Draf kesepakatan COP27 Perubahan Iklim di Mesir telah diterbitkan. Namun, banyak pihak kecewa dengan isi draf tersebut karena tidak menekankan penghapusan bahan bakar fosil dan tidak memberikan pedoman pendanaan iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
SHARM EL SHEIKH, JUMAT — Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim atau UNFCCC menerbitkan draf kesepakatan pertama dari perundingan Konferensi Para Pihak ke-27 atau COP27 di Sharm El-Sheikh, Mesir. Banyak pihak kecewa terhadap draf kesepakatan tersebut karena gagal menyerukan penghapusan semua bahan bakar fosil dan memberikan pedoman dana kehilangan dan kerusakan yang tidak jelas.
Berdasarkan laporan Reuters, dokumen rancangan atau draf kesepakatan COP27 diterbitkan UNFCCC pada Jumat (18/11/2022) dan diharapkan dapat disetujui oleh semua delegasi. Akan tetapi, draf yang disusun sebagian besar berisi pengulangan kesepakatan dalam COP26 di Glasgow, Skotlandia, tahun lalu, seperti mempercepat penurunan emisi.
Draf tersebut juga tidak menyebut kesepakatan tentang penghapusan semua bahan bakar fosil seperti permintaan delegasi India dan Uni Eropa. Bahkan, draf masih belum tegas menyepakati aspek pendanaan untuk kehilangan dan kerusakan (loss and damage) akibat krisis iklim yang ditekankan negara miskin dan pulau-pulau kecil sejak awal perundingan.
Draf kesepakatan tersebut tidak mewakili berbagai desakan dari ruang negosiasi untuk mengatasi krisis iklim dengan mengedepankan aspek keadilan dan pemerataan.
Penyusunan draftersebutdilakukan sehari sebelumnya yang didasarkan pada permintaan lebih dari 190 delegasi negara dalam COP27. Isi lengkap draf tersebut belum disampaikan secara resmi ke publik karena sebagian besar teks masih akan diperbaiki dan dirampingkan yang sebelumnya mencapai 20 halaman.
Beberapa pihak termasuk negara miskin dan berkembang menyatakan kekecewaannya meski draf tersebut belum final. Mereka memandang bahwa negara-negara kaya yang bertanggung jawab terhadap krisis iklim masih kerap menunda dalam menyepakati pendanaan sebagai kompensasi kehilangan dan kerusakan.
Kepala Delegasi COP27 Greenpeace International Yeb Sano menyatakan, draf kesepakatan tersebut mencerminkan perundingan yang berjalan dengan buntu. Jika disepakati, draf ini juga disebut dapat membuka jalan bagi krisis iklim yang semakin parah.
”Draf kesepakatan tersebut melepas tanggung jawab untuk menangkap urgensi yang diungkapkan oleh banyak negara tentang perlunya menghapus bahan bakar fosil. Penyangkalan iniharus segera diakhiri dengan menutupenergi fosil,” ujarnya.
Kekecewaan juga disampaikan Joseph Sikulu dari Pacific Climate Warriors. Menurut Joseph, draf kesepakatan tersebut tidak mewakili berbagai desakan dari ruang negosiasi untuk mengatasi krisis iklim dengan mengedepankan aspek keadilan dan pemerataan. Pada akhirnya, draf ini akan membuat COP27 dicap sebagai kegagalan oleh dunia.
Proposal pendanaan
Terlepas dari draf kesepakatan dan perundingan yang masih terus berjalan, sejak Kamis (17/11) malam waktu Mesir, Uni Eropa tengah mempersiapkan proposal pendanaan guna meningkatkan peluang kesepakatan. Proposal tersebut akan mengaitkan kompensasi bencana iklim dengan pengurangan emisi yang lebih ketat.
Proposal dari 27 negara Uni Eropa menawarkan pendekatan dua arah yang akan memberikan pendanaan bagi negara-negara miskin untuk mendorong penurunan emisi. Ini termasuk menghentikan secara bertahap semua bahan bakar fosil, gas alam, dan minyak.
