Memacu Pendidikan Berkualitas Menyongsong Indonesia Emas 2045
Pendidikan bermutu yang merata jadi poin penting transformasi sosial dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045. Pemanfaatan teknologi diharapkan mampu mendongkrak capaian dan kualitas pendidikan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Visi Indonesia Emas 2045 membuka peluang mencapai kemajuan di berbagai bidang. Namun, tantangannya juga tidak mudah, termasuk di sektor pendidikan. Memacu pendidikan berkualitas sangat diperlukan untuk membangun sumber daya manusia unggul dan berdaya saing.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa menyoroti perkembangan rata-rata lama sekolah (RLS) di Indonesia. RLS di 2005 mencapai 7,3 tahun dan meningkat menjadi 9,08 tahun pada 2022.
”Bayangkan dalam 17 tahun (RLS) cuma naik 1,78 tahun. Karena itu, memacu pendidikan menjadi sangat penting,” ujarnya dalam diskusi kelompok terpadu (FGD) ”Visi Indonesia Emas 2045: Manusia Cerdas dan Sehat Menuju Indonesia Emas 2045” di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Kualitas pendidikan di Tanah Air juga tergambar dari rendahnya skor Programme for International Student Assessment (PISA) dalam aspek membaca, matematika, dan sains (di bawah 400). Selain itu, kualitas dan fasilitas pendidikan antardaerah juga masih timpang.
Suharso mengatakan, tingkat pendidikan pekerja Indonesia (per Agustus 2022) didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD). Padahal, faktor pendidikan sangat memengaruhi produktivitas pembangunan.
Oleh sebab itu, pendidikan berkualitas yang merata menjadi salah satu poin penting transformasi sosial dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2025-2045). Pemanfaatan teknologi diharapkan mampu mendongkrak capaian dan kualitas pendidikan.
Terdapat sejumlah upaya super prioritas untuk melakukan transformasi sosial itu. Dalam hal wajib belajar, misalnya, menjadi 13 tahun karena ditambah dengan satu tahun masa prasekolah.
”Mengapa tidak pada masa PAUD (pendidikan anak usia dini) ke SD (sekolah dasar) anak-anak diajarkan untuk menguasai minimal bahasa Indonesia, bahasa daerah, bahasa Inggris, dan bahasa coding. Kalau kita memampukan mereka lebih awal, ini membuat lebih optimistis,” ujarnya.
Partisipasi pendidikan tinggi perlu ditingkatkan termasuk dengan memanfaatkan dana abadi pendidikan. Begitu juga sentralisasi pengelolaan kewenangan pendidikan, salah satunya dalam penyediaan guru berkualitas.
”Dari segi anggaran memang sudah ditetapkan minimal 20 persen dari APBD. Namun, pemanfaatannya berbeda-beda bergantung kreativitas daerah. Secara nominal, nilainya juga tidak sama,” ucapnya.
Tingkat pendidikan pekerja Indonesia (per Agustus 2022) didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD). Padahal, faktor pendidikan sangat memengaruhi produktivitas pembangunan.
Sementara Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Amich Alhumami mengungkapkan tantangan pendidikan dalam pemanfaatan teknologi digital. Masih banyak wilayah yang belum memiliki layanan internet memadai.
”Padahal, ini penting dalam inovasi pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan. Jadi, tantangan ke depan adalah membangun infrastruktur teknologi informasi,” katanya.
Untuk menyongsong Indonesia Emas 2045, investasi pendidikan diharapkan fokus pada pemerataan akses sekaligus mendongkrak kualitas. Dengan demikian, taraf pendidikan penduduk semakin meningkat sehingga diharapkan menghasilkan SDM unggul.
Wali Kota Bogor Bima Arya menyebutkan, selain dukungan infrastruktur, pendidikan juga membutuhkan perencanaan terintegrasi. Bukan hanya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tetapi juga dengan dunia kerja.
”Kalau hal ini tidak ada, puluhan tahun kita akan seperti ini terus. Sekarang banyak SMK (sekolah menengah kejuruan) tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada,” ucapnya.
Bima juga menyoroti penerapan sistem zonasi sekolah dalam penerimaan siswa baru. Sebab, sering kali hal ini memicu manipulasi data siswa agar bisa diterima di sekolah tertentu.
Persoalan yang tidak kalah penting adalah ketersediaan guru berkualitas dan dukungan infrastruktur. ”Kalau mau menyambut bonus demografi, ini dulu yang harus dipikirkan. Saatnya keberpihakan anggaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” ujarnya.
Tiga aspek
Diplomat Indonesia, Pandu Utama Manggala, menuturkan, visi besar Indonesia Emas 2045 saat menginjak usia 100 tahun kemerdekaan harus dibarengi dengan peningkatan sektor pendidikan. Namun, saat ini penduduk lulusan S-1 di Tanah Air hanya 4,39 persen.
”Jangan sampai bonus demografi yang kita dambakan menjadi sampah demografi karena tidak punya kapabilitas menggerakkan Indonesia maju di 2045,” katanya.
Menurut Pandu, investasi pembangunan SDM Indonesia mesti berfokus pada tiga aspek, yaitu edukasi, etika, dan karakter, serta kepekaan sosial. Selain itu, berjejaring agar lebih mudah berkolaborasi membangun bangsa di masa depan.
”Pintar saja tidak cukup. Generasi muda harus didorong untuk aktif dalam kegiatan sosial. Ini sangat berguna dalam investasi pembangunan manusia,” katanya.
Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra mengatakan, perencanaan menjadi faktor yang sangat menentukan dalam pembangunan suatu negara. Selain berkelanjutan, dibutuhkan pula konsistensi untuk mencapai tujuan pembangunan jangka panjang.
Oleh sebab itu, RPJPN 2025-2045 sangat menarik untuk didiskusikan lintas generasi. ”Namun, rata-rata IQ (intelligence quotient) orang Indonesia 78,49, sementara rata-rata negara maju di atas 100. Ini menjadi tantangan menuju 2045 di tengah tingkat IQ yang masih sangat rentan,” tuturnya.