Serangkaian Banjir dan Longsor di Pulau Jawa dalam Sepekan
Bencana banjir dan longsor melanda sejumlah wilayah di Pulau Jawa dalam sepekan terakhir. Selain karena meningkatnya intensitas hujan, rankaian bencana ini juga menandakan penurunan daya dukung lingkungan.
JAKARTA, KOMPAS — Bencana banjir dan longsor melanda sejumlah wilayah di Pulau Jawa dalam sepekan terakhir. Selain disebabkan meningkatnya intensitas hujan, rangkaian bencana hidrometeorologi ini juga menandai adanya penurunan daya dukung lingkungan.
Serangkaian bencana banjir dan longsor di Jawa ini dikompilasi dari laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam sepekan terakhir.
Dua warga Desa Argopeni, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, dilaporkan meninggal dalam bencana longsor yang terjadi pada Kamis (3/11/2022) pukul 22.00 WIB. Keduanya meninggal karena tertimbun reruntuhan bangunan rumahnya yang roboh oleh material longsoran tebing dari bagian atas samping tempat tinggal korban.
Hasil kaji cepat tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kebumen menyebutkan, longsoran tebing itu terjadi setelah hujan dengan intensitas tinggi mengguyur wilayah tersebut. Selain hujan, faktor lain yang diduga menjadi pemicu terjadinya longsor adalah kondisi tanah labil ditambah adanya saluran air yang berada di bagian atas tebing.
Keberadaan saluran air itu diduga menyebabkan kandungan air di dalam tanah menjadi lebih banyak. Ketika terjadi hujan, struktur tanah semakin kehilangan kemampuan untuk mengikat satu sama lain sehingga terjadi longsor.
Stasiun Meteorologi Ahmad Yani Semarang telah mengeluarkan informasi peringatan dini cuaca ekstrem yang akan berlaku di sejumlah wilayah di Jawa Tengah, termasuk Kabupaten Kebumen, hingga Sabtu (5/11/2022).
Baca Juga: Suami-Istri Meninggal Tertimpa Material Longsor di Kebumen
Sementara itu, di Jawa Timur, akses jalan nasional menuju Jembatan Gladak Perak yang menghubungkan Kabupaten Lumajang dengan Kabupaten Malang putus setelah amblas di bagian sisi luar tebing. Lokasi kejadian berada di KM 59 Piket Nol Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang.
Menurut kaji cepat sementara oleh tim BPBD Kabupaten Lumajang, peristiwa itu terjadi setelah hujan dengan intensitas tinggi mengguyur wilayah Kecamatan Candipuro pada Kamis (3/11) pukul 21.30 WIB. Tingginya curah hujan secara tidak langsung membuat tanah di bagian bawah jalan menjadi jenuh oleh air sehingga menyebabkan amblas dan tidak dapat dilalui segala jenis kendaraan.
Sekalipun tidak ada korban jiwa, amblasnya jalan nasional itu menghambat pengerjaan Jembatan Gantung Gladak Perak yang terputus oleh aliran awan panas guguran Gunung Semeru pada Desember 2021. Padahal, jalan itu menjadi jalur utama yang menghubungkan Kabupaten Lumajang dengan Kabupaten Malang.
Banjir dan longsor juga terjadi pada Kamis (3/11) sekitar pukul 21.00 WIB, di Kabupaten Banyuwangi, persisnya di Desa Sarongan, Kecamatan Pesanggaran; dan Desa Kalibaru Wetan, Kalibaru. Akibatnya, material longsor menimbun beberapa titik jalan.
Sementara di Trenggalek, banjir dan tanah longsor yang juga terjadi pada Kamis disebabkan meluapnya Sungai Kalitengah dan Sungai Gading pada pukul 16.00 waktu setempat.
Sebanyak 3.395 keluarga atau 8.104 jiwa, dengan wilayah terdampak meliputi Desa Karanggandu, Desa Prigi, Desa Sawahan, dan Desa Tasikmadu yang berada di Kecamatan Watulimo, terdampak banjir ini. Banjir juga berdampak pada Desa Tawing, Desa Bangun, Desa Munjungan, dan Desa Bendoroto, Kecamatan Munjungan.
Baca Juga: Minimnya Mitigasi Bencana di Wilayah Kepulauan
Kejadian tersebut menyebabkan kerusakan infrastruktur, dilaporkan sebanyak 24 rumah rusak berat, 15 rumah rusak sedang, dan 26 rumah rusak ringan serta satu unit sarana pendidikan ikut terdampak. Selain itu, peristiwa tersebut menyebabkan lima jembatan rusak berat, serta Jalur Kampak-Munjungan tertutup material longsor.
Sementara itu, di Jawa Barat, akses jalan warga Desa Girikancana, Kecamatan Parungponteng, Kabupaten Tasikmalaya, terputus akibat tanah longsor pada Kamis pukul 16.00 waktu setempat. Kejadian ini dipicu oleh hujan lebat serta struktur tanah yang labil sehingga menyebabkan badan jalan raya Cibalong-Pamijahan sekitar 50 meter terbawa longsor.
