Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi memegang peranan penting dalam keberhasilan kebijakan daerah. Pelaksanaan ketiga hal itu secara kolaboratif menjadi suatu keharusan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi atau iptekin yang berkelanjutan tidak lepas kaitannya dengan kolaborasi berbagai pihak. Kebijakan linear iptekin dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi dan kebutuhan zaman.
Sekretaris Lembaga Social Monitoring and Early Response Unit (SMERU) Research Institute Heni Kurniasih, dalam diskusi Indonesian Science and Technology Innovation Policy Lecture Series 2022 secara daring, Kamis (17/11/2022), mengatakan, kolaborasi pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga riset independen (LRI) dibutuhkan untuk mewujudkan iptekin yang inklusif dan berkelanjutan.
”Iptekin itu seperti pedang bermata dua, menguntungkan untuk memaksimalkan potensi pembangunan berkelanjutan, tetapi dapat juga memunculkan ketidaksetaraan dan membuat jarak. Kalangan marjinal, warga lansia, penyandang disabilitas, dan lainnya kadang tidak diuntungkan akibat kebijakan iptekin yang kurang berpihak kepada mereka,” ujarnya.
Keterlibatan peneliti dari lembaga riset independen, baik dari tingkat pusat maupun daerah, khususnya yang terlibat langsung dalam kegiatan masyarakat sehari-hari menjadi krusial. Sebab, saat ini produsen pengetahuan masih didominasi oleh penelitian dan pengembangan (litbang) pemerintah serta perguruan tinggi.
Model linear yang selama ini dianut dalam kebijakan iptekin sudah tidak relevan karena kebutuhan semakin kompleks dan ada tuntutan untuk lebih inklusif. Inilah, ujar Heni, perwujudan inklusivitas yang menjadi bagian dari proses penelitian dan pengembangan teknologi.
Bagian dalam proses tersebut, di antaranya, pengalaman, kapasitas pembelajaran, dan pengetahuan individu, seperti kemampuan komunikasi dan bisnis. ”Prinsipnya ada dua, yakni untuk memenuhi kebutuhan lokal dan desain koordinasi yang baik,” ucapnya.
Kalangan marjinal, warga lansia, penyandang disabilitas, dan lainnya kadang tidak diuntungkan akibat kebijakan iptekin yang kurang berpihak kepada mereka.
Heni menambahkan, masih banyak aktor-aktor di luar litbang pemerintah dan perguruan tinggi yang belum terlibat dalam kebijakan iptekin di tingkat daerah. Padahal, kolaborasi berbagai pihak penting untuk produksi pengetahuan, penyebaran pengetahuan, dan tindak lanjut sesuai dengan kebutuhan daerah.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak mengatakan, pada tingkat daerah, ada suatu sistem inovasi daerah yang melibatkan elemen penta helix atau unsur masyarakat dan organisasi nonpemerintah. Tujuannya untuk meningkatkan daya saing daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
”Di Jawa Timur, kami mendorong agar dampak inovasi sejalan dengan visi dan misi pembangunan Jawa Timur. Dari 2014 hingga kini, roadmap pembangunan masih Agribisnis Berbasis Wisata dengan sembilan produk unggulan utama daerah,” katanya.
Sinergi antara intelektual, bisnis, dan pemerintah, menurut Emil, berperan untuk kepentingan masyarakat umum. Intelektual sebagai pencipta inovasi, bisnis sebagai inspirator dan menilai apakah inovasi itu berguna, serta pemerintah sebagai fasilitator dan regulator yang perlu mendukung seluruh pihak untuk berinovasi.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Kebijakan Riset dan Inovasi Daerah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Sri Nuryanti, target pembangunan daerah cukup mudah untuk berubah. Secara internal dipengaruhi pergantian kepala daerah, perubahan target pembangunan, dan secara eksternal, yakni pandemi.
”Pada tingkat daerah telah terbentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) yang akan mengakselerasi kegiatan litbang di daerah untuk kepentingan kebijakan pemerintah daerah. Brida juga merupakan wadah kolaborasi multi-pihak agar dapat terlibat dalam riset dan inovasi,” ucapnya.
Selain itu, Forum Koordinasi Riset dan Inovasi Daerah (FKRID) akan dibentuk untuk menjadi wadah kepala daerah dan pihak lainnya untuk merumuskan rekomendasi kebijakan berbasis bukti dan sains. Kolaborasi dari seluruh pihak yang terlibat, menurut Sri, akan meningkatkan kesejahteraan setiap daerah.
Plt Direktur Perumusan Kebijakan Riset, Teknologi, dan Inovasi BRIN Dudi Hidayat menambahkan, BRIN sedari awal telah berkomitmen untuk membangun sistem inovasi yang inklusif dan berkelanjutan. Sekarang sudah saatnya untuk bekerja sama dalam memajukan riset dan inovasi di Indonesia.