Pastikan Partisipasi Perempuan Bermakna dalam Perencanaan Pembangunan
Perempuan memiliki peran strategis dalam pembangunan. Namun dalam praktik, perempuan sering terpinggirkan dan suaranya tidak diperhitungkan dalam program pembangunan.
JAKARTA, KOMPAS – Ketimpangan jender di Indonesia masih menjadi tantangan. Meski pembangunan secara umum sudah terselenggara dengan baik, hingga kini Indonesia belum berhasil menjawab masalah ketimpangan jender. Ketimpangan tersebut terjadi pada akses, partisipasi, dan kontrol terhadap program pembangunan antara perempuan dan laki-laki.
Kondisi tersebut mengakibatkan para perempuan di Tanah Air kurang merasakan manfaat pembangunan. Pada saat yang sama, terdapat penyelenggaraan layanan perlindungan dari kekerasan yang belum menyeluruh hingga ke pelosok-pelosok.
“Untuk itu kualitas perencanaan pembangunan kita harus lebih ditingkatkan, diperkuat, dan betul-betul dipastikan terjadi hingga di tingkat akar rumput,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, saat menyampaikan pidato kunci pada Pembukaan Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan, Senin (17/4/2023) di Hotel Luwansa, Jakarta,
Baca juga : Pastikan Berpartisipasi dalam Pembangunan, Ribuan Perempuan Ikuti Musyawarah Nasional
Musyawarah Perempuan Nasional untuk Perencanaan Pembangunan merupakan yang pertama kali digelar di Indonesia, berlangsung secara luring dan daring, mempertemukan sekitar 3.000 peserta dari 38 provinsi, 136 kabupaten dan 664 desa/kelurahan/nagari. Musyawarah tersebut akan berlangsung hingga Selasa (18/4).
Kegiatan tersebut digagas oleh delapan organisasi masyarakat sipil mitra INKLUSI (Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif) yakni Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif (KAPAL) Perempuan, Migrant CARE, Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI), Aisyiyah, Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Kemitraan, Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) dan Perempuan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI).
Menteri PPPA menilai penyelenggaraan musyawarah perempuan nasional sangat relevan, sebagai sumbangsih terhadap perencanaan pembangunan nasional jangka panjang, menengah, maupun tahunan.
“Musyawarah ini untuk memastikan partisipasi dan suara perempuan terutama dari kelompok marjinal benar-benar bermakna dalam perencanaan pembangunan,” kata Bintang Darmawati.
Sebab, tahun 2023 merupakan tahun perencanaan, separuh dari perjalanan dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) dan juga tahun penyusunan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Ketiga momen itu berlangsung dalam waktu yang bersamaan.
“Bagi perempuan dan kelompok marjinal lainnya, momentum ini menjadi sangat penting dan berarti untuk memastikan suara dan aspirasinya tercermin secara signifikan baik dari sisi proses maupun substansi dalam proses perencanaan pembangunan,” tegas Bintang Darmawati.
Karena itulah, salah satu cara untuk meningkatkan kualitas perencanaan adalah dengan meningkatkan kualitas partisipasi masyarakat, termasuk perempuan dalam perencanaan, dengan membuka akses terhadap kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. Selain itu memastikan bagaimana kontrol dan partisipasi mereka, serta apakah mereka benar-benar merasakan manfaat pembangunan.
Musyawarah ini untuk memastikan partisipasi dan suara perempuan terutama dari kelompok marjinal benar-benar bermakna dalam perencanaan pembangunan.
Bintang menyatakan, perempuan dan anak merupakan kekuatan besar dan penting. Mereka harus mampu menjadi aktor pembangunan yang ikut merencanakan pembangunan, melaksanakan, dan akhirnya menikmati hasil-hasil pembangunan.
Namun hingga saat ini, ketika pelaksanaan pembangunan 20 tahun pertama segera rampung, masih banyak permasalahan perempuan dan anak di berbagai sektor dan bidang pembangunan. Ketimpangan jender masih menjadi persoalan yang mendasari ketertinggalan perempuan dan anak serta rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia memang terus memperlihatkan tren peningkatan. Namun bila indeks tersebut dibedah berdasarkan jenis kelamin, justru terlihat ketimpangan antara kualitas pembangunan perempuan dan laki-laki sangat besar. Perempuan terus menerus tertinggal selama ini.
