Persentase Kasus Kematian Covid-19 di Jawa Timur Tertinggi
Penanganan kasus Covid-19 di Jawa Timur membutuhkan perhatian intensif. Ini karena penambahan kasus pasien positif kian melonjak.
JAKARTA, KOMPAS — Penanggulangan penularan Covid-19 di Jawa Timur perlu lebih intensif. Penambahan kasus baru di wilayah ini terus melonjak. Selain itu, Jawa Timur juga merupakan wilayah dengan persentase jumlah kematian tertinggi di Indonesia.
Data Kementerian Kesehatan per 20 Juni 2020 menunjukkan, persentase kasus kematian di Jawa Timur mencapai 7,4 persen dari kasus yang terkonfirmasi positif yang dilaporkan. Total kasus kematian secara kumulatif di wilayah ini sebanyak 698 kasus dengan total kasus positif sebesar 9.451 kasus.
Persentase kasus kematian tertinggi lainnya juga terjadi di Sumatera Utara (6,3 persen), Kalimantan Selatan (6,3 persen), Jawa Barat (6,0 persen), dan DKI Jakarta (6,0 persen). Adapun penambahan kasus kematian yang dilaporkan pada 20 Juni 2020 sebanyak 56 kasus sehingga total kasus kematian akibat Covid-19 di Indonesia menjadi 2.429 kasus.
Untuk wilayah Jawa Timur sendiri memang kini butuh penanganan yang lebih intensif
”Basis kerja kita dalam penanganan penyakit menular, seperti Covid-19 adalah pada pergerakan epidemiologinya bukan pemerataan. Setiap daerah perlu pendekatan tersendiri. Untuk wilayah Jawa Timur sendiri memang kini butuh penanganan yang lebih intensif ,” ujar Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto, yang juga juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19, di Jakarta, Sabtu (20/6/2020).
Dari data Kementerian Kesehatan juga menunjukkan kasus kematian akibat Covid-19 lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki (59,2 persen) daripada perempuan (38,8 persen). Selain itu, kelompok umur dengan risiko tinggi hingga kematian ditemukan pada usia lebih dari 45 tahun.
Kasus kematian dari Covid-19 pun banyak ditemukan pada pasien dengan penyakit penyerta, seperti hipertensi, diabetes, jantung, ginjal, dan penyakit paru obstruktif kronis.
Yurianto mengatakan, tren kasus harian Covid-19 di Indonesia masih terus meningkat. Hingga 20 Juni 2020, total kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 45.029 kasus dengan penambahan 1.226 kasus baru. Kasus baru tertinggi dilaporkan di Jawa Timur (394 kasus), DKI Jakarta (180 kasus), dan Sulawesi Selatan (113 kasus).
Seluruh penambahan kasus positif ini didapatkan berdasarkan hasil pemeriksaan dari 19.917 spesimen kepada 7.877 orang. Pemeriksaan tersebut dilakukan di 451 laboratorium, baik laboratorium berbasis polymerase chain reaction (PCR) maupun tes cepat molekuler. Untuk kasus sembuh yang dilaporkan kini menjadi 17.883 kasus setelah ada penambahan 534 orang.
Sementara itu, kasus orang dalam pemantauan (ODP) yang tercatat ada 37.336 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 13.150 orang. Kasus ini dilaporkan dari 438 kabupaten/kota yang terdampak.
”Masyarakat pun perlu paham mengenai pentingnya pemeriksaan masif terkait kasus Covid-19. Pemeriksaan masif ini berbeda dengan pemeriksaan massal. Masif artinya dilakukan terfokus berdasarkan hasil pelacakan kasus sehingga tidak berarti semua orang diperiksa secara acak,” kata Yurianto.
Menurut dia, pada wilayah yang penambahan kasusnya masih cukup tinggi, upaya pelacakan kasusnya harus lebih keras dan pemeriksaannya juga harus lebih masif. Tujuannya agar kasus positif bisa segera ditemukan dan bisa dilakukan isolasi yang ketat. Dengan demikian, kasus tersebut tidak menjadi sumber penularan di tengah masyarakat.
