Perguruan Tinggi Dukung Masyarakat Tanggap Bencana
Indonesia termasuk negara rawan bencana. Perubahan di dunia juga membuat frekuensi dan ragam bencana meningkat. Oleh karena itu, masyarakat perlu tanggap dan tangguh bencana, salah satunya dengan peran perguruan tinggi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi dan dunia akademik perlu berkontribusi untuk membangun masyarakat yang tahan dan tanggap bencana. Perguruan tinggi dapat berperan melalui Tri Dharma, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, untuk berkontribusi sesuai dengan lokasi dan potensi ancaman bencana di daerah dalam upaya tanggap bencana.
Guna mewujudkan Indonesia yang lebih tanggap bencana, sejak akhir tahun 2019 dibentuk konsorsium Building Universities in Leading Disaster Resilience (BUiLD) yang melibatkan delapan universitas nasional dan empat universitas asing. Konsorsium tersebut didukung oleh Erasmus + Capacity Building in Higher Education Fund dari Uni Eropa serta Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Perguruan tinggi yang terlibat dalam konsorsium BUiLD adalah President University di Jawa Barat, Universitas Andalas di Sumatera Barat, Universitas Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, Universitas Khairun di Maluku, Universitas Muhammadiyah di Sulawesi Tengah, Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Islam Indonesia di Daerah Istimewa Yogyakarta, serta Universitas Surabaya di Jawa Timur.
Adapun universitas asing yang terlibat adalah University of Gloucestershire dari Inggris, Kobenhavns Professionshojskole dari Denmark, Hafelekar dari Austria, dan Instituto Politecnico do Porto dari Portugal.
Project Lead Erasmus+BUiLD Resilience Nadine Sulkowski dalam konferensi BUiLD 2023 di Jakarta yang digelar President University, di Jakarta, Rabu (10/5/2023), mengutarakan, program ini mengembangkan sejumlah gagasan, seperti pembentukan Center of Excellence on Disaster Resilience atau Pusat Keunggulan Penanggulangan Bencana.
Beberapa gagasan lainnya, mendukung pengembangan kurikulum tentang kebencanaan untuk program studi yang relevan; memastikan mahasiswa, dosen, dan warga kampus lainnya tangguh dan tanggap terhadap bencana; hingga melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat guna mendukung komunitas yang siap siaga menghadapi bencana.
Sebagian dari kegiatan yang dikembangkan juga berbasis teknologi. Sebagai contoh, penerapan virtual reality dengan skenario terjadinya gempa atau kebakaran saat banyak orang masih berada di dalam gedung. ”Kami mendorong tiap perguruan tinggi mengembangkan gagasan dengan berbasis komunitas atau lokal. Sebab, tiap perguruan tinggi ini berada di lokasi berbeda-beda sehingga potensi ancaman bencananya juga berbeda,” kata Nadine.
Pelaksana Tugas Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Sri Gunani Partiwi mengatakan, konsorsium BUiLD bermanfaat untuk memberi pertimbangan penting dalam menyusun strategi pengembangan riset dan pendidikan kebencanaan. Hal itu termasuk dalam konteks Merdeka Belajar Kampus Merdeka, materi tanggap bencana bisa dibuat skemanya agar bisa dipelajari semua mahasiswa hingga siswa di jenjang pendidikan dasar.
Sri mengatakan, sebagai negara yang berada di jalur cincin api, Indonesia sangat rawan bencana. Berbagai bencana yang sering terjadi ini memicu kerentanan, seperti kerentanan fisik, sosial budaya, ekonomi, dan lingkungan.
”Perguruan tinggi perlu ikut berperan membangun masyarakat Indonesia yang memiliki ketahanan terhadap bencana. Perguruan tinggi bisa berperan menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten, memiliki ketahanan terhadap bencana, dan mampu mereduksi dampaknya dengan memakai pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini baik sebelum, pada saat bencana, maupun sesudahnya,” paparnya.
