Waspada pada Masa Endemi Covid-19
Pemerintah menetapkan Indonesia memasuki masa endemi Covid-19 mulai Rabu, 21 Juni 2023. Meski demikian, Indonesia dan dunia tetap harus mewaspadai kemungkinan munculnya mutasi virus Covid-19 dan kemungkinan pandemi baru.
Anak-anak bermain sepeda listrik di Pantai Ancol, kawasan Ancol Taman Impian, Jakarta Utara, Jumat (21/7/2023). Meski bukan hari libur, Pantai Ancol menjadi pelarian warga ibu kota untuk menghilangkan kepenatan dan menikmati sepoi angin laut. Seiring dengan semakin terkendalinya pandemi Covid-19, pergerakan masyarakat untuk tujuan wisata juga meningkat.
Hingga Jumat (16/7/2023) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO mencatat Covid-19 mengambil sekitar 6,9 juta jiwa di seluruh dunia. Jumlah ini belum menghitung kematian tidak langsung akibat Covid-19. Terdapat 768 juta orang tertular Covid-19.
Di Indonesia dari 3 Januari 2020 hingga 28 Juni 2023 pemerintah melaporkan kepada WHO terdapat 6.811.818 kasus positif dan 161.867 kematian.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut, pandemi Covid-19 dengan korban sebesar itu seharusnya dapat dihindari. Dunia memiliki peralatan dan teknologi untuk bersiap menghadapi pandemi dengan lebih baik, mendeteksi lebih awal, merespons lebih dini, dan segera mengomunikasikan pengaruh Covid-19 pada masyarakat dunia.
Namun, karena secara global negara-negara dan lembaga-lembaga bekerja dengan kurang terkoordinasi, solidaritas antarnegara rendah, serta terjadi ketidakadilan, segala kemampuan yang ada menjadi kurang efektif.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan Covid-19 sebagai kasus darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian dunia pada Januari 2020. Enam minggu kemudian WHO menetapkan Covid-19 sebagai pandemi.
Indonesia mencatat kasus pertama Covid-19 saat pemerintah mengumumkan pada Senin (2/3/2020) adanya dua kasus pertama Covid-19 di Indonesia yang mengenai warga Depok, Jawa Barat.
Baca juga : Status Pandemi Covid-19 Dicabut, Indonesia Memasuki Masa Endemi
Tiga tahun kemudian Indonesia menyatakan diri memasuki masa endemi. Pemerintah beralasan, telah terbentuk kekebalan di masyarakat. Kekebalan tersebut berasal dari vaksinasi maupun karena sembuh setelah tertular sehingga tubuh membentuk kekebalan. WHO mengingatkan, virus Covid-19 terus menyebar dan tetap menjadi ancaman globa, hanya saja pada aras mengkhawatirkan yang rendah.
Asal mula
Sampai saat ini asal mula Covid-19 tidak terbukti karena lepasnya virus dari sebuah laboratorium penelitian milik pemerintah di Wuhan, China. Para ahli menduga kuat, virus menyebar melalui hewan liar yang dijual untuk konsumsi manusia di sebuah pasar di Wuhan, China. Kesepakatan mengenai asal mula penyebaran Covid-19 ini berarti mutasi dan penularan virus dari hewan ke manusia terjadi secara alamiah.
Dalam sejarah manusia pandemi tertua adalah Wabah Athena (430 Sebelum Masehi) saat peperangan antara kota Athena dan Sparta. Wabah, menurut Damir Huromovic dalam situs resmi Pemerintah Amerika Serikat, National Library of Medicine, dibawa tentara Kekaisaran Romawi yang berperang ke wilayah Afrika, Eropa Tengah hingga Asia Kecil, atau melalui jalur perdagangan.
Perlu dibedakan antara pandemi dan wabah yang dalam bahasa Inggris disebut plague dari bahasa Latin plaga atau pestis dan dari bahasa Yunani kuno, plaga. Plaga memiliki beberapa arti, menggambarkan penyakit sangat menular yang menyebabkan demam akibat bakteri Yersinia pestis.
Penyakit yang dikenal sebagai pes atau sampar ini bila tidak diobati menyebabkan kematian manusia. Bakteri ini juga menginfeksi hewan mengerat, seperti tikus, tupai, kelinci, dan anjing liar.
Salah satu wabah yang mengambil banyak korban jiwa adalah The Black Death. Ini adalah wabah pes atau sampar Yersinia pestis yang menyerang sistem limfatik dan dikenal sebagai bubonic plague, menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Madeline Dexler dalam Emerging Epidemics menyebut, tentara Mongolia yang tanpa disengaja membawa tikus dalam perjalanan ke barat membawa wabah sampar bubonic ke Eropa.
