Pemberdayaan Cegah Masyarakat Terjebak Kemiskinan Ekstrem
Agenda mencapai nol persen kemiskinan ekstrem butuh bantuan semua pihak. Di sisi lain, masyarakat rentan diberdayakan agar tidak terjebak kemiskinan ekstrem.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Menteri Sosial Tri Rismaharini (kiri) memantau kolam ikan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat di Sentra Terpadu Pangudi Luhur di Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/7/2023).
BEKASI, KOMPAS — Pemerintah menargetkan agar warga Indonesia bebas dari kemiskinan ekstrem pada 2024. Agar tidak terus berada di garis kemiskinan ekstrem, pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial diberdayakan melalui, antara lain, pembinaan usaha, budidaya ayam dan maggot, pengolahan sampah, dan pengelolaan kebun.
Hal ini mengemuka pada kunjungan Menteri Sosial Tri Rismaharini ke Sentra Terpadu Pangudi Luhur di Bekasi, Jawa Barat, Senin (17/7/2023). Adapun kemiskinan ekstrem dimaknai sebagai ketidakmampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, pendidikan, dan hunian layak.
Orang miskin ekstrem, menurut Bank Dunia, adalah yang pendapatannya 1,9 dollar AS per hari (setara sekitar Rp 28.000). Bank Dunia lantas memperbarui standar kemiskinan ekstrem menjadi 2,15 dollar AS per hari atau setara dengan sekitar Rp 32.000). Walakin, Pemerintah Indonesia tetap mengacu pada standar lama untuk mengukur kemiskinan ekstrem.
Mengacu pada perhitungan ini, satu keluarga yang terdiri atas empat orang dikatakan miskin ekstrem jika pendapatannya di bawah Rp 3,4 juta per bulan. Risma mengatakan, ada sejumlah pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) yang telah diberdayakan dan memperoleh pendapatan secara mandiri. Beberapa orang disebut hampir keluar dari standar kemiskinan ekstrem.
”Banyak istri pemulung yang tadi kita hitung pendapatannya rata-rata sudah di Rp 3 juta. Tinggal sedikit lagi mereka akan keluar dari standarnya Bank Dunia,” ucap Risma. ”Kita akan lihat progress-nya setiap bulan untuk (melihat) kemajuannya,” ucapnya.
Adapun PPKS mencakup, antara lain, korban bencana alam, gelandangan, pemulung, fakir miskin, penyandang disabilitas, warga lansia telantar, dan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hingga kini ada ratusan PPKS yang ditampung Sentra Terpadu Pangudi Luhur.
Risma menambahkan, beberapa PPKS ada yang berhasil mandiri setelah mengikuti program pemberdayaan. Keluarga seorang pemulung, misalnya, dibina untuk membuat pecel lele dengan memanfaatkan ikan lele yang dibudidaya di Sentra Terpadu Pangudi Luhur. Setelah bisa berdagang sendiri, keluarga itu pulang kampung untuk membuka usaha kuliner di sana.
Tenaga Ahli Utama Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo optimistis Indonesia bisa bebas kemiskinan ekstrem. Pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014-2019), angka kemiskinan ekstrem sebesar 7 persen. Angka itu turun menjadi 3 persen pada akhir 2019.
”Per tahun kemarin angka kemiskinan ekstrem 1,7 persen. Jadi, tinggal sedikit lagi,” katanya.
Adapun upaya mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024 dilakukan lewat tiga hal. Ketiganya adalah mengurangi beban pengeluaran masyarakat, meningkatkan pendapatan, dan meminimalkan kantong-kantong kemiskinan. Abraham mengatakan, target ini hanya bisa dicapai dengan kolaborasi semua pihak.
Asesmen menyeluruh
Menurut sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo, PPKS perlu diberi asesmen menyeluruh agar bantuan dan program pemberdayaan yang diberikan tepat sasaran. Asesmen ini tidak hanya mencakup latar belakang PPKS dan keterampilan yang ia miliki, tetapi juga kondisi psikologisnya. Ini karena orang dengan gangguan psikologis tidak bisa mendapat perlakuan atau pemberdayaan yang sama dengan orang tanpa gangguan psikologis.
Ia juga menyarankan agar pemberdayaan PPKS ini melibatkan para praktisi (champion) di kalangan masyarakat. Para praktisi itu bisa dari bidang perkebunan, peternakan, dan lainnya. Walau tak selalu memiliki gelar akademis, para praktisi tersebut dinilai mampu menyampaikan ilmunya ke PPKS dengan baik melalui bahasa yang mudah dipahami.
”Di Indonesia banyak sekali champion, tapi mereka tidak termanfaatkan. Yang termanfaatkan adalah orang-orang bergelar,” katanya.
Di Indonesia banyak sekali champion, tapi mereka tidak termanfaatkan. Yang termanfaatkan adalah orang-orang bergelar.
Selain itu, para PPKS juga mesti dibina agar mampu menguatkan integritasnya. Integritas ini mencakup, antara lain, etos kerja, kejujuran, dan keuletan. Ini agar pembinaan dan pemodalan yang diberi pemerintah bisa berbuah positif.