Seni pertunjukan mengajak publik mengalami sesuatu. Salah satu fondasi seni kontemporer ini mencoba masuk ke lubuk sanubari pemirsanya.
Oleh
Nawa Tunggal
·2 menit baca
Seni pertunjukan mengajak publik mengalami sesuatu. Salah satu fondasi seni kontemporer ini mencoba masuk ke lubuk sanubari pemirsanya.
Pernahkah terbayang untuk sebuah perhelatan seni, senimannya berada di tengah para pemirsanya lalu melepas seekor ayam, mengejarnya, dan menangkap ayam itu? Apa yang terjadi dengan para pemirsanya?
Penonton mungkin akan geli, gemas, atau kesal bercampur aduk ketika melihat sang seniman berkejaran dengan ayam. Para pemirsa pun turut mengalami apa yang dilakukan dan dirasakan senimannya. Seni pertunjukan ini pernah ditampilkan seniman kontemporer asal Solo, Melati Suryodarmo (51), di Berlin, Jerman, 2001. Karya itu berjudul Why Let The Chicken Run?
Kini, Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Macan) di Jakarta memanggungkan kembali pertunjukan itu dalam pameran tunggal pertama Melati di museum dan penampilan perdana manifesto karya seniman Jerman, Julian Rosefeldt, di Indonesia. Pameran berlangsung 28 Februari sampai 31 Mei 2020.
Melati menampilkan 12 karya seni pertunjukan yang diciptakannya sejak 2001 melalui rekaman video dan pertunjukan langsung. Akhir pekan lalu, Melati menampilkan karyanya, I’m a Ghost in My Own House, yang berdurasi 12 jam. Di situ Melati menggunakan alat tradisional batu giling untuk menggiling arang-arang kayu hingga menjadi debu hitam.
Di sini, Melati tidak sekadar ingin menampilkan ketahanan fisik, tetapi ia juga mengajak pemirsa ikut mengalami penggilingan bahan organik kayu yang diubah menjadi arang sebagai energi kehidupan.
Menurut Melati, pertunjukan yang ia bawakan berbeda dengan seni pertunjukan pada umumnya. ”Yang paling penting, dengan seni performance (demikian ia mengistilahkan) itu kita bisa memahami sebuah pengalaman bersama dengan kesaksian tubuh kita,” ujarnya.
Tradisi manifesto
Berbeda dengan Melati, pada pameran ini, Julian menampilkan 13 layar video seni berisi manifesto atau pernyataan sikap para pemikir dan perupa abad ke-20. Deretan nama pemikir dan perupa itu antara lain Karl Marx, Friedrich Engels, Lucio Fontana, Fillipo Tommaso Marinetti, Bruno Taut, Vasily Kandinsky, dan Franz Marc.
Melalui video-video seni, Julian memberi penghormatan kepada tradisi manifesto para perupa. Ia juga menegaskan peran penting para perupa hingga masa kini. ”Dengan menampilkan karya Melati dan Julian, kami ingin memberikan nilai tambah pengalaman datang ke museum,” kata Direktur Museum Macan Aaron Seeto. (MED)