Diabetes melitus mengancam penderita Covid-19. Virus korona penyebab sindrom pernapasan membuat sel-sel lemak tidak berfungsi sehingga produksi insulin terganggu.
Oleh
EVY RACHMAWATI
·4 menit baca
Covid-19 ternyata meningkatkan risiko seseorang menderita diabetes. Sejumlah studi telah menunjukkan, sindrom pernapasan itu bisa memicu seseorang mengalami diabetes lantaran SARS-CoV-2, virus korona penyebab Covid-19, menyebabkan sel-sel lemak menjadi tidak berfungsi.
Gula darah atau glukosa merupakan bentuk gula yang berfungsi sebagai sumber energi utama tubuh. Kita memperoleh glukosa dari makanan yang kita konsumsi, terutama yang kaya karbohidrat, seperti kentang dan nasi. Penyerapan dan penyimpanan glukosa diatur secara konstan oleh proses kompleks yang terjadi dalam sistem pencernaan kita.
Kadar gula darah normal bervariasi dari orang ke orang. Namun, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). kisaran normal gula darah puasa (jumlah glukosa dalam darah setidaknya delapan jam setelah makan) antara 70 dan 100 miligram per desiliter (mg/DL).
American Diabetes Association (ADA) menyebutkan, kisaran gula darah normal dua jam setelah makan umumnya kurang dari 140 miligram per desiliter. Namun, orang tanpa pradiabetes atau diabetes biasanya memiliki gula darah lebih rendah daripada yang disarankan pedoman itu.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) dalam Morbidity and Mortality Weekly Report, Januari 2022, menyatakan, pasien Covid-19 lebih mungkin mengalami diabetes 31-166 persen lebih tinggi daripada orang yang tidak terpapar penyakit itu. Orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 berisiko kena diabetes 116 persen lebih tinggi daripada yang terinfeksi virus pernapasan lain.
Kasus baru diabetes setelah Covid-19 termasuk diabetes tipe satu pada anak-anak berusia di bawah 18 tahun dan diabetes tipe dua pada orang dewasa. Dalam riset sebelumnya yang melibatkan lebih dari 3.800 pasien Covid-19, hampir setengahnya memiliki kadar gula darah tinggi, padahal sebelumnya tidak mengalami diabetes.
Sejauh ini ada sejumlah kasus baru diabetes terkait Covid-19, termasuk diabetes tipe 1, di mana tubuh menyerang sel-sel di pankreas yang memproduksi insulin, sedangkan diabetes tipe 2, di mana tubuh masih memproduksi insulin meski tidak mencukupi dan sel tidak merespons hormon dengan baik.
Insulin menurunkan jumlah glukosa atau gula dalam darah dengan memberi tahu sel untuk menyerap gula itu dan menggunakannya sebagai bahan bakar.
Sejumlah bukti memperlihatkan, SARS-CoV-2 bisa menyusup ke sel-sel penghasil insulin di pankreas. Itu artinya virus korona tersebut menyebabkan kadar gula darah melonjak dengan merusak sel-sel ini dan mengurangi produksi insulin.
Sejumlah bukti memperlihatkan SARS-CoV-2 bisa menyusup ke sel-sel penghasil insulin di pankreas. Itu artinya virus menyebabkan kadar gula darah melonjak dengan merusak sel-sel ini dan mengurangi produksi insulin.
Akan tetapi, menurut laporan Science News, 4 Januari 2022, riset lebih baru menunjukkan, pada banyak penderita Covid-19 dengan gula darah amat tinggi, sel-sel pankreas masih bekerja dengan baik.
Hormon adiponektin
Studi yang dipimpin Dr James Lo, profesor kedokteran di Weill Cornell Medicine di New York City, Amerika Serikat, menunjukkan, lonjakan gula darah terkait dengan rendahnya tingkat hormon adiponektin. Jadi, adiponektin yang membuat sel peka terhadap insulin bekerja secara sinergis dengan insulin untuk mengatur kadar gula darah dalam tubuh.
Hormon tersebut diproduksi terutama oleh sel-sel lemak. Akan tetapi, menurut temuan Lo dan rekan-rekannya, sebagaimana dikutip Livescience, 20 Januari 2022, pada pasien Covid-19 yang parah dan gula darah tinggi, sel-sel lemak tidak berfungsi dan menghasilkan adiponektin jauh lebih sedikit daripada biasanya.
Infeksi virus korona parah yang dipelajari tim dikaitkan dengan sindrom gangguan pernapasan akut atau ARDS di mana cairan menumpuk di kantong udara paru-paru. Tim peneliti membandingkan kelompok pasien Covid-19 dengan penderita ARDS yang mengalami sindrom pernapasan dari infeksi berbeda.
Insiden gula darah supertinggi serupa di antara kedua kelompok, tetapi hanya pasien Covid-19 yang memiliki adiponektin rendah. Itu mengisyaratkan bahwa virus korona memengaruhi hormon. Hasil studi itu dipublikasikan di jurnal Cell Metabolism pada 2021.
Adiponektin bukan satu-satunya hormon yang diturunkan dari lemak yang menjadi tidak stabil pada pasien Covid-19. Ini menunjukkan fungsi sel-sel lemak mereka telah terganggu. Kerusakan ini bisa mendorong pasien menjadi resisten insulin karena adiponektin tidak lagi membuat sel mereka peka terhadap insulin.
Studi sebelumnya menunjukkan, SARS-CoV-2 dapat menginfeksi sel-sel lemak secara langsung dan tim Lo mengonfirmasi temuan tersebut dalam percobaan dengan hamster dan sel di laboratorium. Infiltrasi virus ke sel-sel lemak ini bisa mengacaukan produksi hormon. Selain itu, infeksi mendorong peradangan yang juga dapat merusak kemampuan sel-sel lemak memproduksi adiponektin, demikian dikutip Science News.
Hasil studi itu menambah bukti bahwa SARS-CoV-2 merusak sel-sel lemak dan mengubah fungsinya serta perubahan fungsional ini berkontribusi pada timbulnya diabetes. Namun, riset belum bisa membuktikan penurunan hormon yang berasal dari lemak memicu diabetes terkait Covid-19 sehingga perlu ada studi lanjutan untuk menjelaskan mekanisme tersebut.