Perempuan Didorong Lebih Aktif Berperan dalam Isu Strategis
Perempuan perlu lebih aktif terlibat dalam proses pembangunan. Namun, kepemimpinan perempuan dalam berbagai bidang masih rendah.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peran serta organisasi kemasyarakatan perempuan lintas agama dalam pembangunan dinilai sangat penting. Selain perjuangan kesetaraan serta perlindungan perempuan dan anak, ormas perempuan perlu mengambil peran aktif pada isu-isu strategis mendesak, seperti radikalisme, transformasi digital, dan konsolidasi demokrasi.
Karena itu, sejumlah perempuan lintas profesi dan agama bertemu dengan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Andi Widjajanto, Senin (28/11/2022), dan berharap ada kerja sama dengan organisasi kemasyarakatan (ormas) perempuan lintas iman dan kepercayaan dalam mendorong kepemimpinan perempuan nasional.
”Kerja sama dengan Lemhannas diharapkan memberi peluang lebih besar terhadap penguatan kaderisasi kepemimpinan perempuan nasional berperspektif global. Di antaranya melalui partisipasi program pendidikan lebih spesifik bagi kepemimpinan lintas kepercayaan,” kata Mathilda AMW Birowo, peneliti yang juga Ketua Umum Alumni Katolik Universitas Indonesia (Alumnika UI), seusai bertemu Gubernur Lemhannas.
Mathilda berharap para dosen dan peneliti juga dapat lebih berkontribusi dalam kajian-kajian terkait peran perempuan dalam ekonomi hijau, ekonomi biru, dan ibu kota negara sesuai sasaran pemerintah dewasa ini.
Mathilda bersama sejumlah perempuan lintas profesi dan agama bertemu Gubernur Lemhannas dan mengusulkan kerja sama ormas perempuan dengan Lemhannas. Beberapa usulan kerja sama itu, antara lain, meliputi seminar nasional dan kajian menyambut tahun politik di Indonesia bertema peran kepemimpinan perempuan nasional dalam partisipasi politik generasi muda.
Moderasi beragama
Francisia Saveria Sika Ery Seda, sosiolog dari UI, menyatakan, di tengah perkembangan teknologi informasi, ketika masyarakat sangat akrab dengan dunia digital, perlu diberikan moderasi beragama. Organisasi perempuan lintas iman bisa berkontribusi dalam hal tersebut.
Kerja sama Lemhannas dan organisasi perempuan juga bisa dilakukan dengan memberdayakan organisasi perempuan, khususnya yang berbasis kepercayaan, untuk lebih berkiprah dalam pembangunan nasional dan peningkatan jejaring kerja sama yang intens lintas organisasi.
Pada pertemuan tersebut, para perempuan lintas profesi dan agama berharap ada perwakilan dari ormas perempuan yang mendapat kesempatan menjadi peserta dalam program-program pendidikan di Lemhannas.
”Dengan demikian, ormas perempuan bisa memperjuangkan kesetaraan dalam hal hak-hak perempuan serta melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekaligus dapat berperan untuk negara, terutama dalam rangka meretas intoleransi di segala aspek kehidupan berbangsa,” papar Mathilda.
Hal itu sejalan dengan fungsi Lemhannas untuk membentuk pemimpin tingkat nasional serta meningkatkan kapasitas dan efektivitas kepemimpinan. Fungsi itu bisa dijalankan melalui pemantapan nilai-nilai kebangsaan, penyiapkan kader, dan pengkajian persoalan strategik nasional, regional, ataupun internasional.
Ormas perempuan bisa memperjuangkan kesetaraan dalam hal hak-hak perempuan serta melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak, sekaligus dapat berperan untuk negara.
Widarmi Wijana, Wakil Sekretaris Jenderal Kongres Wanita Indonesia (Kowani), menyatakan, kajian bersama terkait isu perempuan juga bisa dilakukan Lemhannas dengan Kowani.
Mathilda menambahkan, hasil riset yang dilakukannya tahun 2021 tentang kepemimpinan organisasi perempuan keagamaan menunjukkan, peran setiap organisasi perempuan sudah menunjukkan arah pembangunan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan budaya.
”Pembangunan di bidang pendidikan oleh organisasi perempuan dilakukan melalui pendampingan, pelatihan, dan sosialisasi; keterampilan-keterampilan; pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah; serta bantuan pendidikan,” katanya.
Andi menyambut baik harapan para perempuan lintas profesi tersebut. Lemhannas memiliki sejumlah fungsi, antara lain fungsi pendidikan dan kajian strategis. ”Kami diminta langsung Presiden membuat kajian. Untuk tiga tahun ke depan Presiden meminta kami untuk konsolidasi demokrasi,” ujarnya.
Pertemuan tersebut juga dihadiri, antara lain, Audra Jovani (Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia), Tristina Hanjaya (Parisadha Buddha Dharma NSI), Rita Serena Kolibonso (Koordinator Gerakan Perempuan Peduli Indonesia), Puspitasari (dosen UI), serta Hiashinta Prastuty (Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan Konferensi Waligereja Indonesia).