Sejak kebijakan ”work from home” dilakukan, tingkat kekerasan terhadap anak dan istri meningkat.
Oleh
Anita Yossihara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 tak hanya berdampak buruk pada perekonomian, tetapi juga kesehatan mental masyarakat. Tekanan psikis yang dialami masyarakat terdampak Covid-19 mengakibatkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak mengalami peningkatan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, dalam jumpa wartawan virtual bersama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Rabu (29/4/2020), mengungkapkan, sejak awal ditemukannya kasus positif Covid-19 pada 2 Maret hingga 25 April, terdapat 643 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan jumlah korban mencapai 684 orang.
”Ada laporan dari LBH APIK, dan kami juga mendapatkan informasi dari mitra dan data Simfoni PPPA, tanggal 2 Maret sampai 25 April 2020, tercatat ada 275 kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa dengan total korban 277 orang. Demikian juga berkaitan dengan anak ada 368 kasus kekerasan dengan korban 407 anak,” katanya.
Lembaga Bantuah Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) sendiri menerima pengaduan 59 kasus kekerasan selama 16-20 Maret. Tak hanya pemerkosaan, pelecehan seksual, dan pornografi daring, sebagian kasus yang dilaporkan tergolong kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Peningkatan kekerasan terhadap perempuan dan anak ditengarai terjadi karena tekanan psikologi yang dialami masyarakat akibat pandemi Covid-19. ”Banyaknya aduan kekerasan dalam rumah tangga yang dilaporkan itu membuktikan adanya ancaman tekanan psikologi. Dan ternyata fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia,” kata Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu menjelaskan, pandemi Covid-19 membuat masyarakat dihadapkan pada situasi yang tidak menentu. Kondisi itu diperparah dengan banyaknya kabar bohong serta informasi tak benar yang banyak beredar di media sosial.
Berdasarkan pernyataan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, awal Apri lalu, tekanan sosial dan ekonomi akibat pandemi Covid-19 telah menyebabkan meningkatnya kasus KDRT dengan korban para perempuan dan anak. Australia melaporkan terjadinya peningkatan akses pencarian daring terkait layanan bantuan KDRT hingga 75 persen. Sementara di Afrika Selatan terdapat 90.000 pengaduan kasus KDRT.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, dalam sebuah kesempatan, melaporkan bahwa 20 persen masalah pandemi adalah persoalan kesehatan, sedangkan 80 persen lainnya merupakan persoalan psikologi. Padahal, kesehatan mental juga menjadi salah satu faktor penentu imunitas sehingga menjaga jiwa tetap sehat juga penting untuk menghadapi Covid-19.
Layanan konsultasi
Karena itulah pemerintah memutuskan membuka layanan psikologis untuk sehat jiwa (sejiwa) bagi masyarakat umum. Layanan ini diberikan untuk membantu masyarakat menyelesaikan persoalan psikologis yang dialami akibat pandemi Covid-19.
”Melihat fenomena itu, kami memutuskan mengambil inisiatif, dan ini sudah disetujui Presiden (Joko Widodo). Dan kami bersyukur, hari ini bisa diluncurkan program Sejiwa,” kata Moeldoko.
Masyarakat yang membutuhkan layanan psikologis bisa langsung melakukan konsultasi dengan psikolog dengan menghubungi nomor 119. Layanan konsultasi psikologi juga dibuka di seluruh puskesmas dan rumah sakit umum.
Layanan konsultasi psikologi dampak Covid-19 juga disiapkan Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sejak awal April lalu, Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) membuka layanan dukungan psikologi (LDP) dengan menyiapkan 60 psikolog dari berbagai lembaga dan perguruan tinggi.
Sekretaris MCCC Arif Nur Kholis, beberapa waktu lalu, menjelaskan, layanan dukungan psikologi dibuka karena adanya peningkatan fenomena kecemasan akibat Covid-19 di masyarakat. Hal itu setidaknya terlihat dari banyaknya warga yang menjauhi orang dalam pemantauan (ODP) hingga penolakan jenazah pasien Covid-19. Kecemasan itu semakin parah karena maraknya informasi hoaks yang beredar dengan cepat di media sosial.
Untuk memudahkan masyarakat, layanan konsultasi dengan para psikolog dilakukan melalui layanan perpesanan Whatsapp. Dengan layanan itu diharapkan tekanan mental akibat pandemi Covid-19 bisa diatasi dan diminimalisasi.