Peneliti dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia tengah mengembangkan alat pemilah telur yang bisa dijalankan secara otomatis. Alat ini diharapkan dapat membantu meningkatkan produktivitas peternak ayam skala UMKM.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·6 menit baca
Pekerja di peternakan ayam petelur pada skala usaha mikro, kecil, menengah di Indonesia rata-rata memerlukan waktu dua sampai tiga jam per hari untuk bekerja. Dalam waktu tersebut, pekerja biasanya melakukan kegiatan memanen telur, menghitung jumlah telur, menimbang berat telur, dan mengemas telur untuk akhirnya dikirim ke pemasok telur.
Tahapan yang harus ditangani pekerja cukup panjang sehingga produktivitas di peternakan ayam petelur menjadi tidak optimal. Setiap pekerja akhirnya hanya mampu menangani 3.000 sampai 4.000 ayam per hari. Jumlah ini jauh dari rata-rata produktivitas peternak ayam petelur di negara lain, seperti China, Amerika, dan India, yang setiap pekerjanya bisa menangani hingga 6.000 ayam per hari.
Selain produktivitas yang tidak optimal, banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan pekerja juga membuat pemantauan terhadap kondisi ayam di peternakan kurang baik. Padahal, jika ada ayam yang tidak sehat dan tidak segera tertangani, produktivitas pun akan terganggu.
Tantangan yang dihadapi saat ini adalah sebagian besar proses produksi telur dilakukan secara manual. Penggunaan teknologi, sekalipun teknologi sederhana, belum banyak diadopsi. Hal itu disebabkan oleh akses pada teknologi yang masih terbatas. Teknologi yang tersedia pun masih harus diimpor dari luar negeri sehingga harganya relatif tinggi.
Berangkat dari persoalan tersebut, para peneliti dari Departemen Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia (DTMM FTUI) pun berinisiatif menghasilkan alat yang bisa membantu peternak ayam petelur untuk meningkatkan produktivitas hasil panennya. Salah satunya melalui pengembangan alat pemilah atau sortir telur yang bisa bekerja secara otomatis.
Koordinator penelitian alat sortir otomatis yang juga anggota staf pengajar DTMM FTUI, Jaka Fajar Fatriansyah, di Jakarta, Jumat (20/1/2023), mengatakan, pengembangan alat sortir telur otomatis mulai dilakukan pada 2020. Pengembangan ini bermula dari temuan atas kesulitan yang dialami peternak ayam petelur skala UMKM dalam meningkatkan produktivitas hasil panen telur.
Masalah lain yang juga ditemukan adalah kurangnya waktu pekerja untuk memantau kesehatan ayam. Waktu bekerja yang dimiliki sebagian besar digunakan untuk melakukan pemilahan telur.
”Dengan alat ini, proses sortir telur dan penimbangan telur bisa dilakukan secara otomatis. Kami juga telah menyematkan nilai tambah dari alat ini agar telur yang sudah disortir bisa dikemas dan diberikan cap secara otomatis,” ujarnya.
Proses pemilahan
Pada dasarnya, proses pemilahan telur bekerja dengan menggunakan prinsip gaya magnet. Pemilahan dilakukan berdasarkan standar SNI 3926:2008, yakni telur kecil dengan berat kurang dari 50 gram, telur sedang dengan berat 50-60 gram, dan telur besar lebih dari 60 gram.
Dengan alat ini, proses sortir telur dan penimbangan telur bisa dilakukan secara otomatis. Kami juga telah menyematkan nilai tambah dari alat ini agar telur yang sudah disortir bisa dikemas dan diberikan cap secara otomatis.
Secara teknis, telur yang sudah dipanen akan diletakkan di bagian kiri alat untuk tempat telur yang belum dipilah. Setelah alat diaktifkan, setiap telur akan digerakkan secara otomatis oleh alat pembawa telur (egg carrier) menuju bagian pemilahan. Alat pembawa telur tersebut digerakkan oleh rantai berjalan dengan kecepatan sekitar 20 sentimeter per detik. Dalam satu jam, sebanyak 8.000 butir telur dapat dipilah.
Pada alat pembawa telur masing-masing disematkan magnet statis. Setiap magnet pada alat pembawa telur akan berinteraksi dengan magnet statis di tepi mesin yang sejajar dengan alat pembawa telur.
Jarak antara alat pembawa telur dan tepi mesin dibuat semakin lebar sesuai dengan berat telur yang akan dipilah. Semakin jauh, jarak antarmagnet pun akan semakin lebar sehingga daya magnetnya akan semakin lemah.