Sri menambahkan, perguruan tinggi juga dapat menyediakan fasilitas riset dan infrastrukturnya untuk kebencanaan, mengembangkan dan menerapkannya melalui manajemen ilmu pengetahuan. Strategi tanggap bencana perguruan tinggi sudah masuk dalam Rencana Induk Riset Nasional 2017-20145. Dari 10 fokus, salah satunya adalah bencana.
Perguruan tinggi bisa berperan menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten, memiliki ketahanan terhadap bencana, dan mampu mereduksi dampaknya dengan memakai pendekatan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Direktur Eksekutif Strategic Risk Management David Ruben menyampaikan, dunia kini tengah menghadapi serangkaian masalah yang belum pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Ada perubahan iklim, cuaca buruk, kerapuhan infrastruktur, kegagalan aplikasi teknologi informasi, hingga ketergantungan rantai pasok global. Semua ini berdampak langsung pada semua aspek kehidupan manusia.
”Dalam kondisi seperti ini, perguruan tinggi dan dunia akademik perlu berkontribusi, di antaranya dengan mengembangkan dan menerapkan program-program yang memberi nilai tambah nyata lewat berbagai inisiatif yang terkait manajemen risiko. Kontribusi lainnya adalah mengembangkan berbagai konsep dan program yang akan dibutuhkan pada masa datang,” tutur David.
Sementara Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana Badan Nasional Penanggulangan Bencana Udrekh mengatakan, perubahan dunia begitu cepat saat ini dan mengakibatkan makin banyak ragam bencana. Frekuensi kejadiannya pun meningkat. Maka, strategi penting, yakni memperkuat resiliensi berkelanjutan dengan membangun perencanaan holistik, perlu dilakukan. ”Peran perguruan tinggi dengan risetnya penting bagi terciptanya kebijakan dan strategi berbasis pengetahuan,” ujarnya.
Panel Ahli Muhammadiyah Disaster Management Center Rahmawati Husein memaparkan, organisasi keagamaan di Indonesia memiliki peran unik dalam penanganan bencana. Peran organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dilakukan sebelum terjadi bencana, saat bencana, dan sesudahnya.
Banyak sukarelawan dari organisasi keagamaan di tingkat lokal ataupun nasional hadir sebagai pihak pertama yang memberikan bantuan pada saat terjadi bencana. Karena itu, para pemimpin organisasi keagamaan dapat memainkan peran penting dalam memengaruhi masyarakat untuk melakukan mitigasi bencana dan menyiapkan diri.
Gagasan unik
Perguruan tinggi dalam konsorsium BUiLD mengembangkan gagasan unik untuk berkontribusi membangun masyarakat Indonesia yang tahan bencana. President University yang berada di kawasan industri Jababeka, Cikarang, Kabupaten Bekasi, lebih berpotensi menghadapi bencana banjir. Karena itu, kampus ini menyiapkan tim yang dapat mengantisipasi berbagai kondisi darurat yang muncul akibat banjir. Tim ini juga membantu masyarakat sekitar yang terdampak banjir.
Universitas Ahmad Dahlan dan Universitas Islam Indonesia lebih fokus menyusun strategi penanganan dampak bencana sebagai akibat letusan Gunung Merapi. Sementara Universitas Andalas membentuk disaster response center yang bertugas memberikan pertolongan sesegera mungkin kepada masyarakat korban bencana gempa bumi dan mengembangkan aplikasi disaster management yang berbasis virtual reality.
Selain itu, Universitas Surabaya yang berlokasi di perkotaan mengembangkan master plan center of excellence yang mencakup empat aspek, yakni kapabilitas respons bencana, peningkatan kesadaran tentang bencana, pengembangan kurikulum, serta penelitian dan transfer pengetahuan. Selain itu, dilakukan pula sosialisasi tanggap bencana dan pengenalan penggunaan teknologi virtual reality.