Pameran Seni Rupa Artjog Beri Dampak Ekonomi Triliunan Rupiah
Pameran seni rupa Artjog memberi dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitarnya. Dampak ekonomi penyelenggaraan Artjog bahkan diperkirakan mencapai triliunan rupiah.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pameran seni rupa Artjog kembali digelar tahun ini di Yogyakarta. Acara tahunan itu mendapat apresiasi dari berbagai pihak karena tak hanya menyajikan karya seni, tetapi juga memberi dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat sekitarnya. Dampak ekonomi penyelenggaraan Artjog bahkan diperkirakan mencapai triliunan rupiah.
Artjog 2023 diselenggarakan di Jogja National Museum, Kota Yogyakarta, mulai 30 Juni hingga 27 Agustus 2023. Pameran seni rupa dengan tema ”Motif: Lamaran” itu melibatkan 73 seniman yang terdiri dari 51 seniman dewasa serta 22 seniman anak.
Pendiri Artjog, Heri Pemad, mengatakan, Artjog 2023 digelar dalam situasi setelah pandemi Covid-19 terkendali. Oleh karena itu, kemeriahan pameran tersebut diperkirakan akan sama dengan kondisi sebelum pandemi Covid-19.
Selama ini, penyelenggaraan Artjog kerap disebut sebagai ”Hari Raya Seni Rupa Indonesia” karena pameran itu memang mengundang antusiasme besar dari para pencinta seni rupa. Tak heran, gelaran Artjog selalu diikuti dengan penyelenggaraan pameran dan acara seni rupa lain di Yogyakarta dan sekitarnya.
Oleh karena itu, selama penyelenggaraan Artjog, jumlah pengunjung dari luar kota yang datang ke Yogyakarta pun meningkat. Itulah kenapa, gelaran Artjog dinilai memberikan dampak ekonomi yang signifikan pada Yogyakarta dan sekitarnya.
”Orang yang datang begitu banyak, mereka biasanya berkunjung cuma sehari dua hari, sekarang menjadi satu minggu. Jadi, mereka akan menghabiskan banyak uang di Yogyakarta,” ujar Heri dalam pembukaan Artjog 2023, Jumat (30/6/2023) sore, di Jogja National Museum.
Heri menyatakan, penyelenggara Artjog mendapat bantuan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk melakukan riset terhadap dampak ekonomi pameran seni tersebut. Studi yang dilakukan Ike Janita Dewi dan Tri Subagya itu meneliti dampak ekonomi Artjog 2022 terhadap perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Berdasarkan studi tersebut, selama penyelenggaraan Artjog 2022, pembelanjaan pengunjung luar DIY meningkat 3-4 kali lipat. Selain itu, saat Artjog 2022 digelar, rata-rata masa tinggal wisatawan domestik di DIY meningkat lebih dari dua kali lipat, yakni dari 2,01 hari menjadi 4,08 hari.
Studi itu juga menyimpulkan, secara keseluruhan, penyelenggaraan Artjog berkontribusi Rp 3,4 triliun atau 2,28 persen dari produk domestik regional bruto (PDRB) DIY tahun 2021. ”Ternyata dampaknya besar sekali. Mudah-mudahan ini memotivasi kita semua karena kita membuat semacam gerakan yang bisa memutar roda perekonomian di ekosistem seni budaya,” kata Heri.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengapresiasi penyelenggaraan Artjog yang bisa menghadirkan multiplier effect atau efek pengganda yang besar. Hilmar menyebut, selain efek ekonomi, dampak sosial dan kultural penyelenggaraan pameran seni seperti Artjog juga perlu diukur. Apalagi, pameran Artjog banyak dikunjungi pelajar.
Kunjungan para pelajar ke Artjog itu diharapkan bermanfaat untuk mereka, misalnya mengasah kepekaan dan rasa kritis. ”Kalau ingin anak-anak kita memiliki pemahaman kritis dan pandai, ya, salah satu jalannya adalah dengan menikmati kesenian,” ujar Hilmar.
Hantu dan wirid
Pameran Artjog 2023 menghadirkan karya dari sejumlah seniman senior dan perupa muda. Salah seorang seniman senior yang turut berpartisipasi adalah Goenawan Mohamad. Seniman yang lebih dikenal sebagai penyair, esais, dan jurnalis itu menampilkan sejumlah karya gambar tentang hantu-hantu di Indonesia. Gambar-gambar karya Goenawan itu juga disertai dengan teks yang unik dan lucu.
Dalam salah satu gambar berjudul ”Hantu Kuliner”, misalnya, Goenawan menulis bahwa hantu tersebut aktif menakut-nakuti pengunjung acara kuliner. Hantu itu disebut akan muncul menjelang penutupan dan bersuara gemuruh: ”Merdeka! Mari makan jengkol!” Setelah itu, para pengunjung akan lari lintang pukang. ”Bukan karena takut hantu, tapi takut jengkol,” tulis Goenawan.
Seniman lain yang juga menghadirkan karya di Artjog adalah Butet Kartaredjasa. Karya Butet, antara lain, berupa gambar yang menampilkan berbagai figur yang disertai tulisan nama lengkapnya, yakni Bambang Ekoloyo Butet Kartaredjasa. Nama itu ditulis berulang-ulang sehingga memenuhi figur-figur yang ada di dalam karya Butet.
Penulisan nama berulang itu disebut sebagai ekspresi atas kepercayaan Butet terhadap praktik wirid atau zikir yang biasanya juga dilakukan berulang-ulang dengan tujuan meraih kebaikan. Serangkaian karya itu menandai ekspresi personal Butet saat berkarya sebagai seniman.
Sejumlah perupa muda juga menampilkan karya menarik dalam Artjog. Hal itu, antara lain, ditunjukkan Condro Priyoaji, seniman kelahiran tahun 1993 yang belajar seni rupa di Institut Teknologi Bandung. Di Artjog, Condro menghadirkan karya bertajuk ”Gelap di Atas Gelap”.
Kalau ingin anak-anak kita memiliki pemahaman kritis dan pandai, ya, salah satu jalannya adalah dengan menikmati kesenian.
Dalam karya itu, Condro melukis sejumlah bayangan manusia di dinding sebuah ruangan. Dengan teknik melukis dan pengaturan pencahayaan yang tepat, lukisan-lukisan itu sungguh menyerupai bayangan manusia. Oleh karena itu, saat masuk ke ruangan tersebut, pengunjung akan terkejut saat melihat bayang-bayang mereka berbaur dengan bayangan yang dilukis Condro.
Selain Goenawan, Butet, dan Condro, masih banyak seniman yang berpartisipasi dalam Artjog 2023, misalnya Anusapati, Bibiana Lee, I Made Djirna, Mella Jaarsma, Rita Widagdo, Romi Perbawa, dan Ugo Untoro.