Meredam Konflik dengan Transparansi
Pemerintah menyediakan bansos untuk membantu warga yang terdampak Covid-19. Namun, distribusinya terkendala sehingga ada yang belum menerima dan ada pula yang menerima ganda. Transparansi data penerima menjadi solusi.
Nemin tak punya pilihan. Pandemi Covid-19 telah menyeret buruh bangunan ini mendekati pusaran kesulitan. Di tengah pandemi dan usianya yang senja, ia tetap memaksa dirinya bekerja demi makan sehari-hari karena bantuan pemerintah yang diharapkan tak kunjung datang.
”Banyak pembangunan perumahan terhenti sejak (wabah) virus korona. Harus cari-cari kerjaan. Kadang (dapat) kerja, kadang tidak. Pemasukan jadi berkurang,” tutur Nemin yang kini berusia 62 tahun.
Saat ditemui pertengahan bulan lalu, warga RT 001 RW 002 Desa Telagamurni, Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, ini tengah bersiap-siap meninggalkan rumahnya untuk mencari pekerjaan. Pekerjaan bangunan apa pun ia lakukan. Bapak empat anak ini tak lagi menghiraukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Jabar sejak 6 Mei lalu.
”Ya kita butuh uang buat hidup. Mau enggak mau kalau ada kerjaan, kita kerjain,” ujarnya.
Empat anak Nemin sudah dewasa dan bekerja. Namun, selama pandemi ini, mereka juga senasib dengan Nemin. Sebelum pandemi, semuanya bekerja sebagai buruh harian lepas, seperti sopir ojek dan buruh bangunan. Namun, sejak wabah ini merebak, Nemin dan keempat anaknya sama-sama kehilangan pekerjaan.
Kini, Nemin harus mencari pekerjaan kepada warga di luar desanya yang sedang membutuhkan perbaikan rumah. Hanya dengan cara itu, ia bisa memperoleh upah untuk sekadar memenuhi kebutuhan makan setiap hari. Sekali memperbaiki atap rumah misalnya, ia bisa memperoleh upah setidaknya Rp 50.000, separuh dari upahnya sebelum pandemi saat bekerja sebagai kuli bangunan di proyek pembangunan perumahan.
”Pekerjaan seperti membetulkan genting rumah, bahkan bersih-bersih pekarangan pun saya ambil, yang penting bisa makan. Upahnya tidak sebanyak ketika menjadi buruh bangunan harian. Bahkan, ada beberapa hari dalam seminggu itu benar-benar sepi, tidak ada pekerjaan,” katanya.
Ada kalanya, kata Nemin, tetangga di lingkungan tempat tinggalnya memberikannya nasi kotak ataupun bahan pokok untuk kebutuhan makannya sehari-hari. ”Ada saja warga yang kasih bantuan. Kadang makanan, bahan pokok,” ujarnya.
Sebelumnya, menurut Nemin, ia pernah dimintai KTP dan kartu keluarga oleh pengurus RT setempat untuk diusulkan sebagai penerima bantuan. ”Tetapi sampai sekarang bantuan hanya dari warga,” ujarnya.
Bantuan sosial
Untuk membantu warga yang terdampak wabah Covid-19, pemerintah menyediakan paket bantuan sosial bahan pokok dan tunai yang kini didistribusikan secara luas ke masyarakat.
Paket bahan pokok dan bansos tunai disediakan empat macam program oleh Kementerian Sosial, yakni bansos khusus bahan pokok/bantuan presiden untuk DKI Jakarta dan sejumlah kecamatan di Bodetabek, bantuan sosial tunai (BST), perluasan Program Keluarga Harapan, dan perluasan bantuan pangan nontunai atau BPNT/Sembako. Selain itu, juga ada bantuan langsung tunai yang diambil dari dana desa.
Di Desa Telagamurni, tempat tinggal Nemin, contohnya, setidaknya ada 2.000 keluarga yang diusulkan menerima bantuan sosial dari pemerintah. Sekretaris Desa Telagamurni Doman AA mengatakan, jumlah keluarga yang diusulkan itu sudah dikurangi 200 keluarga yang masuk dalam Program Keluarga Sejahtera (PKH). Dari 2.000 keluarga yang diusulkan, hingga awal Juni hanya sekitar 1.100 keluarga yang memperoleh bansos dari bantuan Pemkab Cikarang Barat, bansos sembako/banpres, BST Kemensos, dan BLT Dana Desa.
Namun, Doman menolak membuka data penerima bansos tersebut dengan alasan rawan diprotes warga karena bansos yang turun belum menjangkau seluruh warga yang membutuhkan atau yang terdampak wabah Covid-19. Apalagi dari para penerima bansos itu ditemukan setidaknya 5 keluarga yang memperoleh bansos ganda.
”Wah, saya enggak bisa kasih datanya (penerima bansos), takut kami diprotes warga,” katanya.
Penerima BST Kemensos di Desa Candali, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, pun tak diumumkan kepada warga. Pihak perangkat desa beralasan saat bantuan itu didistribusikan pertama kali pada April lalu hanya ada 2 keluarga yang memperoleh bansos senilai Rp 600.000 per keluarga per bulan itu. Padahal, ada 1.048 keluarga yang diusulkan sebagai penerima bansos.
