Industri perfilman Indonesia membutuhkan talenta digital berkualitas agar semakin kreatif menghasilkan film-film bermutu. Dukungan untuk peningkatan kapasitas sineas muda Indonesia terus dilakukan pemerintah.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Talenta sineas Indonesia terus didukung untuk mampu menghasilkan karya produksi yang bisa diapresiasi di tingkat global. Peluang bagi sineas muda di banyak daerah untuk meningkatkan kapasitas dalam memproduksi film dilakukan lewat berbagai program pelatihan dan mentoring hingga dukungan ke ajang festival film internasional.
Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Ahmad Mahendra dalam diskusi yang digelar Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendibudristek), di Bogor, Minggu (5/2/2023), mengatakan, pendidikan perfilman adalah salah satu bagian dari ekosistem perfilman Indonesia. Selain itu, ada pengarsipan film, apresiasi dan literasi perfilman, kreasi, produksi, distribusi, serta ekshibisi.
Pendidikan perfilman salah satunya diwujudkan lewat pendidikan dan pelatihan untuk para sineas muda dari sejumlah daerah. Ada program kompetisi produksi film pendek (kompro film) yang terus ditingkatkan kualitasnya.
”Pembinaan sineas lewat Kompro film bisa dikatakan strategis. Ini bukan sekadar lomba mengirimkan film lalu dipilih juara seperti sebelumnya. Tapi, harus ada pelatihan dan pendampingan supaya kapasitas para sineas muda juga meningkat, yang tentu hasil produksi filmnya juga akan baik, bahkan bisa diapresiasi di (panggung) nasional dan internasional,” kata Mahendra.
Mahendra mengisahkan, saat masa pandemi Covid-19 di mana kegiatan berlangsung dari rumah, ketika digelar lomba dan dikurasi, hanya ada dua film pendek kiriman peserta yang layak. ”Jika kualitas film pendek tidak bagus, bagaimana mau maju dan bisa layak ditayangkan, apalagi untuk festival film pendek di luar negeri. Karena itulah, para sineas muda pun harus disentuh dengan dukungan pendampingan. Kompetisi yang digelar harus ada pengaruhnya juga ke sineas,” ucap Mahendra.
Kehadiran tujuh film ini membuat Indonesia menjadi negara yang filmnya paling banyak terpilih pada festival yang telah digelar sejak 1972 tersebut.
Film pendek berjudul Tilik yang mendapat pembinaan dari Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu contoh karya film yang menunjukkan potensi para sineas muda untuk mengangkat kisah lokal yang bermutu. ”Kami meyakini, Indonesia punya keberagaman atau diversity kisah yang menjadi salah satu kekuatan. Sineas muda di daerah yang berkualitas dapat menggali ide cerita yang bermutu,” kata Mahendra.
Lewat Kompro Film, para sineas muda diminta untuk mengirim ide cerita. Lalu, dipilih 10 besar pemenang untuk mendapat dana produksi. Mereka mendapat pelatihan untuk pengembangan ide ke skrip. Dari situlah kreativitas para sineas terus berkembang untuk menghasilkan karya film pendek bermutu.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) menilai pembinaan para sineas muda di daerah dengan model Kompro Film. Hal ini akan dijadikan salah satu cara yang strategis untuk meningkatkan talenta sineas Indonesia.
Pemerintah juga mendata persoalan film di 10 kota untuk mengetahui tantangan dan dukungan yang bisa diberikan dalam mendukung ekosistem perfilman di daerah.
Selain itu, ada program Indonesiana Film yang merupakan pelatihan penulisan skenario dan produksi film dengan tutor profesor skenario dari University of Southern California. Program inkubasi berbentuk lokakarya ini untuk meningkatkan insan perfilman Indonesia, khususnya dalam penulisan skenario berbasis narasi lokal.
Program tersebut, ujar Mahendra, didorong dari keluhan pihak production house yang menyampaikan kurangnya skrip baik untuk dapat diproduksi. ”Pemerintah ikut mendukung program penyediaan skrip yang baik sehingga bisa diproduksi, tidak sekadar mengikuti selera pasar. Program inkubasi ini untuk menulis cerita lokal daerah. Kita perlu juga punya bank data skrip yang bisa dijual saat pameran untuk mendapatkan investor,” kata Mahendra.
