Lagi-lagi, Roket China Jatuh Tak Terkendali ke Bumi
Roket peluncur Long March 5B diperkirakan jatuh ke Bumi, Jumat, 22 Oktober 2022 petang waktu Indonesia. Meski belum bisa dipastikan lokasi jatuhnya sampah antariksa tersebut, Indonesia diperkirakan aman.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·5 menit baca
Roket peluncur seberat 23 ton dan setinggi gedung tingkat 10 milik China diperkirakan akan jatuh ke bumi, Jumat (4/11/2022) petang WIB. Namun, para ahli belum bisa memprediksi secara pasti di wilayah mana bekas roket peluncur itu akan jatuh. Meski demikian, Indonesia diperkirakan aman dari jatuhnya sampah antariksa tersebut.
Roket peluncur yang akan jatuh itu adalah bekas roket Long March 5B. Roket ini telah memasuki orbit bumi pada Senin, 31 Oktober 2022, setelah meluncurkan modul ketiga dan yang terakhir untuk stasiun luar angkasa China Tiangong. Sejak saat itu, hambatan atmosfer bumi telah menarik sampah antariksa itu hingga ketinggiannya makin rendah dan akan segera memasuki atmosfer.
Berdasarkan kondisi itu, sejumlah ahli pun mengamati dan membuat pemodelan untuk mengetahui kapan dan di mana sampah antariksa itu akan jatuh ke permukaan bumi.
Meski bisa memprediksi waktu jatuhnya sampah antariksa tersebut, rentang kesalahannya masih sangat tinggi. Akibatnya, wilayah yang kemungkinan akan mendapat jatuhan sampah itu masih sangat luas.
The Aerospace Corporation, perusahaan berbasis di El Segundo, California, Amerika Serikat, dalam prediksi terakhirnya memperkirakan bagian dari roket Long March 5B akan memasuki atmosfer bumi pada Jumat (4/11/2022) pukul 11.20 waktu universal atau pukul 18.20 WIB. Waktu ketidakpastian jatuhnya roket tersebut kurang lebih 3 jam dari waktu perkiraan.
Daratan bumi yang berpeluang menerima jatuhan roket itu masih amat luas, meliputi hampir seluruh Amerika Tengah, panti timur Amerika Utara, sebagian besar Afrika dan Timur Tengah, serta Australia tenggara.
Sementara lautan yang berpotensi menjadi lokasi jatuhan sampah antariksa tersebut adalah Samudra Pasifik bagian selatan, utara Samudra Atlantik dan Samudra Hindia.
Hal ini bukan pertama kali The Aerospace Corporation melalui Pusat Studi Orbit dan Masuk Kembalinya Sampah Antariksa (CORDS) memprediksi masuk kembalinya sampah antariksa ke Bumi secara tidak terkendali. Sebelumnya, sampah antariksa China setidaknya telah tiga kali jatuh tak terkendali ke Bumi, yaitu pada 2020, 2021, dan terakhir Juli 2022.
Dari ketiga kasus jatuhan sampah antariksa itu, dua sampah antariksa di antaranya jatuh didekat wilayah Bumi yang berpenghuni. Lebih 88 persen populasi bumi tinggal di wilayah yang menjadi jalur masuknya sampah antariksa.
Selain karena jatuh tak terkendali, ukuran sampah yang besar saat terbakar di atmosfer bumi membuat bekas roket itu tidak habis terbakar di atmosfer hingga berisiko besar bagi penghuni bumi. Karena itu, diperlukan langkah-langkah antisipatif untuk meminimalkan risiko yang ada.
Situasi ini memang tidak diinginkan. Namun, masuk kembalinya roket peluncur ke bumi sebenarnya bisa dicegah.
Dalam kasus roket peluncur lain, roket tingkat pertamanya biasanya dirancang jatuh beberapa saat sesudah peluncuran di laut atau di wilayah daratan luas yang tidak berpenghuni. Namun, untuk roket peluncur Falcon 9 dan Falcon Heavy milik SpaceX, roket tingkat pertama tersebut dirancang untuk kembali lagi ke bumi hingga bisa digunakan kembali.
Namun, untuk roket tahap inti yang biasanya berupa tingkat 2 atau tingkat 3, memang tidak dirancang untuk jatuh secara terkendali. Akibatnya, setelah roket inti Long March 5B mengirimkan muatannya ke orbit, roket akan jatuh bebas ke bumi. Selanjutnya, hambatan atmosfer bumi akan menarik bekas roket itu hingga masuk kembali ke atmosfer bumi secara acak.
Di atmosfer bumi bagian atas, roket akan terbakar hingga menjadi bola api dan terpecah menjadi beberapa bagian. Jika sampah yang jatuh itu berukuran besar, maka sebagian massanya yang tidak habis terbakar bisa jatuh ke permukaan bumi.
Sampah antariksa
”Secara umum, 20 persen sampai 40 persen bagian dari sampah antariksa bermassa besar bisa mencapai permukaan tanah. Besaran sampah antariksa yang mencapai bumi itu sangat bergantung pada ukuran asal sampah antariksa,” tulis The Aerospace Corporation dalam keterangannya. Namun, untuk Long March 5B yang jatuh pada Jumat petang diperkirakan akan mencapai 5,5-9 ton.
Secara umum, 20 persen sampai 40 persen bagian dari sampah antariksa bermassa besar bisa mencapai permukaan tanah.
Kemungkinan sampah antariksa tersebut jatuh di laut cukup besar mengingat 70 persen bagian bumi ditutupi laut. Namun, peluang jatuhnya sampah antariksa ke daratan tetap ada dan itu yang berisiko.
Kondisi itulah yang terjadi terhadap sisa-sisa roket Long March 5B yang jatuh ke bumi pada Mei 2020. Bagian roket itu nyatanya tidak habis terbakar di atmosfer hingga sisa roket yang terbakar itu menghantam tanah di sebuah desa di Pantai Gading, barat Afrika. Beruntung, tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.
Meski demikian, adanya risiko atas jatuhan roket peluncur yang sudah menjadi sampah antariksa itu menjadi perhatian serius para ahli dirgantara. Banyak ahli juga mengecam China karena buruknya pengelolaan sampah antariksa mereka dan tidak adanya keterbukaan terkait dengan data sampah antariksa miliknya.
”Negara-negara penjelajah luar angkasa harus meminimalkan risiko terhadap manusia dan segala yang ada di bumi dari potensi masuknya kembali obyek-obyek luar angkasa serta memaksimalkan transparansi terkait misi yang dijalankan,” tulis Administrator Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional AS (NASA) Bill Nelson sebelum jatuhnya roket Long March 5B pada Mei 2021.
Menurut Nelson, seperti dikutip Space, 4 November 2022, China gagal memenuhi standar yang bertanggung jawab atas puing-puing sampah antariksa miliknya.
”Sangat penting bagi China dan semua negara penjelajah antariksa serta lembaga komersial penerbangan luar angkasa untuk bertindak secara bertanggung jawab dan transparan di luar angkasa demi memastikan keselamatan, stabilitas, keamanan, dan keberlanjutan eksplorasi luar angkasa jangka panjang,” tuturnya.