Jangan hanya formalitas
Untuk itulah, Bintang berharap pemerintah daerah, perlu mengembangkan mekanisme penyerapan aspirasi yang berkualitas dan inovatif. Secara khusus partisipasi perempuan, disabilitas dan kelompok marjinal juga harus semakin meningkat kualitasnya.
Sebab, selama ini masih banyak ditemui kaum perempuan diundang dalam acara musyawarah perencanaan, tetapi kehadiran hanya bersifat formal saja. Masukan mereka tidak benar-benar ditindaklanjuti menjadi program, dan keterlibatan perempuan dalam mengontrol program dan mengawasi jalannya serta memastikan manfaatnya tidak dilakukan.
Karena itulah, secara keseluruhan watak pembangunannya tidak berubah, antara sebelum dan sesudah kehadiran mereka, dan tetap saja tidak peka dengan kebutuhan dan belum menjawab kerentanan.
“Kepekaan akan adanya ketimpangan jender sangat diperlukan sehingga kebijakan yang dihasilkan betul-betul memperlihatkan kepekaan adanya perbedaan masalah kehidupan antara perempuan dan laki-laki, kelompok disabilitas dan kelompok marjinal,” papar Bintang.
Perspektif jender diperlukan
Pada musyawarah perempuan tersebut, Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengungkapkan, perspektif jender sangat diperlukan dalam pembangunan. Sebab, saat ini kebijakan masih bersifat netral atau bias jender padahal laki-laki dan perempuan dengan beragam karakteristiknya memiliki pengalaman, kebutuhan, dan prioritas yang berbeda.
Baca juga : Libatkan Perempuan dan Anak secara
Selain itu, masih terjadi perlakuan yang tidak adil dan kesempatan yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan dalam hal akses, manfaat dan kontrol sumber daya pembangunan maupun partisipasi dalam pembangunan,
Perspektif jender sangat diperlukan dalam pembangunan, untuk mendorong pembangunan yang adil dan setara serta pemanfaatan sumber daya yang tepat sasaran, efektif, dan efisien. “Keterlibatan perempuan dengan beragam karakteristiknya menjadi syarat mutlak dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan dan inklusif,” ujar Woro.
Pelibatan perempuan penting, karena perempuan memiliki kapasitas dan kepemimpinan, untuk berperan dalam berbagai forum strategis yang dapat mendorong perubahan kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagi tingkatan pemerintahan. Ia mencontohkan, perempuan kepala desa dalam pembangunan di desanya.
“Hasil Musyawarah Perempuan Nasional akan menjadi masukan penting karena merangkum suara perempuan akar rumput dari berbagai wilayah dengan beragam karakteristik dan latar belakang,” ujar Woro.
Pada hari pertama musyawarah perempuan tersebut, juga digelar sidang yang menyusun pemetaan masalah-masalah perempuan berbasis data dan analisis, yang membahas sembilan isu perempuan dan anak.
Isu tersebut adalah kemiskinan (perlindungan sosial), perempuan pekerja, penghapusan perkawinan anak ekonomi perempuan kepemimpinan perempuan, kesehatan perempuan lingkungan hidup (perempuan adat dan pengelolaan sumber daya alam), kekerasan terhadap perempuan dan anak, anak dan perempuan berhadapan dengan hukum.
Misalnya, perwakilan dari Migrant Care menyampaikan catatan musrenbang tematik perlindungan pekerja migran yang berhasil menyusun daftar inventaris masalah yang terkait pekerja migran baik sebelum berangkat, saat bekerja, hingga purna dari pekerja migran.
Pada bagian lain, sejumlah pemimpin perempuan di beberapa daerah juga praktik di lapangan saat menangani kasus-kasus perkawinan anak di daerah.
Pada hari kedua musyawarah perempuan nasional, akan diisi dengan forum berbagi pembelajaran dan praktik baik dalam merespons isu-isu perempuan, serta menyusun usulan untuk RPJPN 2025-2045 dan RPJMN 2025-2029.