Pemerintah terus memperbaiki komunikasi publik terkait upaya pencegahan dan penanganan ”corona virus disease 2019” atau Covid-19. Upaya ini dilakukan agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus memperbaiki komunikasi publik terkait upaya pencegahan dan penanganan coronavirus disease2019 atau Covid-19. Upaya ini dilakukan agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat.
Tenaga Ahli Utama Kepresidenan, Dany Amrul Ichdan, mengakui, Pemerintah Indonesia tidak bisa memberikan data dan informasi yang terlalu transparan, tetapi akan membuat paparan strategis beserta visualisasi untuk dipaparkan kepada publik. Langkah ini diambil agar tidak menimbulkan kepanikan baru.
”Kami (pemerintah) tidak bisa setransparan negara-negara lain, tetapi kami akan menjalankan prosedur sesuai protokol yang ada tanpa menimbulkan efek domino yang negatif. Alamat dan identitas pasien yang ditutupi bertujuan agar pencegahan dan penanganan dapat lebih efektif dilakukan,” kata Dany di Jakarta, Rabu (11/3/2020).
Paparan ini disampaikan dalam Forum Diskusi Salemba bertemakan ”Komunikasi Kepemimpinan dan Krisis Mengelola Wabah Virus Korona (Covid-19)”. Hadir pula sebagai narasumber, antara lain, mantan Menteri Kesehatan RI 2014-2019 Nila Djuwita Anfasa Moeloek; Spesialis Mikrobiologi Klinik Rumah Sakit Universitas Indonesia (UI), Budiman Bela; Spesialis Pulmonologi Rumah Sakit UI, Raden Rara Diah Handayani; dan Ketua Policy Center Ikatan Alumni UI 2019-2022 Jibriel Avessina.
Alur komunikasi publik, kata Dany, memang menjadi tantangan. Untuk itu, Kantor Staf Presiden menerbitkan lima protokol yang mengintegrasikan kementerian dan lembaga terkait, yakni protokol kesehatan, komunikasi, area pendidikan, area publik dan transportasi, serta pengawasan perbatasan.
Nila menyampaikan, Indonesia memang harus siap dalam menghadapi kasus penyebaran Covid-19 yang sudah menjadi masalah global. Kesiapan khususnya harus datang dari rumah sakit-rumah sakit yang menjadi rujukan, termasuk para tenaga kesehatan.
Selain itu, Nila juga menyarankan, agar pencegahan dan penanganan Covid-19 lebih efektif, sebaiknya dibuat penanganan secara regional. Dengan begitu, tidak semua upaya harus datang dari pusat.
”Negara kita ini besar. Saya mau usul, misalnya dibuat regional sehingga penanganan menjadi lebih efektif dan juga harus melibatkan tanggung jawab dari pimpinan daerah. Jadi bukan semua dari pusat. Kalau begini, kita enggak akan kuat,” tutur Nila.
Jibriel pun meminta agar pemerintah nantinya mengevaluasi proses komunikasi publik yang terjadi terkait isu Covid-19. Dengan begitu, akan ditemukan di mana titik lemahnya sehingga penanganan ke depan akan lebih baik.
”Misalnya, sejak adanya penyebaran Covid-19 di sejumlah negara pada bulan Januari, mengapa juru bicara di Indonesia untuk kasus Covid-19 baru ditunjuk pada bulan Maret saat ditemukan adanya kasus positif Covid-19? Ini (komunikasi publik) harus dievaluasi, di mana titik lemahnya,” kata Jibriel.
Proteksi diri
Budiman Bela menyampaikan, penyebaran severe acute respiratory syndrome coronavirus atau (2 SARS-CoV-2) yang memicu Covid-19 memang lebih masif dibandingkan dengan SARS. Namun, tingkat kematian lebih rendah, yaitu sekitar 2 persen, sementara tingkat kematian akibat SARS mencapai 9 persen.
Penyebaran virus yang masif, kata Budiman, disebabkan manusia belum pernah mengalami infeksi tersebut sehingga belum memiliki kekebalan tubuh. ”Vaksinnya pun belum keluar hingga saat ini,” katanya.
Untuk itu, penting bagi setiap kita memproteksi diri. Misalnya, dengan menggunakan masker saat batuk dan flu atau saat kontak langsung dengan orang-orang yang sedang sakit. Upaya ini untuk meminimalkan penyebaran virus, khususnya kepada mereka yang berusia rentan.
”Tingkat kematian untuk orang berusia di atas 80 tahun mencapai 14,8 persen, sementara yang di bawah usia 10 tahun itu belum ada kematian sampai sekarang. Jadi, tugas kita untuk menjaga mereka yang rentan,” kata Budiman.
Raden Rara Diah Handayani menyatakan, semua orang berisiko untuk terinfeksi Covid-19. Namun, bagi mereka yang memiliki penyakit diabetes, hipertensi, stroke, dan hipertiroid akan memiliki risiko terinfeksi lebih berat.
Sebagai upaya pencegahan, saat ini, baik orang dalam pemantauan maupun pasien dalam pengawasan, semua akan diperiksa apakah terinfeksi Covid-19 atau tidak, khususnya bagi mereka yang memang pernah berkontak langsung dengan orang yang terinfeksi Covid-19.
”Tadinya orang dalam pemantauan tidak diperiksa. Namun, sekarang, dengan adanya kasus, ada perubahan. Jadi, orang dalam pemantauan, terutama memang kontak dengan kasus terkonfirmasi, sekarang diperiksa. Sebab, memang akan ada risiko terinfeksi,” tutur Diah.