Isu Energi Jadi Fokus Perundingan COP28 Perubahan Iklim
Salah satu isu yang akan disampaikan Indonesia dalam COP28 Perubahan Iklim di Dubai adalah transisi energi, khususnya energi baru terbarukan. Indonesia juga berharap terdapat kesepakatan terkait perdagangan karbon.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia terus mematangkan sejumlah materi yang akan dibawa dalam Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim Ke-28 atau COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, November mendatang. Salah satu fokus isu yang akan disampaikan dalam perundingan ataupun di paviliun adalah terkait transisi energi, khususnya energi baru terbarukan. Di sisi lain, perundingan COP28 juga diharapkan dapat menyepakati isu perdagangan karbon.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Agus Justianto selaku Penanggung Jawab Paviliun Indonesia pada COP28 Dubai menyampaikan, proses perundingan dan negosiasi COP28 diperkirakan mengarah ke isu energi. Sebab, Presidensi COP28 Dubai juga menjadikan sektor energi baru terbarukan sebagai isu utama dalam proses perundingan.
”Isu energi menjadi tema utama sehingga diharapkan kita bisa memberikan informasi terkait dengan aksi nyata yang dilakukan Indonesia di sektor energi,” ujarnya kepada media di sela-sela acara sosialisasi paviliun Indonesia COP28 di Jakarta, Selasa (18/7/2023).
Sebagai upaya persiapan menjelang COP28, tahun ini Indonesia sudah mengangkat isu atau tema energi terbarukan dalam berbagai acara. Pada 1-3 September 2023, KLHK juga akan mengadakan festival di Gelora Bung Karno, Jakarta, dengan berbagai isu yang dibawakan, yakni lingkungan, iklim, kehutanan, dan energi terbarukan.
Isu energi menjadi tema utama sehingga diharapkan kita bisa memberikan informasi terkait dengan aksi nyata yang dilakukan Indonesia di sektor energi.
Menurut Agus, dalam COP28 nanti, Indonesia akan mengirimkan sekitar 600 delegasi. Setiap delegasi yang akan bertugas di sesi perundingan diharapkan bisa mencapai kesepakatan soal percepatan transisi energi baru terbarukan yang akan menggantikan energi kotor yang bersumber dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara.
Selain itu, proses perundingan nanti juga diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan terkait perdagangan karbon. Dalam beberapa perundingan COP sebelumnya, isu perdagangan karbon masih terus dibahas dan belum mencapai kesepakatan.
”Melalui COP28 ini kami berharap isu perdagangan karbon sudah bisa diatur di luar negeri. Sebab, Indonesia juga sedang menyiapkan peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan tentang perdagangan karbon luar negeri,” katanya.
Dalam COP28 nanti, Indonesia juga terus mempersiapkan paviliun sebagai soft diplomacy atau diplomasi dengan pendekatan sosial budaya. Hal ini sekaligus sebagai upaya menyampaikan kepada dunia terkait langkah konkret dan aksi nyata yang telah dilakukan Indonesia dalam mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim.
Berbagai pihak akan turut terlibat dalam paviliun Indonesia, termasuk masyarakat lokal atau adat. Dalam beberapa COP terakhir, Indonesia juga membuat sesi khusus untuk masyarakat adat yang telah melakukan aksi nyata di sektor lingkungan. Sampai sekarang, tim COP28 Indonesia masih membahas para peserta yang akan mengisi materi di paviliun.
”Paviliun Indonesia tidak hanya melibatkan pemerintah atau swasta, tetapi juga semua stakeholder. Dalam paviliun Indonesia, kami mengundang peran aktif dari semua pihak untuk menyampaikan hasil kerja nyata terkait pengendalian perubahan iklim,” kata Agus.
Subtema paviliun
Koordinator Tim Materi Sesi Talkshow Paviliun Indonesia COP28 UNFCCC, yang juga Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Krisdianto, mengatakan, Indonesia mengambil tema aksi iklim yang telah dilakukan untuk menginspirasi dunia. Adapun sesi diskusi di paviliun Indonesia dalam beberapa tema tertentu tidak hanya akan melibatkan pembicara dari dalam negeri, tetapi juga pihak negara lain.
Terdapat empat subtema di paviliun Indonesia, yakni komitmen dalam energi baru terbarukan, aksi iklim pada sektor berbasis lahan, inovasi teknologi dan pendanaan, serta aksi iklim kolaboratif. Setiap empat tema memiliki rata-rata 10 diskusi.
”Kami juga sudah menghubungi BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) untuk nantinya bisa menampilkan hasil karya anak bangsa terkait perubahan iklim. Nantinya mungkin ada layar sentuh yang menampilkan jurnal-jurnal yang dibuat peneliti Indonesia,” ucapnya.
Selain itu, pemerintah daerah juga diharapkan bisa menyampaikan berbagai upaya adaptasi ataupun mitigasi perubahan yang telah dilakukan hingga ke tingkat tapak. Berbagai upaya tersebut kemudian akan dielaborasi sesuai dengan subtema yang ditetapkan.