Pada bagian pemilahan telur dengan berat 70 gram, jarak kedua magnet dibuat sejauh 5 milimeter. Pada bagian pemilahan telur dengan berat 60-70 gram memiliki jarak 7 milimeter. Adapun untuk bagian pemilahan telur 50-60 gram berjarak 10 milimeter.
Dengan begitu, telur yang lebih berat akan jatuh dari alat pembawa telur terlebih dahulu dibandingkan dengan telur yang ringan. Secara otomatis, telur pun akan terpilah sesuai dengan beratnya.
”Peternak bisa lebih mudah menyortir telur berdasarkan berat dengan alat yang sederhana. Produktivitas pun jauh lebih tinggi hingga dua kali lipat dari yang sebelumnya disortir secara manual,” tutur Fajar.
Ia mengatakan, proses pengembangan dari alat sortir telur otomatis ini bekerja sama dengan Yayasan Edu Farmers International. Yayasan tersebut merupakan organisasi nonprofit yang memiliki misi untuk mempercepat kemampuan petani dan meningkatkan potensi anak muda di sektor agrikultur.
Pendanaan untuk penelitian alat sortir otomatis yang dikembangkan oleh DTMM FTUI tersebut berasal dari beberapa hibah Universitas Indonesia. Pendanaan juga pernah didapatkan dari program Reverse Engineering dari FTUI. Pada 2022, pendanaan hibah kembali didapatkan dari program Matching Fund Batch 3 Kedaireka Kemendikbudristek.
Pada Desember 2022, uji coba telah dilakukan di peternakan Agrova Farm yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam proses tersebut, alat dapat difungsikan dengan baik. Pengguna pun bisa memanfaatkannya dengan mudah.
Sejumlah masukkan pun diterima oleh para peneliti, antara lain untuk mengembangkan proses pengemasan agar bisa dalam jumlah yang lebih beragam. Itu terutama sesuai dengan kemasan yang diminta untuk kebutuhan penjualan di swalayan ataupun supermarket.
Fajar menyampaikan, saat ini pengembangan yang dilakukan telah masuk pada tahap kustomisasi. Ukuran alat nantinya akan disesuaikan dengan luas warehouse dan sistem produksi peternakan. Setiap peternakan ayam petelur UMKM biasanya memiliki luas yang berbeda.
Paten dari alat ini pun sudah diajukan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Diharapkan paten tersebut sudah bisa didapatkan dalam waktu dekat. Ditargetkan, finalisasi produk bisa dilakukan pada Maret 2023. Setelah itu, uji coba akan dilakukan kembali ke beberapa peternakan hingga akhirnya bisa siap diproduksi dan dikomersialisasikan melalui Yayasan Edu Farmers Internasional.
Dengan pengembangan yang dilakukan di dalam negeri, alat ini bisa dijual dengan harga yang jauh lebih terjangkau dari alat yang saat ini dibeli dari luar negeri. Alat serupa yang diproduksi di China dapat dibeli dengan harga lebih dari Rp 200 juta, sementara alat yang diproduksi di dalam negeri ini diperkirakan bisa didapatkan dengan harga sekitar Rp 30 juta yang disertai dengan layanan purnajual.
”Alat ini bisa dikatakan sebagai alat sortir telur otomatis pertama yang berasal dari dalam negeri yang sudah teruji. Kami berharap lewat alat ini bisa membantu peternak telur UMKM untuk meningkatkan produktivitas hasil ternaknya sekaligus mendukung kemajuan bangsa,” tutur Fajar.
Pengembangan
Ia menuturkan, setelah alat sortir telur otomatis ini selesai hingga tahap hilirisasi, sejumlah pengembangan masih akan dilakukan. Salah satunya dengan pengembangan sistem internet of things (IoT). Alat sortir telur nantinya akan dihubungkan dengan sistem IoT untuk mengetahui produksi telur secara real time per jam dan per hari.
”Dengan bantuan sistem IoT, pembukuan atau rekap dari hasil produksi menjadi lebih rapi dan terukur. Data ini juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan evaluasi atas produksi yang dihasilkan sehingga perbaikan pun bisa dilakukan dengan lebih baik,” kata Fajar.
Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia Heri Hermansyah dalam siaran pers mengatakan, hasil inovasi alat pemilah telur otomatis yang dikembangkan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan kesejahteraan peternak di Indonesia melalui keterampilan, inovasi teknologi, dan pemberdayaan. Adopsi teknologi merupakan keniscayaan bagi industri peternakan Indonesia untuk meningkatkan produktivitas.
”Inovasi ini juga diharapkan dapat membangun semangat generasi muda terhadap dunia agrikultur Indonesia yang lebih baik ke depannya,” ucapnya.