Sekretaris BPBD Kabupaten Tasikmalaya Irwan mengatakan, kondisi jalan yang terputus masih dalam tahap survei dan kajian oleh dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk pengambilan langkah penanganan lanjutan sejak Jumat (4/11).
Irwan melaporkan, akses jalan Cibalong-Parungpoteng juga putus total dan Jalan Lingkungan sepanjang 10 meter turut terbawa longsor. Kejadian ini juga menyebabkan satu rumah dan warung milik warga setempat rusak berat.
”Warga terdampak kerusakan bangunan telah mengungsi ke rumah kerabat yang lebih aman. Selain itu, terdapat tiga rumah lainnya yang terancam peristiwa ini. Namun, para warga juga telah mengungsi ke rumah kerabatnya untuk mencegah jatuhnya korban jiwa,” tutur Irwan.
Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto telah mengeluarkan peringatan dini waspada potensi hujan yang dapat disertai kilat atau petir dan angin kencang pada waktu antara pagi menjelang siang hari hingga malam hari di sebagian wilayah Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, 5-7 November 2022.
Kajian inaRisk turut menunjukkan Kabupaten Tasikmalaya memiliki bahaya tanah longsor pada tingkat sedang hingga tinggi yang berdampak pada 34 kecamatan.
Sirkulasi siklonik
Selain di Jawa, deretan bencana banjir juga melanda beberapa wilayah di Pulau Sumatera dalam sepekan terakhir. Aceh Tamiang dan Sumatera Utara terdampak paling parah.
Guswanto menyebut, sirkulasi siklonik terpantau di perairan barat laut Aceh, di Bangka Belitung, di perairan barat Bengkulu, di Maluku, dan di Samudra Pasifik sebelah timur Filipina. Hal itu membentuk daerah perlambatan kecepatan angin (konvergensi) memanjang dari Sumatera Utara hingga Aceh, di Semenanjung Malaysia, di Bengkulu, di Kalimantan Barat, Jawa Timur, hingga Jawa Barat, Maluku, dan di Papua Barat.
Daerah konvergensi lainnya terpantau memanjang di Selat Karimata, dari NTT hingga NTB, di Kalimantan Selatan, di Kalimantan Tengah, di utara Kalimantan Barat, di Kalimantan Utara, dari Kalimantan Timur hingga Sulawesi Tengah, di Sulawesi bagian tengah dan dari Papua Barat hingga Papua.
Selain itu, daerah pertemuan angin (konfluensi) meliputi perairan utara Aceh, di perairan barat daya Banten, di Selat Karimata, dan di Maluku Utara.
”Kondisi tersebut mampu meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan di sekitar wilayah sirkulasi siklonik dan di sepanjang daerah konvergensi/konfluensi tersebut,” ujarnya menambahkan.
Baca Juga: Mengoptimalkan Potensi Anak Muda dalam Mitigasi Bencana
Kepala BNPB Suharyanto meminta pemerintah daerah melaksanakan strategi penanggulangan bencana, mulai dari masa prabencana, tanggap darurat, hingga pascabencana.
Kesiapan personel dengan kapasitas dan kompetensi di bidang penanggulangan bencana, penyusunan rencana kontijensi, serta persiapan perangkat dan peralatan teknis lainnya harus diperhatikan. Hal ini menjadi indikator kesiapan dan kekuatan setiap daerah dalam penanggulangan bencana.
Patroli rutin untuk memeriksa kondisi di lapangan harus dilakukan sebagai langkah mitigasi dan pencegahan bencana. Kehadiran personel saat patroli juga jadi langkah tercepat membantu warga yang terdampak bencana. ”Harus dalam waktu 1x24 jam datang ke lokasi membantu masyarakat, keselamatan rakyat ini hukum yang tertinggi,” ucapnya.
Suharyanto menginginkan penanganan bencana pada masa tanggap darurat dapat dilakukan dengan cepat dan tidak berlarut-larut, khususnya pada saat pendataan di lapangan. ”Pendataan menjadi unsur paling penting untuk memulai tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi pada penanganan bencana,” katanya.
Adapun masyarakat yang tinggal di sekitar tebing atau pada wilayah dengan kondisi tanah yang miring diimbau agar mengungsi sementara ke tempat lebih aman ketika curah hujan telah mengguyur wilayah dengan intensitas tinggi lebih dari 1 jam.
Pemerintah daerah setempat juga dapat melakukan patroli di wilayah yang terancam tanah longsor, menutup, atau merelokasi akses jalan masyarakat yang ada di sekitar tebing maupun wilayah dengan kondisi tanah labil ketika hujan lebat untuk mencegah jatuhnya korban jiwa apabila sewaktu-waktu terjadi tanah longsor.