Bagi sebagian orang, makanan ataupun minuman manis dapat meningkatkan suasana hati atau ”mood”. Namun, jangan sampai manisnya gula justru menjerat dalam candu yang berbahaya.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
Sejenak Theresia Benita (29) menatap lemari pendingin yang berisi berbagai macam minuman dingin di minimarket dekat tempat tinggalnya. Ia membuka dan menutup pintu lemari pendingin tersebut sambil mengambil minuman kemasan yang menurutnya menarik.
Namun, beberapa kali ia mengembalikan minuman kemasan tersebut setelah melihat label pada kemasan minuman itu. ”Kalau kalorinya tinggi, juga gulanya tinggi, biasanya ditaruh lagi. Bahkan pernah akhirnya tidak jadi beli apa-apa. Padahal, sudah lama di depan kulkasnya, he-he-he,” ujar pekerja swasta yang tinggal di Tangerang Selatan, Banten, ini, Selasa (27/9/2022).
Kesadaran untuk selalu membaca label pada kemasan minuman atau makanan baru dimiliki oleh Theresia dalam satu tahun terakhir. Dengan berat badan yang berlebih dan riwayat orangtua dengan diabetes, ia pun berupaya untuk membatasi konsumsi gula harian. Kebiasaannya membeli es kopi susu pun kini berganti menjadi es kopi hitam.
Sayangnya, kesadaran untuk mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis belum dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia. Data Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan, prevalensi masyarakat Indonesia yang mengonsumsi makanan manis 1-6 kali per minggu sebesar 47,8 persen, sedangkan hanya 12 persen yang mengonsumsi makanan manis kurang dari tiga kali per bulan.
Jumlah yang lebih besar ditemui pada konsumsi minuman manis. Prevalensi penduduk yang mengonsumsi minuman manis lebih dari satu kali sehari sebesar 61,3 persen dan hanya 8,5 persen yang mengonsumsi minuman manis kurang dari tiga kali per bulan.
Tingginya prevalensi konsumsi makanan dan minuman manis ini sangat mengkhawatirkan di tengah tingkat aktivitas fisik yang juga sangat rendah di masyarakat. Sebanyak 33,5 persen penduduk kurang melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang disarankan ialah minimal 30 menit per hari atau 150 menit per minggu dengan intensitas sedang.
Kondisi ini perlu menjadi perhatian bersama. Kebiasaan mengonsumsi gula yang berlebihan ditambah dengan kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan terjadinya berbagai penyakit tidak menular. Konsumsi gula berlebihan juga erat kaitannya dengan penyakit diabetes melitus tipe dua. Hal ini terjadi karena kadar gula darah yang meningkat dapat menyebabkan resistensi insulin. Insulin ini yang dibutuhkan untuk membantu sel mengubah gula menjadi energi.
Kebiasaan mengonsumsi gula yang berlebihan ditambah dengan kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan terjadinya berbagai penyakit tidak menular.
Diabetes menjadi masalah serius karena selain bisa menyebabkan kematian prematur, penyakit ini juga menjadi penyebab utama kebutaan, penyakit jantung, dan gagal ginjal. Indonesia merupakan negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak ketujuh di seluruh dunia.
Dokter Spesialis Gizi Klinik Rumah Sakit Pondok Indah Juwalita Surapsari, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (28/9/2022), menuturkan, gula tetap dibutuhkan sebagai sumber energi, tetapi konsumsinya harus dibatasi. Sesuai dengan anjuran Kementerian Kesehatan, pada usia dewasa maksimal mengonsumsi 50 gram gula per hari atau sekitar empat sendok makan. Namun, pada orang dengan diabetes, konsumsi gula harus dibatasi hanya 25 gram gula per hari atau sekitar dua sendok makan.
Anjuran konsumsi gula tersebut berbeda pada usia anak. Pada usia anak hanya dibatasi sebanyak 25 gram gula per hari atau dua sendok makan. Pada ibu hamil ataupun pasangan usia subur tidak ada batasan tertentu. Batasan sesuai dengan usia, tetapi akan berbeda jika memiliki riwayat diabetes.
Gula tersembunyi
Juwalita memaparkan, masyarakat juga perlu memahami bahwa gula tidak hanya terkandung pada makanan ataupun minuman manis. Pada dasarnya, gula diklasifikasikan dalam dua jenis, yakni gula alamiah dan gula tambahan. Gula alamiah ditemukan pada susu, buah-buahan, dan nasi. Jenis gula ini juga masuk dalam kelompok karbohidrat kompleks sehingga rantai penyerapan gula lebih panjang. Meski begitu, konsumsinya pun tetap harus dibatasi.
Hal itu berbeda pada gula tambahan atau gula intrinsik yang masuk dalam karbohidrat sederhana yang berupa pemanis yang ditambahkan pada minuman atau makanan, seperti minuman berpemanis, gula pasir, roti, dan kue. Gula yang terkandung dalam minuman dan makanan tersebut dapat meningkatkan kadar gula darah dalam tubuh dengan cepat.
”Ini sebabnya mengapa sangat penting membaca label pada kemasan makanan dan minuman. Memang, sayangnya, label yang beredar di Indonesia belum memisahkan antara gula intrinsik dan gula alamiah,” katanya.
Menurut Juwalita, konsumsi gula yang berlebihan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Pada kondisi yang ringan, konsumsi makanan dan minuman yang manis dapat memicu terjadinya gigi berlubang. Konsumsi gula yang berlebihan juga dapat menyebabkan perlemakan hati yang dapat merusak fungsi hati (liver).
”Konsumsi gula berlebih pun menyebabkan seseorang memiliki berat badan berlebih. Kelebihan energi dalam tubuh ini dapat menimbulkan resistensi insulin yang dapat berakhir pada diabetes melitus,” tutur dia.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu dalam siaran pers mengatakan, tingginya asupan gula di masyarakat juga tingginya asupan garam dan lemak turut meningkatkan beban penyakit tidak menular di Indonesia. Pemerintah pun berupaya untuk mengendalikan asupan gula, garam, dan lemak melalui berbagai strategi, mulai dari regulasi, reformasi pangan, dan penetapan pajak atau cukai.
Kebijakan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan. Melalui pemberlakuan cukai tersebut diharapkan dapat membatasi konsumsi makanan dan minuman yang tinggi gula, garam, dan lemak di masyarakat.
”Bijaklah dalam memperhatikan asupan makan sesuai dengan isi piringku. Jaga asupan gula, garam, dan lemak sesuai dengan rekomendasi maksimum, yaitu gula sebanyak 50 gram per hari, garam sebanyak 2 gram, dan lemak sebanyak 67 gram,” tuturnya.