Dua Perkara Tambang Emas di Sangihe Berlanjut ke Kasasi
Polemik pertambangan emas terus berlanjut hingga tahapan kasasi. Dua perkara tersebut tinggal menunggu hasil akhir, yakni putusan berkekuatan hukum tetap.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkara izin operasi produksi yang dimenangi oleh warga Pulau Sangihe, Sulawesi Utara, dan izin lingkungan yang dimenangi PT Tambang Mas Sangihe atau TMS berlanjut ke tahap kasasi. Kedua pihak memilih jalur hukum untuk menyelesaikan sengketa pertambangan emas di pulau kecil itu.
Perwakilan kuasa hukum Koalisi Save Sangihe Island, Muhammad Jamil, menyebutkan, kedua perkara yang digugat, baik izin operasi produksi maupun izin lingkungan, telah diterima oleh Mahkamah Agung. Untuk gugatan perizinan lingkungan PT TMS, warga kalah sewaktu proses banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar. Sebelumnya, pada 2 Juni 2022, warga menang saat menggugat izin lingkungan PT TMS di Pengadilan Tata Usaha Negara Manado.
”Saat ini, (gugatan perizinan lingkungan) telah diterima dan kami sudah siap menempuh jalur hukum. Ini sesuai dengan tujuan awal yang mengutamakan adu argumen di pengadilan,” ujar Jamil pada konferensi pers Koalisi SSI di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (16/11/2022).
Kami akan menempuh jalur hukum sampai titik terakhir. Hal ini menyangkut ruang hidup warga Pulau Sangihe sehingga kami tidak mau lingkungan tempat tinggal dirusak oleh pertambangan emas.
Untuk perkara izin operasi produksi, PT TMS tidak puas dengan hasil banding 31 Agustus 2022 di PT TUN Jakarta dan mengajukan kasasi. Pada intinya, seluruh pihak akan menyelesaikan sengketa untuk menemukan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Rabu (16/11/2022), sejumlah warga Pulau Sangihe yang tergabung dalam Koalisi Save Sangihe Island (SSI) datang DKI Jakarta. Menurut rencana, Kamis (17/11/2022), mereka akan mendatangi Mahkamah Agung. Kedatangan mereka untuk mewakili suara warga Pulau Sangihe dan menunjukkan bahwa perjuangan mereka tidak akan sia-sia.
”Kami akan menempuh jalur hukum sampai titik terakhir. Hal ini menyangkut ruang hidup warga Pulau Sangihe sehingga kami tidak mau lingkungan tempat tinggal dirusak oleh pertambangan emas,” ujar Jull Takaliuang dari Koalisi SSI.
Aktivitas pertambangan di Pulau Sangihe akan merusak air dan lingkungan. Sumur sumber air warga menjadi kering karena air berkumpul ke lubang tambang. Selain itu, limbah akibat pertambangan juga akan berdampak pada pesisir dan biota laut di dalamnya.
Sebelumnya, putusan Majelis Hakim PT TUN Jakarta pada Rabu (31/8/2022) telah membatalkan surat keputusan (SK) dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). SK tersebut menjadi dasar aktivitas pertambangan PT TMS di Pulau Sangihe.
Menteri ESDM terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup karena tidak melibatkan masyarakat terdampak dalam menyusun analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) (Kompas.id, 7/9/2022).
Merujuk data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2020 terdapat 139.262 penduduk yang tinggal di Kepulauan Sangihe. Mereka tinggal di pulau kecil seluas 736,98 kilometer persegi.
Pulau Sangihe merupakan pulau kecil yang masuk dalam kategori UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Karena itu, Menteri ESDM juga dinilai tak menjalankan UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang melarang adanya kegiatan pertambangan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.
Tenaga Ahli Utama Deputi I Kantor Staf Presiden (KSP) Triyoko M Soleh menyebutkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mendapatkan gambaran permasalahan ini lebih jelas.
”Kami juga telah melakukan pendalaman situasi baik dari masyarakat (di Pulau Sangihe), Pemerintah Kabupaten Sangihe, dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara. KSP mengimbau seluruh pihak untuk menahan diri dan menunggu keputusan tetap dari Mahkamah Agung,” ujarnya.
Ia juga menyinggung bahwa perkara pertambangan masuk dalam ketentuan Pasal 2 Huruf f UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup karena kegiatan pertambangan memiliki sifat merusak lingkungan dan sulit dipulihkan. Karena itu, penerapan asas kehati-hatian penting untuk dikedepankan.
Kompas telah menghubungi Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Ediar Usman dan diminta mengirimkan pertanyaan tertulis, tetapi hingga pukul 19.30 belum ada respons. Selain itu, Kompas juga telah menghubungi pihak PT TMS dan akan bertemu pada Kamis (17/11/2022) pukul 10.00 dengan CEO PT TMS dan External Director PT TMS serta Legal Director PT TMS.