Interaksi Orangtua Menentukan Kemampuan Literasi Anak
Interaksi dari orangtua ketika mendampingi anaknya membaca buku sangat menentukan kemampuan literasi sang anak. Hal ini semakin sempurna saat anak didukung dengan asupan nutrisi yang seimbang.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Interaksi dari orangtua ketika mendampingi anaknya membaca buku sangat menentukan kemampuan literasi sang anak. Hal ini semakin sempurna saat anak didukung dengan asupan nutrisi yang seimbang agar perkembangan otaknya optimal.
Psikolog dan Co-Founder Tigagenerasi Fathya Artha mengatakan, yang dimaksud kemampuan literasi pada anak adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, menginterpretasi, memahami, membuat, dan mengomunikasikan informasi. Kemampuan literasi ini bisa dikembangkan melalui proses belajar membaca dan membaca untuk belajar. Keduanya perlu dilakukan secara berdampingan.
”Anak belajar melalui indera-inderanya. Mulai dari melihat, mendengar, bahkan meraba informasi tercetak,” katanya dalam Webinar dan Peluncuran Program BACA oleh Danone Indonesia dan Tentang Anak di Jakarta, Jumat (23/4/2021).
Ketika mendampingi anak membaca buku, orangtua perlu melakukan interaksi yang sesuai dengan usia anak. Pada anak usia 1-2 tahun, orangtua bisa memberi interaksi dengan memberi senyuman dan merespons ketika anak menunjuk buku.
Pada usia 2-3 tahun, orangtua bisa mulai mengajak anak mengobrol dan bertanya ketika membaca buku. Sebab pada usia ini anak mampu merespons secara tepat kalimat yang lebih kompleks.
”Orangtua perlu bersabar karena anak usia ini cenderung suka membaca buku yang itu-itu saja,” ujar Fathya.
Durasi obrolan tersebut bisa berlangsung lebih lama ketika anak menginjak usia 3-4 tahun. Dalam usia ini, anak bisa diajak berinteraksi mengenai urutan-urutan dalam cerita. Selain itu, anak juga bisa dituntun menunjuk angka dan huruf.
Pada usia 4-6 tahun, anak mulai bisa diminta menceritakan cerita ulang buku yang dibaca. Orangtua juga bisa meminta anak menuliskan atau menggambar hal-hal berkesan yang dia baca.
Dalam hal ini, membaca bisa menjadi ajang bagi orangtua untuk mengajarkan kebaikan. Anak bisa diminta meniru sisi baik dari tokoh terlebih jika memiliki ciri-ciri yang serupa dengan anak.
Menurut Fathya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan orangtua untuk membuat suasana membaca menjadi menyenangkan. Misalnya dengan menyiapkan pojok baca, mengajak anak memilih buku, bercerita dengan intonasi yang seru dan properti beragam, hingga menyambungkan cerita dengan aktivitas sehari-hari.
Di masa pandemi Covid-19, ada empat hal yang kerap dikhawatirkan orangtua. Pertama, penggunaan gawai yang berlebihan pada anak. Kesehatan fisik dan emosional anak juga rentan terganggu. Selain itu, anak cenderung ketinggalan dalam pendidikan. ”Orangtua juga mengkhawatirkan tentang perkembangan sosial anak karena pertemuannya dengan orang lain menjadi terbatas,” ujar Fathya.
Kekhawatiran ini bisa ditepis orangtua lewat kegiatan membaca buku bersama. Untuk mengendalikan penggunaan gawai misalnya, anak bisa diajarkan tentang literasi digital. Kemampuan literasi digital ini bisa dicapai ketika anak memiliki literasi dasar yang baik melalui membaca buku.
”Membaca juga dapat mendukung perkembangan otak yang sehat. Ketika anak diajak memahami kejadian yang dialami tokoh dalam cerita, itu juga membantu mengasah keterampilan sosial anak, salah satunya berempati,” katanya.
Dengan diajak membaca, anak juga dapat mengenali emosi sekaligus mengendalikannya. Selain itu, kemampuan berbahasa anak secara otomatis akan meningkat. ”Kegiatan membaca ini menjadi variasi kegiatan sehari-hari yang baik sehingga aktivitas anak menjadi seimbang antara offline dan online,” katanya.
Bertepatan dengan Hari Buku Internasional yang jatuh pada 23 April 2021 ini, Danone Indonesia bekerja sama dengan Tentang Anak meluncurkan program BACA. Melalui program ini, keduanya akan menggalang donasi 5.000 buku serial Sikap Baik untuk anak-anak melalui Wecare.id.
Buku-buku tersebut akan didistribusikan pada fasilitas kesehatan, panti asuhan, hingga PAUD di pelosok Indonesia. Adapun, pada bulan Ramadhan ini, Danone Indonesia telah mendistribusikan 1.000 buku.
Dukungan nutrisi
Corporate Communication Director Danone Indonesia Arif Mujahidin mengatakan, agar kemampuan literasinya meningkat, anak juga perlu didukung dengan asupan nutrisi yang sehat. Hal ini dibutuhkan agar proses interaksi dan membaca dengan orangtua bisa berjalan secara optimal.
”Jika itu dididik sejak kecil, pada tahun 2045, kita bisa mempunyai generasi emas. Bangsa kita bisa menjadi bangsa yang unggul dengan anak-anak sekarang,” katanya.
Dalam acara peluncuran Program BACA ini, Dokter Spesialis Anak sekaligus CEO Tentang Anak Mesty Ariotedjo turut memberi tips memenuhi nutrisi seimbang pada anak. Khususnya kepada anak yang mulai menjalankan ibadah puasa. Menurut dia, asupan nutrisi ini penting untuk pertumbuhan otak anak.
”Selain dengan membaca buku, nutrisi ini penting untuk pertumbuhan otak anak,” katanya.
Ketika berpuasa, anak harus tetap mengonsumsi makanan bernutrisi lengkap. Protein, lemak, dan serat menjadi nutrisi yang dibutuhkan untuk mempertahankan rasa kenyang. Nutrisi tersebut bisa didapatkan melalui daging sapi, ayam, telur, susu, jagung, atau alpukat.
Selain itu, orangtua perlu memenuhi kebutuhan air anak agar mereka terhindar dari dehidrasi saat berpuasa. Cairan ini juga sangat diperlukan untuk fungsi tubuh, seperti pencernaan, metabolisme, hingga pelarutan reaksi biokimia.
Anak usia 4-8 tahun memerlukan sekitar 1.700 mililiter air per hari. Cairan ini bisa didapatkan dari minuman maupun makanan. ”Perlu diingat, anak lebih mudah mengalami dehidrasi ketimbang orang dewasa. Di satu sisi, anak memiliki sensibilitas haus yang lebih rendah,” kata Mesty.
Ada beberapa tanda dehidrasi yang dapat dikenali pada anak. Pertama, mereka terlihat pucat, lelah, lesu, dan mata cekung. Tanda lainnya juga terlihat dari produksi urine yang berkurang dan berwarna kuning pekat. Selain itu, anak cenderung tidak responsif dan kesadarannya menurun.