Bukan karantina
Terkait pemeriksaan, Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dokter Reisa Broto Asmoro mengatakan, menjalani rapid test atau test cepat antibodi juga bukan berarti dikarantina. Seseorang yang menjalani tes cepat masih dapat beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan selama hasilnya negatif atau non-reaktif.
”Menjalani rapid test tidak sama dengan dikarantina,” kata Reisa dalam siaran pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Sabtu.
Ia pun mengatakan agar masyarakat tidak takut beraktivitas selama menjalankan protokol kesehatan. Ini tentunya sepanjang hasil tes cepat tak reaktif.
Menurut Reisa, tes cepat berpotensi dilakukan di tempat keramaian atau kerumunan apabila memang diperlukan. ”Jadi, apabila lokasi tersebut diduga berkaitan dengan ditemukannya kasus positif, maka tes masif dilakukan berdasarkan penyelidikan epidemiologi,” katanya.
Adapun tes cepat secara massal yang sering dilakukan di beberapa tempat keramaian, seperti pabrik, pasar, dan perkantoran, bertujuan penapisan sedari awal. Langkah ini bertujuan meminimalisasi apabila terdapat seseorang yang membawa virus tapi tidak sakit/tidak bergejala, tetapi bepergian bebas.
Protokol kesehatan
Dalam upaya penanganan kasus Covid-19, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto juga telah menerbitkan protokol kesehatan bagi masyarakat di tempat umum. Protokol ini diterbitkan sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19 yang semakin luas.
Adapun protokol kesehatan yang diatur meliputi protokol di pasar, pusat perbelanjaan dan mal, hotel dan penginapan, rumah makan dan restoran, sarana kegiatan olahraga, moda transportasi, stasiun, terminal, bandara, serta pelabuhan. Selain itu, protokol kesehatan juga ditujukan di lokasi wisata, jasa perawatan kecantikan, jasa ekonomi kreatif, rumah ibadah, dan jasa penyelenggara pertemuan.
Baca juga: Protokol Kesehatan di Tempat Umum Diterbitkan
Protokol kesehatan itu secara rinci dituliskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan tentang Protokol Kesehatan bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Covid-19. Protokol ini dimaksudkan sebagai panduan bagi seluruh pemangku kepentingan, termasuk pengelola, pemilik, pekerja, serta pengunjung dari lokasi tersebut untuk mencegah terjadinya klaster penularan baru dari Covid-19.
Inovasi ventilator
Secara terpisah, Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 telah berhasil mengembangkan lima jenis ventilator. Kelima ventilator tersebut telah mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan setelah lulus uji sertifikasi dari Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Kementerian Kesehatan.
”Setelah mengantongi izin edar, kelima ventilator tersebut segera memasuki tahap produksi massal. Ini sebuah prestasi yang membanggakan karena para inovator Indonesia telah berhasil menghasilkan produk-produk riset dan inovasi dalam waktu yang relatif singkat, hanya dalam 3 bulan,” ujarnya dalam siaran pers.
Ventilator tersebut, antara lain PPT3S-LEN yang merupakan ventilator berbasis Ambu Bag dan Cam yang dikembangkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama PT LEN; GERLIP HFNC-01 yang merupakan ventilator yang dikembangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan PT Gerlink Utama Mandiri; dan Vent-I Origin yang dikembangkan Yayasan Pembina Masjid Salman Institut Teknologi Bandung bersama Universitas Padjajaran.
Baca juga: Ventilator Indonesia untuk Perangi Corona
Inovasi ventilator lainnya, yakni COVENT-20 yang dikembangkan Fakultas Teknik UI (FTUI) dan Fakultas Kedokteran UI (FKUI), Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), RSUP Persahabatan Jakarta, dan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta; serta DHARCOV-23S yang dikembangkan oleh BPPT dan PT Dharma Precission Tools.