Geliat perfilman Indonesia pascapandemi sudah semakin cerah. Rekor penonton film Indonesia terbanyak dipegang tahun 2022, yakni 54,07 juta orang. Jumlah itu di atas rekor tahun 2019 dengan penonton 51,9 juta orang.
Menorehkan prestasi
Pada awal 2023, perfilman Indonesia kembali menorehkan prestasinya di kancah internasional. Setelah sebelumnya tujuh film pendek Indonesia tampil pada ajang Clermont Ferrand International Short Film Festival 2023, di Paris, Perancis, pada 30 Januari 2023, kini tujuh film Indonesia kembali terpilih untuk tayang pada International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2023 di Belanda.
Ketujuh film tersebut adalah Like & Share karya Gina S Noer, Sri Asih karya Joko Anwar, Deadly Love Poem (Puisi Cinta yang Membunuh) karya Garin Nugroho, "Mayday! May Day! Mayday!" karya Yonri Revolt, The Myriad of Faces of The Future Challengers karya Yuki Aditya dan I Gde Mika, Evacuation of Mama Enola karya Anggun Priambodo, serta Marsiti dan Sapi Sapi karya Wisnu Surya Pratama.
Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, kehadiran tujuh film ini membuat Indonesia menjadi negara yang filmnya paling banyak terpilih pada festival yang telah digelar sejak 1972 tersebut. Keberadaan tujuh film ini merupakan suatu prestasi membanggakan dan istimewa bagi Indonesia ataupun para pembuat film di Tanah Air.
”Pembuat film Indonesia mendapat posisi istimewa di IFFR karena tujuh film kita diundang di festival ini. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang filmnya terbanyak terpilih oleh IFFR,” ujar Hilmar.
Festival Director IFFR 2023 Vanja Kaludjercic menuturkan, Indonesia menayangkan berbagai macam film yang menunjukkan keadaan masyarakatnya pada masa kini. ”Film-film yang ditayangkan, seperti dari Indonesia, menunjukkan keragaman dari film box office hingga film yang menunjukkan masyarakat kontemporernya saat ini,” ujar Vanja.
Sebagai bentuk apresiasi, pemerintah melalui Kemendikbudristek mendukung kehadiran para sineas pada IFFR 2023. Kemendikbudristek melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan juga membuka beberapa peluang kerja sama dengan Pemerintah Belanda, seperti pada bidang produksi, dokumenter, hingga pemutaran khusus di Tanah Air bagi film Indonesia yang tayang di festival luar negeri.
Ditjen Kebudayaan melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media Kemendikbudristek tengah membuka peluang kerja sama di bidang produksi perfilman dengan Belanda bersama Netherland Film Fonds. Kerja sama ini berupa pilot project co-development dokumenter pendek yang akan dimulai pada tahun 2023.
Di ajang Clermont Ferrand International Short Film Festival 2023, di Paris, Perancis, tiga dari tujuh karya sinema pendek Indonesia merupakan jebolan kompetisi produksi yang digelar Kemendikbudristek. Ketiga film pendek tersebut adalah Ride to Nowhere (tahun 2021), Toya dan Roh Seninya (tahun 2022), serta Teh Tawar untuk Akong (2022). Sedangkan judul film pendek lainnya yakni Dancing Colors, Bawang Merah Bawang Putih, Jamal, dan Nusa Antara.
Hilmar mengatakan, kemampuan film-film nasional yang unjuk gigi di pentas internasional dapat memacu pemerintah untuk terus memperkuat ekosistem perfilman Indonesia. ”Kita lihat saat ini selalu muncul produksi film-film berbobot dan mengedukasi dari para sineas di Tanah Air. Di sini, pemerintah akan berupaya memfasilitasi sineas agar dapat menuangkan pemikiran kreatifnya,” ujar Hilmar.