Pemerintah bersama pelaku usaha penyelaman sepakat akan merevisi Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Wisata Selam Rekreasi. Itu akan jadi pedoman penyelaman di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·4 menit baca
Industri pariwisata penyelamatan terpukul oleh pandemi Covid-19. Penurunan jumlah wisatawan karena khawatir tertular penyakit itu menyebabkan kegiatan penyelamatan untuk rekreasi terhenti. Untuk membangkitkan usaha itu, aturan penyelenggaraan wisata selam akan diperketat.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama pelaku usaha penyelaman telah sepakat akan bersama-sama mengubah Peraturan Menteri Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Wisata Selam Rekreasi. Langkah itu dilakukan untuk memberi panduan bagi industri penyelaman dalam memberi jasa penyelaman di saat pandemi Covid-19.
Hingga kini, dampak Covid-19 sangat memukul ratusan bahkah ribuan operator penyelaman (dive operator) di seluruh Indonesia. Seluruh industri tersebut tutup karena kunjungan wisatawan turun serta berbagai kekhawatiran akan penularan yang mungkin terjadi dari aktivitas wisata.
Cara mengatasi penyebaran penularan penyakit itu akan dimasukkan dalam peraturan baru tersebut. Aturan lebih ketat dan adaptif terhadap Covid-19 ini pun diharap bisa menjadi daya ungkit promosi wisata selam Indonesia yang mengedepankan kesehatan wisatawan, selain juga faktor keselamatan yang selama ini menjadi dasar penting praktik penyelaman.
Usulan mengubah Permenpar 7/2016 tersebut datang dari pelaku usaha penyedia jasa penyelaman rekreasi, akhir pekan lalu, yang bertemu secara virtual mendiskusikan dampak Covid-19. Dalam diskusi yang difasilitasi Dive Alert Network (DAN) Perwakilan Lapangan Indonesia.
Masukan ini disambut baik oleh Rizki Handayani, Deputi bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata yang turut dalam diskusi. Pihaknya membuka diri terkait poin-poin yang akan dimasukkan dalam Permenpar baru.
Ia pun mengundang DAN Perwakilan Lapangan Indonesia untuk juga terlibat aktif dalam pembahasan. Sebab, DAN memiliki jaringan internasional dan ahli terkait yang bisa memberi informasi terkini dalam pencegahan Covid-19 di industri selam. “Kami ingin memastikan Indonesia merupakan destinasi selam teraman di dunia,” kata Rendra Herthiadi, dari DAN yang juga moderator diskusi.
Bayu Wardoyo, DAN Perwakilan Indonesia, mengatakan DAN masih terus melakukan pembahasan terkait Covid-19. Ini mengingat penyakit ini tergolong sangat baru dan masih memiliki sedikit referensi ilmiah. Pada penyakit yang sempat jadi masalah juga di dunia seperti SARS, DAN telah menerbitkan panduannya. Pedoman juga diberikan pada penyelaman yang dilakukan oleh penderita pneumonia.
Hal yang sudah dilakukan terkait Covid-19, DAN telah memberikan arahan tentang disinfektan yang bisa dipakai untuk mensterilisasi alat selam. Ia pun mengatakan pelaku usaha selam bisa mengacu informasi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terkait pemanfaatan cairan yang biasa digunakan dalam rumah tangga untuk dimanfaatkan zat aktifnya.
Selain itu, protokol penanganan peralatan kini berbeda. Peralatan yang telah didisinfektasi tidak boleh lagi disentuh dan dipindah-pindah. DAN pun menganjurkan agar kapasitas perahu dikurangi hingga setengahnya sebagai langkah menjaga jarak fisik.
Abi Carnadie, pelaku usaha penyelaman yang juga pernah membantu Tim Percepatan Wisata Bahari di Kementerian Pariwisata, mengatakan sejumlah agen kursus selam telah membuka praktik dengan cara daring. Hanya saja saat praktik lapangan – seperti di kolam renang – ia meminta agar kapasitas “murid” dikurangi serta tetap menjaga jarak fisik.
“Posisi harus dikontrol. Kita tahu, sedikit dingins aja bisa bersin menyembur kemana-mana, jadi harus siap,” tuturnya.
Perubahan perilaku
Abi mengatakan Covid-19 pun membutuhkan perubahan perilaku dari pelaku bisnis, selain juga dari wisatawan sendiri. Semisal, dive resort agar menyediakan lebih banyak tempat cuci tangan dan pembersih tangan maupun melatih karyawan terkait sanitasi. “Biaya akan bertambah dan harus diperhitungkan. Harus menyiapkan diri dengan (keadaan) normal baru ini,” ungkapnya.
Ia menambahkan, hal-hal teknis seperti ini akan diwadahi dalam Permenpar No 7 tahun 2016. Ia pun mengingatkan pedoman baru itu terkesan “menambah biaya operasional” namun harus tetap dijalankan tanpa terkecuali. “Jangan sampai satu dive operator tidak mematuhi, lalu ada wisatawan kena positif Covid-19. Selesai kita,” katanya.
Diingatkannya, saat ini tiap negara tujuan wisata selam, akan berlomba-lomba bangkit dengan memberikan jaminan kesehatan dari penularan Covid-19. Karena itu, ia berharap pemerintah dan pelaku usaha bisa sama-sama mengusahakan pencegahan terbaik untuk mendapatkan kepercayaan wisatawan luar negeri.
Debryna Dewi Lumanauw, penyelam yang juga dokter Basarnas, mengingatkan akan gelombang kedua bila karantina dinyatakan selesai dan aktivitas telah berlangsung biasa namun belum ditemukan vaksin dan belum terjadi herd immunity atau kekebalan komunitas. Ini karena selama belum terjadi herd immunity dan ditemukan vaksin, wabah kedua bisa menyusul dengan kondisi lebih buruk.
“Kalau (dive operator) mau beroperasi silakan, tapi banyak sekali aturan dan cara disinfektan dan physical distancing yang harus benar-benar dipatuhi,” kata dia yang kini bertugas di RS Darurat Wisma Atlet.