaruh alkohol.
Ada masanya sebelum tidur bersama, mereka nongkrong dulu dengan teman-teman dan mengonsumsi alkohol. Ha menyerahkan pada profesionalitas pasangannya untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kehamilan. Menurut Ha, pacarnya yang kini bekerja di bidang desain grafis itu piawai menjaga tempo permainan.
Ha pertama kali berhubungan badan pada usia 16 tahun. Ia pernah rutin mengonsumsi pil KB. Sejak dua bulan terakhir, ia sudah tidak lagi mengonsumsi pil itu. ”Karena aku merasa berat badanku bertambah,” katanya.
Adapun Ce merupakan yang paling berani. Ia sudah berhubungan badan dengan mantan kekasihnya sejak kelas 2 SMA. Dari sekian kali tidur bersama, hanya sekali saja Ce menggunakan pengaman. Itu pun bukan karena takut hamil, tetapi karena penasaran bagaimana rasanya berhubungan dengan menggunakan pengaman.
Kini Ce punya pacar baru. Mereka baru resmi pacaran pada 15 Februari dan belum sempat berhubungan bada. Ce mirip dengan Ha. Dia tipikal orang yang meyakini ada cara mencegah kehamilan.
Ce dan Ha juga satu pandangan soal aborsi. Mereka sama-sama menolak pengguguran kandungan. Ce akan menyuruh pacarnya datang ke rumah orangtuanya jika dirinya hamil. Sementara Ha memilih untuk langsung menikah jika hamil.
Bicara soal pengalaman, Me adalah yang paling hijau. Perempuan berkulit sawo matang ini baru pada Januari lalu berhubungan intim untuk pertama kalinya. Itu pun tidak sengaja.
Saat itu, Me baru berpacaran dua bulan dengan lelaki yang satu jurusan dengannya. Niat awalnya hanya ingin nongkrong saja bersama pacar. Tetapi, kemudian sang pacar memesan penginapan. Mereka akhirnya menginap dan melakukan hubungan intim. ”Aku seperti masih kayak belum benar-benar ikhlas gitu, lho,” katanya.
Dia pun akan memilih aborsi jika hamil sebab arah hubungan dia dan pacarnya tergolong rumit. ”Kami beda (agama),” katanya.
Tak selalu pengikat
Dari kelima narasumber ini, hanya Ha yang memiliki perasaan keras terhadap pacar dan berharap sang pacar memenuhi janji untuk membawanya ke pelaminan. Sementara empat lainnya, Se, Na, Ce, dan Me, berpandangan bahwa aktivitas seksual hanyalah bumbu di dalam sebuah hubungan. Mereka tidak keberatan apbila suatu saat pasangan mereka pergi. Yang penting, alasan kepergian itu harus jelas.
”Mereka (pacar) seharusnya stay tanpa harus dibilang. Kalau mau cabut, ya, silakan cabut saja,” kata Ce.
Tidur saja
Di tempat terpisah, Ta (19) dan Mn (19, sedang duduk di kantin salah satu universitas swasta di Jakarta Barat. Mereka berdua mengaku punya pacar dan sudah berjalan sekitar satu tahun.
Ta dan Mn sama-sama indekos di Jakarta. Ta berumah di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, sementara Ma di Jakarta Timur.
Ada masanya Ta dan Ma membawa pacar mereka menginap di tempat indekos. Tetapi, mereka tidak melakukan hubungan intim. Mereka sekadar bercakap dan berangkulan tangan.
Ta, misalnya, mengibaratkan pacar seperti sahabat dekat. Mereka meyakinkan pacar untuk tidak dulu melakukan hubungan intim. Ia masih teringat pesan orangtua agar menjaga diri ketika tinggal di tempat indekos.
Sementara Ma selalu ingat pesan ibunya agar tidak mudah memercayai lelaki. Jika sudah kadung berhubungan intim, kemudian berpisah, besar kemungkinan si mantan akan mengumbar dan menceritakan perbuatan itu kepada teman-temannya. Ma tak senang dengan itu. ’Eh, itu bekas gue tuh’. ”Masak nanti kita dibilang begitu. Itu, kan, sangat menyakitkan,” kata perempuan berambut pirang ini.
Berbeda dengan beberapa orang di atas, tiga mahasiswi di universitas negeri di Jakarta Timur malah memilih untuk tidak pacaran dulu. Mereka adalah N (19), S (19), dan J (19).
Baca juga: Komplotan Penjual Obat untuk Aborsi di Malang Ditangkap
N menceritakan, orangtuanya tidak melarang pacaran. Tetapi, ia memilih untuk fokus dulu ke pelajaran. Malah, nantinya ia membuka peluang agar dijodohkan saja oleh ibunda.
Sementara S memang dekat dengan beberapa lelaki. Tetapi, hanya sekadar mengobrol lewat media sosial. Sesekali mereka jalan bersama, tetapi tidak berencana untuk pacaran.
S heran. Orang pacaran lalu putus. Putus kemudian pacaran lagi. ”Untuk apa semua itu,” katanya.
Rentan aborsi
Seksolog Boyke Dian Nugraha menjelaskan, generasi muda cenderung lebih terbuka dan lebih berani melakukan aktivitas seksual. Sayangnya, hal itu tidak dibarengi dengan pendidikan seksual yang cukup.
Menurut dia, risiko kehamilan tetap ada meski pasangan berhubungan intim di luar masa subur. Sebab berdasarkan sejumlah riset, perempuan yang mengalami orgasme bisa saja melepaskan sel telur meski di luar masa subur.
”Seks memang hak asasi. Tetapi, pengetahuan terkait hal ini tak cukup dengan mengandalkan internet saja. Karena, akibatnya apa? Terjadi kehamilan di luar nikah yang membuat maraknya tempat aborsi yang sekarang kena gerebek itu,” katanya.
Beberapa waktu lalu, Kepolisian Daerah Metro Jaya mengungkap praktik aborsi ilegal di sebuah rumah di Jalan Paseban Raya, Jakarta Pusat. Polisi menetapkan tiga tersangka, salah satunya dokter.