Impuritas Material Impor Limbah Non-B3 Ditetapkan 2 Persen
Melalui Surat Keputusan Bersama, pemerintah menetapkan toleransi pengotor pada impor limbah non-B3 kertas dan plastik sebesar 2 persen. Jumlah ini akan terus diturunkan secara bertahap seiring pengurangan kuota impor.
Oleh
ICHWAN SUSANTO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akhirnya menetapkan impuritas atau pengotor untuk impor limbah non-bahan berbahaya dan beracun pada kertas dan plastik sebesar 2 persen. Penetapan tersebut didasarkan pada Surat Keputusan Bersama atau SKB Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, serta Kepala Polri.
Adapun toleransi kandungan material ikutan pada logam ditetapkan secara visual, yaitu dalam jumlah tidak banyak dan tidak menetes. Impor material ini hanya digunakan untuk bahan baku industri.
Dalam Surat Keputusan Bersama yang ditandatangani pada 27 Mei 2020 tersebut pun dicantumkan besaran toleransi akan terus diturunkan secara bertahap bersamaan dengan penurunan kuota impor. Diharapkan di masa mendatang, kebutuhan bahan baku industri pengolahan kertas dan plastik bekas bisa memanfaatkan dari ”sampah” dari sumber domestik yang saat ini belum terkelola dengan optimal.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya Beracun (B3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rosa Vivien Ratnawati, Jumat (19/6/2020), mengatakan, angka toleransi impuritas sebesar 2 persen ditetapkan berdasarkan hasil rapat terbatas Presiden di Bogor pada Agustus 2019.
Saat itu rapat terbatas digelar untuk merespons masalah impor ”sampah” pada impor kertas dan plastik di sejumlah pelabuhan di Indonesia. Sampah ikutan pada material impor tersebut berjumlah tak wajar dan menjadi masalah lingkungan sehingga membuat ratusan kontainer ditahan aparat dan sebagian telah direekspor.
Ia pun mengatakan, SKB memerintahkan penyusunan peta jalan (roadmap) yang harus disusun paling lama enam bulan sejak ditetapkan atau 27 November 2020. Pada peta jalan itulah terdapat langkah-langkah untuk menurunkan impuritas dan kuota impor.
”Arahan yang sangat jelas dari Presiden bahwa kita harus bisa menyediakan kebutuhan bahan baku scrap kertas dan plastik dari dalam negeri karena timbulan sampah dalam negeri kita sangat tersedia,” katanya.
Peta jalan selama sepuluh tahun tersebut menjadi penting karena mempertemukan dua kepentingan, yaitu permintaan dan pasokan. Dari sisi permintaan, pemerintah mengecek detil kebutuhan bahan baku industri serta proyeksinya. Demikian dari sisi pasokan, pemerintah mengalkulasi bahan baku yang tersedia.
Kita harus bisa menyediakan kebutuhan bahan baku scrap kertas dan plastik dari dalam negeri karena timbulan sampah dalam negeri kita sangat tersedia.
”Roadmap ini akan mengonsolidasikan semua kekuatan-kekuatan yang kita miliki, seperti Asobsi (Asosiasi Bank Sampah Indonesia), tempat pengelolaan sampah 3R, social enterpreneur, sektor informal yaitu pemulung dan pelapak, dinas lingkungan hidup dan kebersihan, serta lembaga penggiat persampahan lainnya,” katanya.
Ia pun mengatakan, pemerintah telah memegang sejumlah data dan informasi serta hasil riset–termasuk modal sosial–dalam penyusunan peta jalan. Karena itu, ia mengatkaan, hal utama yang dikerjakan ialah mengoordinasikan poin-poin tersebut, termasuk para pakar.
Penasihat senior BaliFokus/Nexus3, Yuyun Ismawati, mengatakan, tantangan SKB ini nanti pada implementasinya di lapangan. ”Apakah (petugas) Bea dan Cukai (Kementerian Keuangan) harus membuka satu per satu semua kontainer pada masa transisi ini (enam bulan menuju peta jalan) dan memberi penalti atau hukuman sanksi administrasi tegas pada importir yang melanggar,” katanya.
Dalam SKB mengamanatkan agar Menteri Perdagangan membentuk Satuan Tugas Impor Limbah Non-B3 terkait pengawasan. Adapun anggotanya yaitu dari pejabat kementerian penerbit SKB ditambah dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Luar Negeri.
Yuyun mengatakan, petugas Bea dan Cukai tak memiliki kekuatan untuk mengintervensi pada barang-barang impor yang telah mendapat rekomendasi kementerian teknis. Ini karena barang tersebut masuk jalur hijau dan bisa langsung diambil importir tanpa harus menyertakan clearance dari Bea dan Cukai.