Indikator kesehatan warga mesti menjadi dasar untuk menentukan keberlanjutan aktivitas sosial ekonomi di masa pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona jenis baru ini.
Oleh
TIM KOMPAS
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indikator kesehatan warga mesti menjadi dasar untuk menentukan keberlanjutan aktivitas sosial ekonomi di masa pandemi Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona jenis baru. Jika kebijakan tidak berbasis indikator ini, dampak risiko yang dihasilkan bisa lebih buruk.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, ada tiga hal utama yang perlu diperhatikan dalam menyusun indikator kesehatan masyarakat, yakni gambaran epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan layanan kesehatan. Tiga hal ini dapat menunjukkan kondisi wilayah terkait penularan Covid-19.
”Sesuai rekomendasi WHO (Organisasi Kesehatan Dunia), setiap negara perlu menetapkan indikator kesehatan warga untuk menentukan apakah daerah itu siap melakukan aktivitas sosial ekonomi. Indikator ini menentukan apakah daerah dianggap aman atau masih bermasalah terkait Covid-19,” kata Wiku, di Jakarta, Selasa (26/5/2020).
Suatu wilayah dinyatakan aman jika selama dua pekan sejak puncak kasus terjadi ada penurunan kasus 50 persen berturut-turut dan jumlah kasus kematian turun. Jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit juga harus turun. Hal ini dipastikan dengan peningkatan jumlah spesimen yang diperiksa agar hasilnya akurat.
Selain itu, surveilans kesehatan mesti dilakukan, yang ditandai penambahan kasus kurang dari 5 persen. Mobilitas penduduk pun harus turun. Layanan kesehatan, seperti kapasitas tempat tidur di rumah sakit dan alat pelindung diri, juga harus baik. ”Jika pelayanan kesehatan siap, surveilans berjalan, disertai pemeriksaan masif dengan banyak hasil negatif, berarti posisi aman dari penularan Covid-19,” kata Wiku.
Ia menambahkan, basis data itu harus mendasari keputusan melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Risiko kenaikan kasus di sejumlah daerah kini masih beragam. Peta risiko perlu diperhatikan untuk memastikan pelonggaran PSBB tak memicu gelombang penularan baru. Dengan posisi saat ini, yaitu status risiko sedang, status penularan di DKI Jakarta bisa kembali meningkat jika terjadi arus balik. ”Grafik status penularan harus berbasis data, bukan asal memakai pemodelan,” ujarnya.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan, hingga Selasa siang ada 23.165 kasus positif Covid-19 di Indonesia. Jumlah orang dalam pemantauan 65.748 orang dan pasien dalam pengawasan 12.022 orang. Adapun 7.152 spesimen diperiksa per hari.
Pelibatan TNI
Menjelang pemberlakuan normal baru dan berakhirnya penerapan PSBB di daerah yang kasusnya dinilai mulai turun, termasuk DKI Jakarta, 340.000 prajurit Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia akan diterjunkan untuk mendisiplinkan warga.
Penertiban yang akan dilakukan TNI-Polri, antara lain penggunaan masker, jaga jarak, dan cuci tangan, akan dilakukan di 1.800 lokasi di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota. Empat provinsi itu adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Gorontalo.
Presiden Joko Widodo memastikan persiapan pendisiplinan PSBB oleh TNI-Polri dengan meninjau Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, kemarin. Presiden didampingi Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan.
”Saya datang ke stasiun MRT dalam rangka memastikan mulai hari ini akan digelar, TNI dan Polri, pasukan untuk berada di titik keramaian, dalam rangka lebih mendisiplinkan masyarakat mengikuti protokol kesehatan sesuai PSBB,” kata Presiden.
Dengan pendisiplinan lebih masif, kesehatan warga diharapkan lebih terjaga dan penyebaran Covid-19 menurun. Beberapa provinsi mencapai angka reproduksi (reproductive number/R0) di bawah satu. Angka reproduksi atau R0 menunjukkan daya tular penyakit. R0 Covid-19, menurut WHO, adalah 1,9 sampai 5,7. Angka R0 di Indonesia pada 20 Mei 2020 sekitar 2,5 atau satu penderita Covid-19 bisa menularkan penyakitnya kepada dua hingga tiga orang lain.
Shiskha Prabawaningtyas, Kepala Paramadina Graduate School of Diplomacy, di Jakarta, mengatakan, di tengah pandemi Covid-19, menurut Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, yang direvisi dengan Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020, diatur pelibatan TNI-Polri dalam kondisi krisis dan tanggap bencana.
Namun, ia mengingatkan TNI-Polri untuk bertindak persuasif terkait penegakan protokol kesehatan. ”Ini karena karakter ancamannya adalah ancaman kesehatan dan minimnya literasi kesehatan masyarakat,” kata Shiskha. (TAN/EDN/INA/HRS/RTG/JOL)