Cekal Peneliti Asing, Menteri LHK Disurati 18 Organisasi
Sejumlah organisasi melayangkan surat ke Menteri Siti Nurbaya sebagai buntut pencekalan sejumlah peneliti asing di wilayah taman nasional.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 18 organisasi yang tergabung dalam tim advokasi kebebasan akademik melayangkan surat keberatan administratif kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada Kamis (1/12/2022). Langkah ini terkait pencekalan sejumlah peneliti asing di taman nasional dan kawasan konservasi di Indonesia. Pencekalan kegiatan penelitian peneliti asing dinilai sebagai kebijakan antisains yang membatasi kebebasan akademik.
Pencekalan itu ada dalam surat pengawasan penelitian satwa yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 14 September 2022. Surat tersebut berisi perintah agar para pejabat balai taman nasional dan balai konservasi tidak memberikan pelayanan serta permohonan kerja sama kegiatan konservasi kepada peneliti asing, yakni Erik Meijaard, Julie Sherman, Marc Ancrenaz, Hjalmar Kuhl, dan Serge Wich.
Merujuk pemberitaan Kompas pada 27 Oktober 2022, Erik menduga pencekalan kegiatan penelitiannya akibat tulisannya di The Jakarta Post. Dalam artikel itu, Erik mengkritik klaim KLHK tentang populasi orangutan yang terus bertambah dan kian jauh dari kepunahan. Ia merujuk sejumlah penelitian ilmiah di Nature (2017), Current Biology (2018), dan Current Biology (2022).
”Yang dilakukan Erik dan timnya adalah bentuk produksi pengetahuan. Kebijakan yang diambil pemerintah seharusnya berbasis sains atau bukti. Ini merupakan kesempatan bersama untuk mendudukkan kasus tanpa harus mencekal peneliti asing,” tutur Herlambang Perdana Wiratraman dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) saat ditemui di Kompleks KLHK, Jakarta.
Anggota tim lainnya sekaligus Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengungkapkan, perbedaan informasi, baik dari pemerintah maupun peneliti, tetap harus disampaikan kepada publik. Upaya yang seolah menghalangi informasi lain dengan tuduhan mendiskreditkan pemerintah seharusnya tidak terjadi. Lebih jauh lagi, upaya ini dapat diartikan bahwa informasi di luar versi pemerintah tidak dapat dipercaya.
Lebih lanjut, tim advokasi kebebasan akademik mendesak KLHK untuk mencabut surat pengawasan penelitian satwa, menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada publik, menghentikan praktik pembatasan kebebasan akademik, dan memfasilitasi pertemuan untuk membahas tren populasi orangutan secara terbuka, transparan, serta akuntabel.
Sejumlah organisasi yang tergabung dalam tim advokasi kebebasan akademik tersebut, di antaranya Amnesty International Indonesia, Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam, Greenpeace Indonesia, Jaringan Advokasi Tambang, Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.
Hal ini bukan untuk melarang peneliti asing masuk, tetapi dilakukan untuk melindungi aset bangsa Indonesia baik flora maupun fauna.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong saat ditemui di kompleks Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengatakan, setiap penelitian akan menghasilkan intellectual property rights (IPR) atau hak atas kekayaan dari kemampuan intelektual manusia yang menjadi perhatian Indonesia.
”Kami ingin setiap peneliti asing menjalankan ketentuan dan peraturan yang ada. Untuk masuk kawasan konservasi, setiap peneliti perlu mendapatkan Simaksi (surat izin masuk kawasan konservasi),” ujarnya seusai perhelatan penyerahan penghargaan Adiwiyata Mandiri dan Adiwiyata Nasional tahun 2022 di Jakarta.
Setiap peneliti asing juga perlu mempresentasikan proposal penelitian dan menyerahkan laporan hasil penelitiannya sesuai dengan prosedur dan regulasi di Indonesia. Selain itu, kata Alue, pihaknya juga ingin menyampaikan bahwa penelitian tidak bisa dilakukan dari jarak jauh menggunakan data sekunder.
”Jadi, peneliti asing dari Eropa (yang) mengolah data sekunder (dan) fabrikasi data menggunakan remote sensing tanpa pernah ke lapangan itu tidak bagus,” ujarnya.
Melindungi aset bangsa
Secara terpisah, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB University Bambang Hero Saharjo mengatakan, peneliti asing yang akan melakukan penelitian wajib mengantongi izin dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, peneliti asing tidak sembarangan masuk ke lokasi penelitian meskipun memiliki mitra di Indonesia.
Bambang mengatakan juga pernah mengalami hal yang sama seperti Erik. Beberapa waktu lalu, mitra peneliti asing yang akan meneliti di Indonesia juga harus melalui setiap prosedur yang ada. ”Hal ini bukan untuk melarang peneliti asing masuk, tetapi dilakukan untuk melindungi aset bangsa Indonesia, baik flora maupun fauna,” ucapnya.
Hal itu karena tidak sedikit temuan-temuan lapangan yang diklaim oleh berbagai pihak. Setelah diselidiki, ternyata peneliti itu tidak memiliki izin ketika mereka melakukan penelitian di lapangan.