Wabah ini pertama kali dilaporkan ada di China pada tahun 1334 dan tahun 1347 sudah mencapai Eropa melalui jalur perdagangan Jalur Sutra. Pada tahun 1400, terjadi 150 juta kematian secara global sehingga jumlah penduduk dunia berkurang menjadi kurang dari 300 juta jiwa. Di Eropa, penyakit ini membunuh 60 persen populasi.
Baca juga : Pembelajaran Penting dari Masa Awal Pandemi Covid-19 di Indonesia
Ironisnya penyebab Black Death baru diketahui pada akhir abad ke-19, yaitu dari bakteri pada saluran cerna kutu tikus Asia (Xenopsylla cheopsis). Bakteri berpindah dari kutu ke tikus yang kemudian menulari hewan lain dan lalu melompat ke manusia. Penularan antarorang terjadi melalui cipratan liur dan juga menyebakan radang paru.
Dunia juga melihat wabah cacar yang dibawa penjajah Spanyol ke Amerika Selatan selain tuberkulosis yang merajalela di Inggris dan Eropa saat Revolusi Industri. Kawasan industri yang padat pekerja dan jorok jadi lahan subur bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Salah satu tantangan yakni ketersediaan data dan kerja sama lintas bidang keahlian. Hal yang terakhir ternyata tidak selalu mudah dilakukan.
Pandemi pertama sesungguhnya, yaitu penyakit yang menyebar cepat dan meluas, adalah Flu Spanyol (1918-1920). Penyebabnya virus influensa H1N1. Flu Spayol terjadi pada era kedokteran modern dan pencatatan sudah lebih baik, meski daerah asal flu ini tidak dapat dipastikan dan bukan dari Spanyol.
Setiap pandemi mengubah kehidupan sosial, ekonomi, dan politik serta berjangka panjang. Studi yang terbit di Journal of Political Economy tahun 2006 menemukan, kelompok bayi dalam kandungan saat pandemi ketika masuk usia sekolah berkurang jadwal kehadiran di sekolah dan berpendapatan lebih rendah dibandingkan kelompok orang yang lahir sebelum atau setelah pandemi berlalu.
Sepanjang abad ke-20 hingga ke-21 dunia menyaksikan beberapa epidemi datang silih berganti. HIV/AIDS pertama kali menginfeksi manusia pada tahun 1980-an dengan kasus pertama diketahui di AS.
Meskipun penularannya lambat, HIV/AIDS menjadi masalah dunia sampai kemudian pengobatan maju, termasuk obat retroviral, mengubah HIV/AIDS menjadi penyakit kronis dan masih menghantui dunia.
Memanfaatkan AI
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyatakan Covid-19 masih menjadi ancaman dalam tingkat mengkhawatirkan rendah. Peringatan WHO untuk tidak lalai didasarkan pada bukti ilmiah virus SARS-COV-2 penyebab Covid-19 mudah bermutasi.
Dunia tidak dapat lengah menghadapai kemungkinan datangnya epidemi baru. Sejumlah faktor patut menjadi catatan. Sejumlah epidemi disebabkan virus yang berasal dari alam liar yang kemudian melompat ke manusia, umumnya melalui hewan, seperti SAR, HID/AIDS, Ebola, dan Covid-19.
Perubahan iklim, perambahan manusia ke alam liar seperti hutan, urbanisasi yang membuat kota-kota menjadi sangat padat, terutama di negara-negara berkembang, berpotensi di masa depan memunculkan penyakit berbahaya yang menular cepat dan meluas.
Tidak ada yang dapat memastikan kapan pandemi baru akan muncul. WHO memiliki catatan dari semua negara anggotanya mengenai wabah yang muncul. Situs WHO melaporkan selama Juni 2023 terdapat empat wabah (outbreak), dua di antaranya penyakit Marburg, terjadi di Guinea Khatulistiwa dan Republik Tanzania.
Baca juga : Masa Endemi Covid-19
Situs Kementerian Kesehatan menyebut penyakit ini sebagai demam berdarah yang disebabkan virus Marburg, masih satu keluarga dengan Ebola. Meskipun virus ini belum terdapat di Indonesia dan negara-negara sekitar, tetapi pemantauan tetap dilakukan.
Pemantauan menjadi kunci mencegah sejak dini. Kecerdasan buatan (AI) dapat sangat penting perannya untuk menjaring dan menyaring informasi di internet dan memberi peringatan dini.
Dengan meredanya bahaya Covid-19 pemantauan harus terus dilakukan untuk munculnya varian baru SARS-COV-2 dan virus-virus lain yang ada maupun virus “baru” yang belum pernah menginfeksi manusia.
Kecerdasan buatan sudah digunakan untuk memantau dan mengevaluasi berkembangnya Covid-19. Carmela Cormito dan Clara Pizzuti dari National Research Council, Italia, misalnya, dalam mengkaji penggunaan AI menyebutkan salah satu tantangan yakni ketersediaan data dan kerja sama lintas bidang keahlian. Hal yang terakhir ternyata tidak selalu mudah dilakukan.