Teddy Boen Berpulang, Indonesia Kehilangan Ahli Bangunan Tahan Gempa
Wafatnya Teddy Boen telah membuat kehilangan bagi dunia industri konstruksi Indonesia. Tak banyak ahli yang mengikuti jejaknya, yaitu secara konsisten fokus mempelajari bidang rekayasa bangunan rakyat tahan gempa.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ahli konstruksi bangunan rakyat tahan gempa, Teddy Boen, meninggal dunia pada Sabtu (14/1/2023) malam di Rumah Sakit St Carolus, Jakarta. Sebelumnya, Teddy dirawat secara intensif selama lebih kurang dua minggu akibat penyakit talasemia. Ia wafat pada usia 88 tahun.
Doktor Teddy Boen lahir di Bandung pada 25 Oktober 1934. Teddy menempuh pendidikan sarjana di Jurusan Teknik Sipil Universitas Indonesia (UI), lalu melanjutkan program pascasarjana di Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung dan Program Doktor di Kyoto University, Jepang.
Teddy Boen juga diketahui sebagai insinyur Indonesia pertama yang secara khusus belajar teknik struktur kegempaan di Jepang pada 1962. Setelah menimba ilmu selama beberapa waktu itu, ia kembali pulang ke Indonesia dan merancang konsep rumah tahan gempa yang dipaparkan dalam situs resminya, www.teddyboen.com.
”Beliau adalah sosok yang memiliki pengetahuan luas di berbagai bidang. Saya sering mendengar, Bapak Teddy selalu aktif dalam kegiatan penanggulangan bencana gempa bumi. Beliau masih sering mengunjungi lokasi-lokasi untuk membantu masyarakat dan memberikan pemikiran serta ilmunya sebagai ahli konstruksi bangunan tahan gempa,” kenang Suandi Bunanta, adik kandung Teddy, di Jakarta, Senin (16/1/2023).
Adapun menurut adik ipar Teddy, Murti Bunanta, sosok Teddy tak pernah berhenti untuk membantu masyarakat yang terdampak akibat gempa bumi. Bahkan, pada 2019 pascagempa Palu, Teddy masih berkunjung ke Palu, Sulawesi Tengah, untuk memastikan rekonstruksi atau pembangunan kembali rumah rakyat yang rusak itu sudah mulai dilakukan.
Dalam arsip Kompas (2/12/2019), Teddy diketahui memberikan pelatihan dan pemaparan terkait rumah tahan gempa kepada masyarakat setempat. Ia menjelaskan, rumah tahan gempa dengan balutan lapisan ferosemen.
Teddy menyatakan, untuk rumah rakyat, kekuatan utama ada di dinding atau tembok. Saat gempa terjadi, dinding itu pula yang mematikan penghuni rumah. Ferosemen memperkuat dinding tersebut agar tidak roboh. Tak hanya untuk rumah yang baru dibangun, rekayasa ferosemen juga bisa dipakai untuk memperkuat bangunan atau rumah yang sudah telanjur berdiri.
”Kalau tidak bisa satu rumah, bisa gunakan ferosemen secara bertahap, misalnya mulai dari kamar tidur. Setelah itu baru ruangan lain. Ini seharusnya dilakukan di Indonesia karena rumah sekaligus shelter, tempat aman bagi penghuninya. Jangan pada saat gempa orang dijauhkan dari rumahnya,” ujar Teddy.
Teddy mengingatkan, bimbingan teknis konstruksi rumah tahan gempa harus menjadi prioritas. Langkah itu ditempuh agar masyarakat tidak mengalami musibah sama di kemudian hari. Dia percaya, hal itu bisa membantu keuangan negara karena mampu mengurangi biaya rekonstruksi pascabencana.
Kiprah
Asosiasi Ahli Teknik Gempa Indonesia (AATGI) memberikan penghargaan kepada Teddy Boen sebagai ”Bapak Gempa Bumi Indonesia” karena dedikasi dan kontribusinya bagi pengembangan teknik gempa di Indonesia. Adapun mengutip laman resmi Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI), Doktor Teddy Boen juga menerima penghargaan dari The Asian Civil Engineering Coordinating Council pada 2022.
Ketua Umum HAKI Iswandi Imran mengungkapkan, Teddy merupakan sosok yang terlibat dalam mendirikan HAKI bersama 35 insinyur di bidang ketekniksipilan pada 2 Oktober 1971 .
Selama puluhan tahun terakhir Teddy secara konsisten menggeluti bidang desain tahan gempa tentang konstruksi bangunan rekayasa ataupun nonrekayasa di Indonesia. Ia juga rutin memberikan kuliah ataupun pelatihan di berbagai lokakarya dan seminar serta menerbitkan makalah di jurnal.
”Doktor Teddy dikenal konsisten mempelajari dan merekam kejadian gempa di Indonesia. Bukan hanya itu, beliau juga diketahui banyak merekam kejadian dan kerusakan bangunan-bangunan akibat gempa di Indonesia,” katanya.
Banyak melakukan penyuluhan, kuliah umum, seminar, training mengenai masalah penanggulangan gempa kepada berbagai kalangan masyarakat. Menurut Iswandi, Teddy sangat memperhatikan dalam hal perkuatan rumah sederhana agar menjadi tahan gempa dengan membuat solusi praktis bagi masyarakat.
”Beliau memiliki perhatian yang sangat besar pada bangunan-bangunan rumah tinggal, karena sebagian besar kerusakan bangunan akibat gempat terjadi pada banguan-bangunan yang biasa di Indonesia disebut sebagai non-engineered,” tuturnya.
Wafatnya beliau, kata Iswandi, membuat kehilangan bagi dunia industri konstruksi Indonesia karena tidak banyak yang mengikuti jejak Teddy yang secara konsisten fokus mempelajari bidang rekayasa bangunan non-engineered tahan gempa. Ia berharap akan lebih banyak hadir insinyur muda yang terpanggil untuk mewarisi keilmuan dan keahlian yang dimilikinya.