Kepala Iklim Uni Eropa Frans Timmermans mengatakan bahwa proposal tentang pendanaan terkait kehilangan dan kerusakan serta mitigasi perubahan iklim ini menjadi tawaran terakhir dari Uni Eropa. Proposal ini dapat menjadi jalan keluar kesepakatan bagi setiap negara dalam perundingan COP27 yang akan segera berakhir pekan ini.
Timmermans mengakui bahwa proposal ini disusun sebagai reaksi atas perundingan yang berjalan alot khususnya saat membahas isu pendanaan terkait kehilangan dan kerusakan. Ia berharap proposal ini dapat menjaring keterlibatan lebih besar dari negara maju lainnya dalam menghimpun pendanaan bagi negara-negara miskin.
”Kita tidak boleh mengalami kegagalan (dalam perundingan COP27). Perundingan ini jelas akan mengalami kegagalan bila proposal tidak ditanggapi oleh negara lain. Akan tetapi, saya tetap berharap kita bisa menghindari kegagalan perundingan ini,” tuturnya.
Sebelumnya, negara-negara maju termasuk Uni Eropa sempat menolak pembiayaan untuk kompensasi terkait kehilangan dan kerusakan karena khawatir adanya klaim yang sangat besar dari negara berkembang. Mereka juga lebih memilih untuk memusatkan pendanaan iklim pada mitigasi dampak perubahan iklim seperti mendukung pengembangan energi hijau.
Dalam COP27 pekan pertama, isu pendanaan terkait kehilangan dan kerusakan menjadi topik perundingan yang sangat panas. Pendanaan ini perlu dibayarkan atau disediakan negara maju untuk mengganti berbagai kehilangan serta kerusakan akibat dampak dari krisis iklim yang mayoritas dialami negara pulau-pulau kecil dan berkembang.
Negara miskin juga menyebut bahwa negara kaya berkontribusi paling besar terhadap pelepasan emisi selama ini. Mereka pun menegaskan bahwa negara kecil tidak bisa menunggu satu tahun lagi untuk pembentukan dana guna membayar kompensasi iklim.
Meningkatkan harapan
Menteri Iklim Maladewa Shauna Aminath mengatakan, proposal pendanaan dari Uni Eropa telah meningkatkan harapan bagi negara yang rentan terhadap dampak perubahan iklim untuk mencapai kesepakatan dalam COP27. Selama ini, Maladewa menghadapi ancaman banjir akibat kenaikan permukaan laut yang didorong oleh perubahan iklim.
”Mengenai kehilangan dan kerusakan, kami menyambut intervensi dan keterbukaan serta keinginan untuk membuat kesepakatan. Kami sangat dekat dengan kesepakatan ini dan mari terlibat satu sama lain dan mewujudkannya,” ucapnya.
Meski demikian, pandangan berbeda justru disampaikan Menteri Lingkungan Antigua dan Barbuda Molwyn Joseph yang memiliki kekhawatiran tentang proposal pendanaan Uni Eropa. Namun, ia tidak menjelaskan secara detail tentang kekhawatirannya tersebut. Joseph hanya menyebut bahwa proposal tersebut masih perlu beberapa penyesuaian.
”Kami membutuhkan kesepakatan di antara semua pihak dalam COP27 sekarang,” katanya. Ia pun memperkirakan perundingan masih akan berlanjut hingga Sabtu (19/11/2022) untuk mencapai kesepakatan tentang pendanaan kehilangan dan kerusakan iklim.
Beberapa topik dalam COP27 yang masih belum ada kesepakatan membuat Presiden COP27 Mesir Sameh Shoukry kembali mendorong agar para negosiator mempercepat proses perundingan. Shoukry menargetkan seluruh aspek perundingan dapat disepakati pada hari Sabtu.
”Saya tetap prihatin dengan sejumlah masalah yang belum terselesaikan, termasuk soal mitigasi keuangan, adaptasi, hingga pendanaan untuk kehilangandan kerusakan. Kita perlu mempercepat perundingan karena tidak ada waktu lagi yang tersisa,” ucapnya. (AP/REUTERS)