Baca juga: Siasat Sembako, Penepis Resah Warga
Untuk menghindari kecemburuan warga, Kepala Desa Candali Madyani mengaku, pihaknya menjemput kedua orang penerima BST Kemensos itu untuk mencairkan bantuannya di kantor Kecamatan Rancabungur.
”Yang diusulkan ada 1.048 keluarga, tetapi yang dapat bantuan hanya 2 keluarga. Warga bisa resah kalau dibagikannya di desa. Makanya saya bawa mereka (penerima) ke kecamatan,” ujarnya.
Ngusman (65) dan istrinya, Dirah (65), adalah salah satu keluarga penerima BST Kemensos itu. Pasangan lansia ini tinggal di rumah yang dibangun dari kayu. Untuk kebutuhan hidup sehari-hari, mereka dkirimi uang dari tiga anaknya yang bekerja di luar Kabupaten Bogor. ”Saya kadang membersihkan kebun dan istri bikin sapu,” ujar Ngusman.
Dengan memperoleh BST Kemensos, Ngusman mengaku, ia cukup terbantu karena dana bansos itu dapat menjadi tambahan dana memenuhi kebutuhan sehari-hari. ”Bantuannya cukup untuk kebutuhan kami,” ujarnya.
Lain halnya di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, sejumlah desa di kabupaten itu mengumumkan para penerima bansos bagi warga yang terdampak wabah Covid-19. Pengumuman dipasang di balai desa dan tempat-tempat umum desa. Tujuannya agar semua warga dapat mengawasi distribusi bansos sehingga dapat tepat sasaran dan terdistribusi dengan adil.
Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, salah satunya. Nama warga para penerima bansos itu diumumkan di balai desa. Ada 2.015 keluarga di desa ini, tetapi yang memperoleh bansos 1.455 keluarga.
Dari 1.455 keluarga penerima bansos itu, ada 536 keluarga menerima bansos BPNT/Sembako, 194 keluarga menerima BST Kemensos, 184 keluarga menerima BLT Dana Desa, dan 256 keluarga menerima PKH. Selain itu, ada pula bantuan bahan pokok dari APBD Kabupaten Banyuwangi kepada 100 keluarga, bantuan pokok dari aparatur sipil negara (ASN) sebanyak 20 keluarga, dan bantuan swasta sebanyak 165 keluarga.
Sejumlah desa di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengumumkan para penerima bansos bagi warga yang terdampak wabah Covid-19.
Kepala Desa Aliyan Anton menjelaskan, pemasangan nama-nama penerima bansos itu bertujuan agar warga mengetahui apakah dirinya masuk dalam daftar penerima atau tidak. Selain itu, dengan diumumkannya para penerima bantuan tersebut, maka sesama warga desa bisa mengecek apakah ada warga yang sebetulnya tidak perlu lagi memperoleh bansos sehingga data bisa dikoreksi dan bantuan bisa dialihkan.
”Ini transparansi informasi. Supaya warga nyaman juga mengetahui dirinya terdaftar menerima bansos. Ini juga untuk menghilangkan kecurigaan dan menjauhkan konflik karena iri soal penerimaan bansos,” ujar Anton, Rabu (20/5/2020).
Anton menjelaskan, para penerima bansos adalah warga miskin dan warga yang mata pencariannya terganggu akibat Covid-19. Pada umumnya, warga di desa itu bekerja sebagai pekerja seni, pedagang kecil, dan petani.
Baca juga: Ruwet Bansos karena Data
Dalam menentukan penerima bansos, kata Anton, pihaknya tetap mengacu pada data data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Pendataan itu dilakukan oleh RT/RW kepada warga yang terdampak Covid-19. Nama-nama itu kemudian dibawa dalam musyawarah desa (musdes). Di sana nama-nama akan dipaparkan sehingga warga bisa saling menginformasikan dan mengawasi.
Setelah itu, perangkat desa mengirimkan data warga penerima bansos itu ke aplikasi Smart Kampung yang diciptakan Pemkab Banyuwangi. Di dalam aplikasi itu, nama warga dimasukkan ke dalam sistem aplikasi. Sistem akan menolak jika nama warga yang dimasukkan itu telah tercatat sebagai penerima bansos jenis yang lain.
”Jadi bila si A sudah tercatat menerima salah satu macam bansos, sistem akan menolak apabila si A dimasukkan untuk menerima bansos yang lain. Ini supaya tidak dobel,” ujar Anton.
Melalui keterangan resmi, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyampaikan, pihaknya mendorong agar seluruh desa di Banyuwangi membuka data penerima bansos. Ini sekaligus untuk mendorong transparansi dan berguna untuk meredam keresahan warga yang tidak memperoleh bansos.
”Berbagai bantuan yang ada, penyalurannya tidak serentak sehingga terkadang menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian masyarakat yang tidak mendapat bantuan. Padahal, belum gilirannya untuk menerima,” katanya.