Hentikan Penggunaan Disinfektan, Kembali ke Air dan Sabun
Penggunaan disinfektan untuk mencegah penularan Covid-19 belum terbukti efektif, bahkan bisa memicu masalah kesehatan dan resistensi mikroba. Masyarakat disarankan menggunakan air dan sabun antiseptik yang lebih aman.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selama pandemi Covid-19, penggunaan bahan kimia antimikroba atau disinfektan yang yang mengandung senyawa amonium kuaterner semakin marak digunakan. Kajian terbaru menemukan, jenis disinfektan ini bisa memicu berbagai masalah kesehatan dan resistensi mikroba. Masyarakat disarankan menggunakan air dan sabun antiseptik yang lebih aman.
Tinjauan kritis tentang bahaya disinfektan yang mengandung senyawa amonium kuaterner (quaternary ammonium compounds/QAC) ini dipublikasikan di jurnal Environmental Science & Technology pada Selasa (8/5/2023). Anne-Cooper Doherty dari California Department of Toxic Substances Control, Amerika Serikat, menjadi penulis pertama makalah yang ditulis bersama dua lusin peneliti lain.
Dalam paper ini, para peneliti merinci bagaimana QAC semakin banyak dipasarkan dan digunakan meskipun tersedia alternatif yang lebih aman, dan dalam beberapa kasus terbukti mengurangi penularan penyakit.
”Tisu disinfektan yang mengandung QAC sering digunakan di meja sekolah anak-anak, meja ujian rumah sakit, dan di rumah tempat mereka tetap berada di permukaan ini dan di udara,” kata Courtney Carignan, anggota tim penulis yang juga asisten profesor di Michigan State University, dalam keterangan tertulis yang dirilis Green Science Policy Institute.
Menurut tinjauan kritis para peneliti, disinfektan dengan bahan kimia QAC dalam banyak kasus tidak membantu atau bahkan berbahaya. ”Kami merekomendasikan pembersihan rutin dengan sabun dan air dan disinfektan hanya sesuai kebutuhan dengan produk yang lebih aman,” kata dia.
Disinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme pada permukaan benda mati dan seharusnya tidak tidak digunakan pada kulit ataupun selaput lendir. Hal ini berbeda dengan antiseptik yang memang ditujukan untuk disinfeksi pada permukaan kulit dan membran mukosa.
Sekalipun antiseptik juga mengandung senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme, bahan ini bisa dipakai pada jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa untuk mengurangi kemungkinan infeksi, sepsis, atau pembusukan (putrefaction).
Beberapa antiseptik merupakan germisida, yang mampu menghancurkan mikroba (bakteriosidal), sementara yang lain bersifat bakteriostatik dan hanya mencegah atau menghambat pertumbuhannya. Antiseptik sering digunakan, misalnya untuk membersihkan luka ataupun mensterilkan tangan sebelum melakukan tindakan medis. Hand sanitizer pada umumnya mengandung antiseptik, seperti alkohol 60-70 persen.
Senyawa QAC umumnya banyak digunakan dalam larutan disinfektan, tisu, pembersih tangan, semprotan, dan pengabut, juga dimasukkan ke dalam produk perawatan pribadi, tekstil, cat, peralatan medis, dan banyak lagi. Sejak pandemi, kadar bahan kimia ini di lingkungan dan tubuh kita meningkat secara paralel.
Salah satu QAC yang paling umum adalah benzalkonium klorida, tetapi yang lain dapat diidentifikasi pada label bahan dengan nama yang diakhiri dengan ”amonium klorida” atau sejenisnya. Namun, pengungkapan dan regulasi QAC sangat bervariasi. Misalnya label pestisida diwajibkan untuk mencantumkan QAC, tetapi label cat tidak diwajibkan. Sebagian besar QAC tidak diatur sama sekali, juga tidak disaring secara komprehensif untuk bahaya kesehatan.
Studi pada manusia telah menemukan hubungan antara QAC dan asma, dermatitis, dan peradangan. Penelitian pada hewan laboratorium juga menemukan kaitan dengan infertilitas, cacat lahir, dan banyak lagi. Lebih lanjut, ada bukti sejak tahun 1950-an bahwa QAC berkontribusi terhadap resistensi antimikroba, membuat spesies bakteri tertentu kebal terhadap QAC itu sendiri dan terhadap antibiotik kritis.
Sungguh ironis bahwa bahan kimia yang kami gunakan dengan sia-sia untuk satu krisis kesehatan sebenarnya memicu krisis lainnya.
”Sungguh ironis bahwa bahan kimia yang kami gunakan dengan sia-sia untuk satu krisis kesehatan sebenarnya memicu krisis lainnya,” kata Erica Hartmann, anggota penulis dan profesor di Northwestern University. Resistensi antimikroba telah menyebabkan jutaan kematian per tahun sebelum pandemi. Disinfeksi yang berlebihan, terutama dengan produk yang mengandung QAC, mengancam akan memperburuknya.
Para ilmuwan merekomendasikan untuk menghilangkan penggunaan QAC yang tidak diperlukan atau di mana efektivitasnya belum terbukti. Misalnya, disinfeksi dengan QAC sering kali tidak bermanfaat dibandingkan pembersihan dengan sabun biasa dan air. Rekomendasi lainnya termasuk mewajibkan pengungkapan penuh QAC di semua produk dan memantau secara ketat levelnya pada manusia dan lingkungan.
”Mengurangi banyak penggunaan QAC secara drastis tidak akan menyebarkan Covid-19,” kata Carol Kwiatkowski, rekan penulis dan ilmuwan di Green Science Policy Institute. Bahkan, itu akan membuat rumah, ruang kelas, kantor, dan ruang bersama lainnya menjadi lebih sehat.