Integrasi Data Pelaporan Bantu Upaya Penurunan Kasus
Pendataan kasus-kasus kekerasan merupakan kunci dalam membuat kebijakan yang melindungi para korban.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendokumentasian kekerasan berbasis jender sangat penting untuk menyusun kebijakan komprehensif dalam pencegahan, penanganan, dan pemulihan para perempuan korban. Untuk itu, sejak 21 Desember 2019 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan, dan Forum Pengada Layanan bagi perempuan korban mengintegrasikan data pelaporan kasus kekerasan berbasis jender terhadap perempuan.
Pada tahun 2021 dan 2022, ketiga lembaga tersebut telah menyajikan data kekerasan terhadap perempuan periode Januari-Juni 2021, Juli-Desember 2021, dan Januari-Desember 2022.
”Sistem basis data kasus kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu hal penting dalam upaya menurunkan kekerasan terhadap perempuan,” ujar Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Pribudiarta Nur Sitepu pada acara Gerak Bersama dalam Data: Laporan Sinergi Basis Data Kekerasan terhadap Perempuan, Kementerian PPPA, Komnas Perempuan, dan FPL Periode Data Tahun 2022, Selasa (18/7/2023) secara daring.
Sejak 2010, Kementerian PPPA telah mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan kasus kekerasan yang kemudian sekarang dikenal dengan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA). Hingga saat ini, 4.417 unit layanan dari seluruh Indonesia terhubung ke dalam jaringan Simfoni PPA.
”Data yang terlaporkan masih sangat kecil dibandingkan hasil survei karena lebih banyak kasus yang tidak terlaporkan. Namun, data kasus yang tercatat dalam Simfoni PPA cenderung meningkat setiap tahunnya,” ujar Pribudiarta.
Peningkatan laporan tersebut, menurut Pribudiarta, dapat diartikan sebagai salah satu keberhasilan advokasi dan sosialisasi pemerintah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengadukan tindakan kekerasan terhadap perempuan.
Data yang terlaporkan masih sangat kecil dibandingkan dengan hasil survei karena lebih banyak kasus yang tidak terlaporkan.
Untuk itu, sinergi sistem pendokumentasian kasus kekerasan terhadap perempuan diharapkan akan mampu menghasilkan data yang lengkap, akurat, terpadu dan akuntabel serta memenuhi kebutuhan para pengambil kebijakan. Harapannya, upaya penurunan kasus kekerasan terhadap perempuan dapat berjalan optimal.
”Perbedaan yang ada pada sistem pelaporan data ketiga lembaga, baik dalam hal konsep maupun kategorisasi, tidak dijadikan penghalang. Upaya sinergi data dilakukan dengan mencari kesamaan dan memanfaatkan perbedaan untuk saling mengisi dan melengkapi,” tutur Pribudiarta.
Terobosan solusi
Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani menyatakan, hadirnya data selama satu tahun penuh Januari-Desember 2022 menunjukkan bahwa selangkah demi selangkah upaya sinergi basis data kekerasan terhadap perempuan menjadi lebih kuat.
Andi berharap, perbedaan dalam sistem pencatatan pelaporan tidak boleh dijadikan sebagai penghalang. Upaya sinergi data dilakukan dengan mencari kesamaan dan memanfaatkan perbedaan untuk saling mengisi dan melengkapi.
”Ada kebutuhan untuk memastikan data tidak tumpang tindih, pemahaman yang sama mengenai bentuk-bentuk kekerasan dengan pengistilahan yang kerap terbatasi oleh produk hukum, dan pemeriksaan pada tahapan-tahapan penyelesaian kasus,” tuturnya.
Lahirnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memungkinkan sinergi dan kolaborasi diperluas agar data yang telah dihimpun dan dianalisis menjadi lebih kuat.
”Justru dari upaya sinergi dan kolaborasi ini kita dapat menemukenali pola, karakteristik, bentuk, dan ranah kekerasan terhadap perempuan secara nasional pada setiap tahunnya. Dari data ini pula kita dapat merumuskan terobosan solusi dan mengembangkan model pendampingan dari beragam kasus kekerasan terhadap perempuan dan beragam dimensi kebutuhan korban,” tegas Andi.
Ia juga berharap sinergi basis data perlu terhubung dengan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi yang kini tengah dikembangkan kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung. Dalam proses ini, pelindungan data pribadi korban menjadi penting, baik sebagai penghormatan atas hak atas privasi maupun untuk memastikan pelindungan dari berbagai dampak lanjutan yang mungkin dihadapi korban.
Anggota Dewan Pengarah Nasional Forum Pengada Layanan (FPL), Rosmiati Sain, menyampaikan, pihaknya menghadapi sejumlah tantangan saat mengembangkan program basis data pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan.
”Tantangan yang dihadapi adalah sistem yang digunakan oleh setiap anggota FPL berbeda. Bahkan, ada yang masih menggunakan sistem manual, termasuk sumber daya manusia yang masih perlu diperkuat,” kata Rosmiati.